Berita Karawang

Tangis Pilu Warga saat Eksekusi Tol Japek II, Pemda dan DPRD Karawang Dinilai Cuek

Rakyat dibiarkan berjuang sendiri menuntut keadilan tanpa adanya pendapingan dari negara dalam hal ini pemerintah daerah juga para anggota DPRD.

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Ichwan Chasani
TribunBekasi.com/Muhammad Azzam
Ilustrasi - Ketua Peradi Karawang, Asep Agustian bersama rekan-rekannya. 

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG —  Ketua Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian menyayangkan absennya pemerintah daerah maupun para wakil rakyat dari daerah hingga DPR RI pada proses eksekusi lahan untuk proyek Tol Jakarta - Cikampek II di Kampung Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan.

Pria yang biasa disapa Askun ini menilai, seakan rakyat dibiarkan berjuang sendiri menuntut keadilan tanpa adanya pendapingan dari negara dalam hal ini pemerintah daerah juga para anggota DPRD.

“Ke mana bupati? ke mana para pejabat pemda? Di mana mukanya para anggota DPRD dari mulai kabupaten, provinsi sampai anggota DPR RI,” kata Askun saat dihubungi pada Rabu (1/2/2023).

Padahal kata Askun, 46 kepala keularga yang mendiami 24 rumah yang tergusur itu terlihat sangat berharap hadirnya pemerintah daerah dan para wakil rakyat yang setiap pemilu selalu datang ke mereka untuk meminta suara.

Apalagi saat proses eksekusi itu warga dipaksa menerimanya, padahal uang ganti ruginya masih tidak sesuai harapan.

BERITA VIDEO: VIRAL, AKSI TERPUJI KAPOLSEK TELUKJAMBE TIMUR PADAMKAN KEBAKARAN ILALANG DI PINGGIR JALAN TOL JAPEK

“Pejabat-pejabat ini dari bupati sampai dewan lihat tidak rakyatnya nangis, rakyatnya pingsan lihat rumahnya diratakan dengan tanah? ini para wakil rakyat yang setiap pemilu datang mengemis meminta suara, kemarin pas eksekusi terlihat tidak mukanya datang mendapingi rakyatnya,” tutur Askun.

“Mereka ini mikir tidak sih, rakyatnya yang terusur setelah rumahnya diratakan dengan tanah akan tinggal di mana? Mereka pernah membayangkan tidak jika hal serupa terjadi kepada anggota keluarganya?,” kata dia.

Askun juga menyoroti perhihal pengamanan eksekusi lahan oleh kepolisian yang ia nilai terlalu berlebihan hingga harus menurunkan ratusan personel taktis sampai beberapa hari sebelum eksekusi pun mendirikan posko di lokasi.

Baca juga: Heboh, Warga Tanjungpakis Temukan Lumba-lumba Terdampar Dipinggir Laut

Baca juga: Nasdem Kota Bekasi Nilai Kasus Pencurian di Kantor DPC Bentuk Aksi Teror

“Saya baca di berita sampai 300 personel. Sedangkan rumah yang mau dieksekusi itu 26 kepala keluarga," katanya.

Askun menilai pengamanan berlebih tak lain hanya akan menambah beban ketakutan.

Padahal warga hanya sekadar menuntut diperlakukan adil oleh negara.

“Yang ada warga makin takut. Saya rasa mereka tidak ada yang mau menentang negara. Cepat atau lambat, proyek strategis nasional memang pasti berjalan, hanya saja, ini loh ada yang belum diperlakukan adil, tempuh dulu itu,” beber dia.

Diberitakan sebelumnya, Isak tangis warga Kampung Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, atas eksekusi lahan dan rumah, pada Senin (30/1/2023).

Baca juga: Kantor DPC Partai Nasdem Bekasi Utara Dibobol Maling, Uang Ratusan Juta Raib

Baca juga: Dua Ekor Anak Kucing Hutan Ditemukan di Pegunungan Sanggabuana

Mereka tergusur proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta - Cikampek (Japek) 2 atau Japek Selatan.

Warga pasrah melihat rumahnya diratakan oleh kendaraan berat jenis beko saat eksekusi oleh ratusan tim gabungan Pengadilan Negeri Karawang, Pemerintah Kabupaten Karawang, BPN Karawang, Kepolisian.

"Kita juga enggak mau melawan pemerintah. Kita enggak mau melawan pemerintah," kata salah satu warga sambil menangis.

Para warga tersebut hanya meminta keadilan atas dampak pembangunan tol tersebut. Selama dua tahun warga kampung Citaman ini menolak rumah mereka digusur karena alasan nilai ganti rugi yang tidak tidak sesuai keinginan warga.

Sementara, Kordinator warga Kampung Citaman, Didin Muhidin, mengatakan warga menolak untuk digusur sejak dua tahun lalu.

Baca juga: Hampiri Pelajar Bolos Sekolah, Kapolsek Cikarang Timur Nasihati Siswa

Baca juga: Pemkab Bekasi Jalin Kerja Sama dengan TNI AL Jadikan Jembatan Cinta Wisata Bahari Nusantara

Bahkan dari awal ketika nilai ganti ruginya tidak sesuai.

"Kami sudah berapakali unjukrasa, sudah usaha maksimal. Tapi sekarang lihat kami dikepung begini tidak berdaya melawan pemerintah," katanya.

Apalagi saat penggusuran polisi dari unsur Brimob sudah berdatangan ke lokasi penggusuran satu hari sebelum eksekusi.

"Polisi sudah datang sejak kemarin sekitar 300 personel, belum petugas yang lain. Sehingga warga tidak berani melawan. Kami pasrah saja ketika rumah kami dirobohkan menggunakan beko," kata Didin.

Didin menjelaskan, rumah warga yang dirobohkan sebanyak 24 rumah dengan jumlah KK sebanyak 46 KK.

Sebelmnya jumlah KK mencapai ratusan, namun sejumlah warga memutuskan menerima uang ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan negeri (PN)Karawang.

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Rabu 1 Februari 2023  

Baca juga: Imbas Pembuluh Darah Pecah, Presenter Indra Bekti Kini Alami Stroke di Bagian Mata

"Yang tersisa sebanyak 46 KK yang menolak pindah karena uang ganti ruginya tidak sesuai. Uang yang dititip di pengadilan tidak kami ambil, karena kami mencoba bertahan. Namun sekarang sudah terjadi penggusuran," beber dia.

Saat eksekusi, kata Didin, banyak warga yang menangis bahkan beberapa pingsan. Warga yang masih bertahan tidak bisa berbuat banyak ketika rumahnya dihancurkan oleh alat berat.

Ditegaskannya, warga di Kampung Citaman, Desa Tamansari mengaku tidak mempermasalahkan ketika rumah mereka menjadi lokasi proyek pembanunan Japek 2.

Hanya saja warga meminta ganti rugi harus sesuai dengan harga pasar sehingga warga bisa kembali membeli rumah.

Harga dari pemerintah masih jauh dari harga pasaran.

"Harganya jauh, mana bisa kami beli rumah lagi di sekitar lokasi ini. Jadi kami kesulitan mencari rumah disekitar sini," katanya.

Didin juga menyebut, pihak pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi tanpa pernah bicara dengan warga. Upaya warga untuk berdialog tidak pernah dilayani sehingga kami terkejut ketika ada perintah eksekusi.

"Kami pernah datang untuk berdialog dengan Ketua Pengadilan. Namun saat kami datang Ketua pengadilan tidak ada ditempat dengan alasan sakit. Sekarang tau-tau kami terima surat eksekusi dan rumah kami digusur," tandasnya. 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved