Hari Kemerdekaan RI

Indonesia Berusia ke-78 Tahun, Kota Depok Masih Saja Dicap Sebagai Kota Intoleransi, Ini Penyebabnya

Menurut dia, ada beberapa hal yang membuat Depok dicap sebagai kota intoleransi.

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Dedy
Pixabay.com/TribunJabar.id
Ilustrasi intoleransi --- Indonesia sudah memasuki usia ke-78, namun Kota Depok masih dicap sebagai kota intoleran oleh sejumlah kalangan di tanah air. 

TRIBUNBEKASI.COM, PANCORAN MAS --- Indonesia sudah memasuki usia ke-78, namun Kota Depok masih dicap sebagai kota intoleransi oleh sejumlah kalangan di tanah air.

Wali Kota Depok, Mohammad Idris pun membantah stigma yang menyebut Kota Depok sebagai kota intoleransi.

Menurut dia, ada beberapa hal yang membuat Depok dicap sebagai kota intoleransi.

Pertama, masalah SKB (Surat Keputusan Bersama) 3 Menteri terkait pembangunan rumah ibadah.

BERITA VIDEO : USAI SOK GAGAH GANGGU NYEPI DI BALI, SEORANG PRIA DIJEMPUT POLISI

Idris mengaku sudah konsultasikan persoalan ini dengan beberapa kementerian.

"Kata mereka SKB ini masih berlaku," ujar Idris saat ditemui usai upacara Peringatan Hari Kemerdekaan ke-78 RI di Balaikota Depok, Kamis (17/8/2023).

Dia menjelaskan inti dari SKB 3 Menteri itu adalah pembangunan rumah ibadah harus proporsional sesuai dengan jumlah warga pemeluk agama di tempat itu.

Baca juga: Depok Dinilai Intoleran, Habib Muchsin Achmad Al Attas: Itu Stigma

"Nah ini arahan dari kementerian. Ini yang membuat masalah pembangunan rumah ibadah ini merasa dipersulit, padahal tidak," papar Idris.

Selain masalah rumah ibadah, usulan rancangan peraturan daerah penyelenggaraan kota religius atau Raperda PKR menjadi salah satu sebab Depok disebut intoleran.

"Itu (Raperda PKR) disangkanya mengarah kepada agama tertentu. Ini artinya mereka memang tidak membaca konten daripada raperda tersebut," kata Idris.

BERITA VIDEO : KLENTENG HOK LAY BEKASI MULAI BERSOLEK JELANG PERAYAAN IMLEK 2023

Persoalan ketiga, berkaitan dengan penyegelan Kantor Sekretariat Ahmadiyah di Sawangan.

Idris mengungkapkan Pemkot masih berpatokan pada fatwa MUI yang menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah ajaran menyimpang dan harus dibubarkan.

"Ini masalah Ahmadiyah juga sudah saya tanyakan. Ternyata, fatwa MUI masih berlaku. SKB 4 Menteri juga masih berlaku," ucapnya.

Politisi PKS ini menambahkan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) meminta agar segel masjid Ahmadiyah di Sawangan jangan dicabut dulu agar tidak menimbulkan kericuhan dan kerusuhan.

"Saya konsultasikan hal tersebut. Kalau kita cabut, risikonya apa? Risikonya tadi (ricuh), karena fatwa MUI belum dicabut. Ya ini jadi masalah," beber Idris.

Idris menegaskan jika persoalan intoleransi ini terus diangkat maka dirinya akan meminta SKB 4 Menteri juga harus diubah juga.

"Makanya kalau itu dijadikan ukuran ya saya akan komentar, seperti apa kan SKB 4 Menterinya nanti. Ini harus diubah juga. Yang kedua fatwa MUI, saya minta yang baru dong," ucap Idris.

Idris menekankan dalam kenyataannya Kota Depok sangat toleran dalam kehidupan beragama.

Salah satunya terlihat dari hadirnya sekolah calon uskup (imam-Red) di Jalan Kamboja, Kecamatan Pancoran Mas.

"Salah satu contoh kita punya ruang, kalau kita orang Islam bilang pesantren. Nah ini ada sekolah calon-calon uskup. Itu adanya di mana? Di Kota Depok," imbuhnya.

Dia menambahkan Pemkot Depok tidak pernah mengusik dan mempermasalahkan keberadaan sekolah ini.

"Sejumlah program atau kegiatan di sekolah itu pun berjalan dengan damai tanpa persoalan," ungkap Idris.

Karena itu, Idris merasa heran jika ada orang yang masih mengatakan Depok intoleran.

"Ini sesuatu yang luar biasa. Para romo-romo juga kemarin agak kesal juga. Mereka merasa damai, kok dibilang intoleran. Ini ya satu ya realitanya," tandas Idris.

(Sumber : Laporan Wartawan TribunnewsDepok.com Hironimus Rama/Ron)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

 

Sumber: Tribun depok
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved