Berita Politik
Buntut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye, Pengamat Nilai Jokowi Penuhi Syarat untuk Dimakzulkan
Menurut Bivitri Susanti, pernyataan Jokowi seperti itu, terlebih saat didampingi para petinggi militer, sudah memenuhi unsur perbuatan tercela.
TRIBUNBEKASI.COM — Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi) mengenai diperbolehkannya presiden berkampanye, sudah memenuhi syarat untuk pemakzulan.
Menurut Bivitri Susanti, pernyataan Jokowi seperti itu, terlebih saat didampingi para petinggi militer, sudah memenuhi unsur perbuatan tercela.
Perbuatan Jokowi tersebut, kata Bivitri Susanti, sebagaimana termaktub dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal tersebut berbunyi:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
"Kan Pasal 7A UUD itu tentang syarat pemakzulan. Di titik itu menurut saya perbuatan tercela," kata Bivitri dalam diskusi Pemilu Curang: Menyoal Netralitas Presiden Hingga Pelaporan Kemhan ke Bawaslu yang digelar di Jakarta, pada Kamis, 25 Januari 2024.
Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Galic Binamada Tawarkan Posisi Sales Executive Food Division
Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT Yamaha Motor Parts Mfg Indonesia Butuh 50 Operator Produksi Lulusan SLTA
Bivitri Susanti mengakui bahwa memang perbuatan tercela cenderung longgar untuk dibuktikan dalam konteks hukum.
Namun salah satu parameter yang dapat dijadikan acuan, kata dia, ialah jabatan dan kewenangan seseorang, yang dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden RI.
"Di hukum tata negara prinsipnya orang itu menilai harus dari jabatan. Jadi berbeda perbuatan tercela orang biasa dengan seorang presiden atau menteri," kata Bivitri Susanti.
Salah tafsir
Menurut Bivitri Susanti, pernyataan Jokowi mengenai diperbolehkannya Presiden memihak dan berkampanye merupakan salah tafsir atas Undang-Undang Pemilu.
Dalam Pasal 299 memang tertera bahwa Presiden dan Wakil Presiden berhak untuk kampanye.
Baca juga: KPU Kabupaten Bekasi Lantik 58.919 KPPS Pemilu 2024, Minta Bekerja Profesional dan Jujur
Baca juga: Kasus Korupsi Bansos Beras Kemensos Segera Disidangkan, KPK Sebut Kerugian Negara Rp127,1 Miliar
Namun jika merujuk pada pasal-pasal berikutnya, yakni Pasal 300, 301, dan 302, maka dapat dipahami bahwa klausul Pasal 299 dimaksudkan bagi Presiden dan Wakil Presiden petahana alias kembali berkontestasi dalam Pemilu.
Karena itulah dalam hal ini, Jokowi tak semestinya menyatakan bahwa dia berhak untuk berkampanye.
Hal itu mengingat bahwa bukan dirinya yang menjadi peserta Pemilu, melainkan putranya, Gibran Rakabuming Raka.
"Nah jadi kalau dilihat lagi pasal berikutnya, 300, 301, 302 itu kebaca. Itu akan kebaca intensi pasal itu. Sehingga Jokowi tidak bisa bilang dia berhak berkampanye," ujar Bivitri Susanti.
Kemudian Bivitri Susanti juga menyinggung Pasal 282 dan 283 undang-undang yang sama.
Baca juga: Prabowo Unggul 50 Persen pada Hasil Survei Capres oleh Media Asing, The Economist
Baca juga: Kamis Ini, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Dibanderol Turun Rp 4.000 Per Gram, Ini Detailnya
Pasal 282 berbunyi:
Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikn salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Pasal 283 berbunyi:
(1) Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Sementara keberpihakan Jokowi dinilai menguntungkan peserta Pemilu tertentu, yang dalam hal ini Gibran sebagai anaknya.
Atas dasar itulah, Bivitri Susanti menganggap bahwa perbuatan Jokowi sudah melanggar undang-undang, sehingga dapat didorong untuk pemakzulan.
Baca juga: Pemkab Bekasi Lanjutkan Pembangunan Lapangan Squash Berstandar Internasional
Baca juga: Sidik Kasus Korupsi di Kemenkumham, KPK Periksa Politikus Golkar Idrus Marham
"Sebenarnya kan diatur secaa jelas di Pasal 282 dan 283 bahwa pejabat negara itu tidak boleh melakukan tindakan dan lain sebagainya yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta selama kampanye. Jadi sudah melanggar belum? Sudah. Apakah itu kemudian bisa kita dorong sampai pemakzulan? Menurut saya sih bisa," katanya.
Hanya saja, saat ini bola pemakzulan berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara para anggota DPR, sejauh ini dianggap cenderung pragmatis sebab merupakan politisi yang kerap menimbang-nimbang untung-rugi secara politis.
"Cuma bolanya memang dalam ruang politik formal bukan di tangan kita, tapi di tangannya DPR. Tapi kita tahu tantangannya: semua politisi itu kan pragmatis. Semua ngitung. Kalau saya serang nih Jokowi, saya ruginya apa, saya untungnya apa," tandasnya.
Pernyataan Jokowi
Sebelumnya diberitakan bahwa Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi) memberikan tanggapan terkait adanya pandangan bahwa sejumlah menteri di kabinetnya ikut berkampanye memenangkan salah satu pasangan Capres-Cawapres, padahal menteri tersebut bukan bagian dari tim pemenangan atau partai politik.
Baca juga: Pastikan Kesiapan Pemilu, Kapolres Metro Bekasi Cek Gudang Logistik Pemilu
Baca juga: Usut Kasus Kebocoran Gas Pabrik Kertas, Polres Karawang Tunggu Hasil Pemeriksaan Puslabfor dan KBRN
Menurut Presiden Jokowi setiap orang di negara demokrasi seperti Indonesia memiliki hak politik yang sama.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," kata Presiden Jokowi usai menyaksikan penyerahan sejumlah Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada TNI, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024.
Menurut Presiden Jokowi sebagai pejabat boleh berkampanye, bahkan bukan hanya pejabat setingkat Menteri saja, Presiden sekalipun boleh berkampanye.
"Presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Boleh," kata Presiden Jokowi.
"Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa gini gaboleh gitu gaboleh, boleh menteri juga boleh," imbuhnya.
Baca juga: Bentrok Ormas di Karawang Dipicu Rebutan Lahan Proyek, Polisi Tetapkan Tujuh Tersangka
Baca juga: Himbau Hargai Hak Politik Presiden dan Menteri, Nusron Wahid: Kuncinya Tak Gunakan Fasiiltas Negara
Menurut Presiden Jokowi yang paling penting adalah saat berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara.
"Itu saja yang mengatur, itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkasnya. (Tribunnews.com/Ashri Fadilla/Taufik Ismail)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ambisi Jadi Juara Umum di Pemilu 2034 , Pengamat Sebut Prabowo Mulai Regenerasi Struktur Gerindra |
![]() |
---|
Perbaiki Citra dan Redam Kritik, Pengamat Sarankan Gibran Rakabuming Lakukan Hal Ini |
![]() |
---|
Begini Reaksi Bahlil Lahadalia Soal Isu Munaslub Golkar Digelar Dalam Waktu Dekat Ini |
![]() |
---|
Pengamat Politik Sebut Pembebasan Tom Lembong dan Hasto Jadi Upaya Prabowo Rangkul Kubu Anies-PDIP |
![]() |
---|
Bukan Gibran, Pengamat Nilai Anak Emas Jokowi di Dunia Politik Ternyata Kaesang Pangarep |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.