Pengamat Persampahan Ini Pertanyakan Izin Produksi Galon Sekali Pakai 

Produksi galon sekali pakai tersebut dianggap melanggar UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Editor: Ichwan Chasani
Istimewa
Pengamat persampahan dari Indonesia Solid Waste Association (InSWA), Sri Bebassari. 

TRIBUNBEKASI.COM — Pengamat persampahan dari Indonesia Solid Waste Association (InSWA), Sri Bebassari mempertanyakan adanya izin produksi galon sekali pakai.

Sebab, kemasan sekali pakai tersebut dianggap melanggar UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang harus memperhatikan prinsip 3R yang meliputi Reduce (pengurangan), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang).

“Karena, dalam Pasal 15 Undang-Undang tahun 2018 jelas disebutkan produsen harus bertanggung jawab terhadap produknya dan kemasannya. Seharusnya, kemasan galon sekali pakai itu masuk ke dalam izin produksi,” ujar Sri Bebassari, dalam pernyataan resminya, baru-baru ini.

Apalagi, kata dia, dalam prinsip pengelolaan sampah itu yang pertama harus diperhatikan para produsen adalah sampahnya bisa dikurangi  (reduce), baru kemudian keemasan yang bisa digunakan ulang (reuse), dan recycle merupakan alternatif terakhir. 

“Awalnya kan reduce atau mengurangi, kedua itu reuse atau menggunakan ulang, lalu recycle atau daur ulang uang terakhir. Nah, dalam kasus galon sekali pakai itu kenapa diizinkan? Itu kan jelas-jelas melanggar undang-undang, dimana produsennya langsung memproduksi kemasan galon recycle, sementara masih bisa menggunakan kemasan yang reuse,” tukasnya. 

Baca juga: Pernah Laporkan Rocky Gerung, Kader PDIP Noviana Kurniati Pimpin Demo Anti Pemilu Curang di Bawaslu

Baca juga: Chrysanthi Tarigan: Edukasi Pengelolaan Sampah Mulai Kebiasaan Pilah Sampah di Kehidupan Sehari-hari

Ketua Dewan Pembina Indonesia Solid Waste Association (InSWA) ini mengatakan produsen galon sekali pakai ini juga sama sekali tidak memiliki program after consumernya saat pertama kali diproduksi.

“Itu kan harusnya ada izin dari Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan tentunya dengan Menteri KLHK-nya yang mengaturnya. Tapi sekarang justru sudah terlanjur banyak beredar di masyarakat. Ini jadi pertanyaan sampai sekarang kepada pemerintah,” tukasnya.

“Justru itu pertanyaan saya juga. Tidak masuk kepada izin produksi. Jadi, PR kita masih banyak. Banyak sekali kebijakan yang dibuat yang sebetulnya bukan ahli dari dokter sampah, tapi masih dari tukang obat, dokter palsu, yang seolah-olah obatnya lebih manis padahal pahit. Itu yang terjadi sekarang ini saya lihat. Kebijakan yang bukan dari ahli sampah,” tuturnya.

Guntur Sitorus, Ketua Umum InSWA menambahkan bicara mengenai pengelolaan sampah itu berarti bicara Undang-Undang, di mana pengelolaan sampah itu kegiatan yang sistematis berkesinambungan dan memerlukan pengurangan dan penanganan.

“Jadi, ada pengurangan di situ. Kalau mengacu pada pengurangan itu, harusnya sampah jangan dibikin banyak-banyak, kalau bisa jangan ada sampah. Kan intinya begitu,” ucapnya.

Baca juga: Bantah Kabar Ada Orang Ketiga, Ria Ricis Keukeuh Ceraikan Teuku Ryan karena Sudah Tak Sepaham

Baca juga: Teuku Ryan Berusaha Pertahankan Pernikahan, Namun Mediasi dengan Ria Ricis Belum Temui Titik Terang

Sementara, katanya, produksi model galon sekali pakai, itu akan menimbulkan sampah yang lebih banyak.

“Justru harusnya pemerintah konsisten saja terhadap Undang-Undang mengenai mengurangan dan penanganan. Di situ kan filosofinya,” kata Guntur Sitorus.

Jadi, lanjut dia, jangan ada industri yang kisruh seolah-olah produksi sampahnya bisa didaur ulang seperti galon sekali pakai.

“Mereka kan hanya mengejar sirkular ekonomi. Itu nggak bener. Kenapa? Karena sirkular ekonomi itu kan sebenarnya satu cara untuk pemulihan material, tapi bukan berarti tujuannya itu. Jangan sampai untuk menghasilkan sirkular ekonomi yang banyak, hasilnya kita harus memproduksi sampah sekali pakai yang banyak,” ungkapnya.

Makanya, menurutnya,  dalam istilah persampahan itu bukan produksi sampahnya tetapi timbulan sampah.

Baca juga: Naik Tipis, Emas Batangan Antam di Bekasi Senin Ini Dijual Rp 1.125.000 Per Gram, Simak Detailnya

Baca juga: Pertemuan Jokowi-Surya Paloh, Pengamat Sebut Sinyal Koalisi, Nasdem Anggap Masih Terlalu Dini

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved