Yulius Setiarto Bakal Diperiksa MKD Terkait Pernyataan Parcok, Dilaporkan oleh Warga Bekasi

Anggota DPR Yulius Setiarto dijadwalkan akan diperiksa oleh Mahkamah Kehormatan Dewan terkait pernyataannya tentang partai coklat atau parcok

Penulis: | Editor: Ign Prayoga
Kompas.com/Tria Sutrisna
Anggota Fraksi PDI-P DPR RI Yulius Setiarto saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (2/12/2024). 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA -- Anggota DPR Yulius Setiarto dijadwalkan akan diperiksa oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada hari Selasa (3/12/2024) ini. 

Yulius Setiarto anggota dari Fraksi PDI Perjuangan atau PDIP. Dia akan diperiksa terkait pernyataannya tentang parcok alias partai coklat.

Parcok merupakan istilah yang mengarah ke dugaan keterlibatan Polri untuk memenangkan calon kepala daerah tertentu.  

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR telah memanggil anggota dari Fraksi PDI-P, Yulius Setiarto terkait pernyataannya soal "partai coklat" atau parcok.

Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam mengungkap Yulius akan diperiksa untuk diklarifikasi pada Selasa (3/12/2024) hari ini. "Iya (besok) 14.30 (WIB)," kata Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam saat dihubungi Kompas.com, Senin (2/12/2024).

Yulius dilaporkan ke MKD soal pernyataannya di media sosial yang menyebut ada pengerahan partai coklat (parcok) pada pilkada.

Sebelum memanggil Yulius, MKD DPR RI membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan terkait pernyataan Yulius yang menyinggung partai coklat.

"Dilaporkan oleh seseorang karena berbicara ke publik di media sosial yang mengatakan ada kecurangan yang dilakukan oleh parcok. Konon disebut sebagai partai coklat," ujar Wakil Ketua MKD DPR RI, TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Pelapor diperiksa Pelapor dalam kasus ini adalah seorang bernama Ali Hakim Lubis, anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra.

MKD DPR RI memeriksa Ali sebagai pelapor pada Senin (2/12/2024).

Namun, Ali enggan memberikan komentar apapun soal laporan yang dibuatnya saat ditemui usai klarifikasi yang dilakukan MKD DPR RI.

Menurut Hasanuddin, laporan Ali terhadap Yulius dibuat dalam kapasitas sebagai warga negara Indonesia.

"Kalau saya lihat dia warga biasa ya, warga biasa dari wilayah Bekasi. Saya tanya, apakah Anda atas nama pemerintah? Bukan. Apakah anda atas nama polisi? Bukan. Apakah anda atas nama Pak Sigit (Kapolri Jenderal Listyo Sigit)? Bukan. Jadi beliau itu berbicara atas nama pribadi. Begitu yang saya tanya," ujarnya.

Dalam proses klarifikasi kemarin, kata Hasanuddin, Ali turut melampirkan bukti berupa video yang diunggah Yulius dalam media sosialnya.

Yulius siap diperiksa

Yulius mengaku siap memberikan keterangan ke MKD soal pernyataan partai coklat yang dilontarkannya di media sosial.

Politikus PDI-P itu menegaskan, dirinya tak melakukan pelanggaran kode etik apapun terkait unggahannya. 

Sebab, ia merasa hanya mengunggah konten video dari salah satu media massa yang mengulas soal kemunculan partai coklat di Pilkada serentak 2024.

“Iya, siap siap. Jadi no worries lah soal laporan MKD ini. Kalau saya menganggapnya ini kan sebagai mekanisme yang wajar,” ujar Yulius kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senin. 

Anggota Komisi I DPR RI ini juga mengaku akan tetap mempertahan pandangannya itu dalam sidang hari ini. "Saya akan memberi penjelasan di sidang besok,” kata Yulius.

Selain itu, ia justru berharap ada klarifikasi dari aparat kepolisian atas munculnya isu "partai coklat". Dia khawatir isu “partai coklat” akan melebar dan berlarut-larut, apabila tak ada klarifikasi dari institusi Polri. 

“Saya cuma mengatakan, eh ini ada berita dari podcast Bocor Alus seperti ini loh. Itu kan tayangannya panjang yang Bocor Alus. Nah yang saya lakukan saya parafrase kan, sehingga jadi pendek gitu. Inti dari podcast Bocor Alus itu seperti ini, kan gitu,” jelas Yulius.

“Lalu saya akan meminta kepada polisi klarifikasi, ini benar atau enggak. Karena kalau tidak ada klarifikasi yang jelas, problemnya itu akan berlarut-larut gitu loh,” katanya.

Merespons soal ini, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai MKD DPR RI terlalu memaksakan kasus pelaporan terhadap Yulius Setiarto.

Di sisi lain, Lucius mengapresiasi bahwa MKD DPR RI yang masih bekerja untuk menegakkan citra dan kehormatan, serta menjaga marwah DPR sebagai lembaga terhormat.

Sebab, menurutnya, sudah lama publik menunggu wajah MKD yang bergerak cepat dan tidak pandang bulu dalam menegakkan etika anggota DPR.

"Namun kegembiraan kita melihat langkah cepat MKD kali ini agak terganggu karena kasus dugaan pelanggaran etik yang ingin diselidikki MKD nampak terlalu 'dipaksakan'," kata Lucius saat dihubungi, kemarin.

Menurut dia, nuansa pemaksaan itu terlihat ketika pernyataan Yulius yang dijadikan materi aduan ke MKD itu sesuatu yang tidak terkait dengan DPR.

Sebab, pernyataan Yulius terkait proses perhelatan Pilkada 2024. "Partai coklat atau parcok yang disebut anggota itu kan menunjuk institusi lain, bukan DPR," ujar Lucius.

Lucius mengatakan, Yulius sebagai anggota DPR RI yang memiliki fungsi pengawasan memang perlu menyampaikan kritik kepada lembaga pemerintah.

Selain itu, MKD juga dibentuk untuk menjaga muruah DPR, bukan marwah lembaga lain.

Lucius berharap MKD DPR bisa bekerja secara independen serta tidak menjadi agen kepentingan politik partai, fraksi, apalagi agen pemerintah atau agen partai coklat.

"Jangan sampai MKD jadi alat politik, sesuatu yang justru akan membuat kehormatan lembaga parlemen jadi tercoreng," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com  

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved