Kenaikan PPN 12 Persen

Pertanyakan Kenaikan PPN 12 Persen dan Bandingkan dengan Vietnam, Yenny Wahid: Apakah Ini Bijak?

Yenny Wahid mengatakan, kebijakan pemerintah sejatinya harus didasarkan kepada kemaslahatan untuk masyarakat. 

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Fersianus Waku
Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang lebih dikenal dengan nama Yenny Wahid memberikan sambutan dalam acara haul atau peringatan ke-15 tahun wafatnya Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 Desember 2024. 

Hal tersebut juga berpotensi menimbulkan badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.

"Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu lalu, 20 November 2024.

Baca juga: Timnas Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF 2024, Marselino Ferdinan dan Achmad Maulana Minta Maaf

Baca juga: Berlokasi di JIExpo Kemayoran, Big Bang Festival Bakal Digeber Sampai 1 Januari 2025

Said Iqbal menyebut, rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025 di tengah upah yang minim semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh. 

Kebijakan ini diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan, mengakibatkan kesenjangan sosial yang lebih dalam dan menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 8 persen.

Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1 persen sampai 3 persen dan dinilai tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat. 

"Akibatnya, daya beli masyarakat merosot, dan dampaknya menjalar pada berbagai sektor ekonomi yang akan terhambat dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen," tuturnya.

Said Iqbal menyatakan, kebijakan PPN 12 persen tidak hanya melemahkan daya beli, tetapi juga berpotensi menambah ketimpangan sosial.

Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT Honda Prospect Motor Cari 5 Operator Pengemudi Mobil

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Nichias Metalworks Indonesia Butuh Warehouse Section Head-Plan Supervisor

Menurutnya, dengan beban PPN yang meningkat, rakyat kecil harus mengalokasikan lebih banyak untuk pajak tanpa adanya peningkatan pendapatan yang memadai. 

Redistribusi pendapatan yang timpang akan semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin, menjadikan beban hidup masyarakat kecil semakin berat. 

"Bagi Partai Buruh dan KSPI, kebijakan ini mirip dengan gaya kolonial yang membebani rakyat kecil demi keuntungan segelintir pihak," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
 
Saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.

Baca juga: PKS Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12 Persen

Baca juga: Siaga Perayaan Natal & Tahun Baru, PLN Icon Plus Optimalkan Infrastruktur Andal & Stabilitas Layanan

Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi Covid-19.
 
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani. (Tribunnews.com/Fersianus Waku)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved