Kisah Inspiratif

Aiptu Agus Riyanto Sulap TPS Jadi Sekolah Gratis di Kembangan untuk Anak Pemulung dan Yatim Piatu

Diketahui, sekolah gratis yang dinamai 'TPA Maju Bersama' itu berlokasi di RT 10 RW 03 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dedy
Wartakotalive.com
Kisah inspiratif datang dari Aiptu Agus Riyanto, seorang Bhabinkamtibmas Kelurahan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, yang membangun sekolah gratis untuk masyarakat kurang mampu di wilayah kerjanya itu. Bahkan, kebanyakan siswa yang bersekolah di tempat tersebut adalah anak dari seorang pemulung, pedagang kecil, hingga yatim piatu. 

Siswa yang tak tahu cara menjawabnya pun tak segan mengacungkan tangan dan meminta penjelasan dari Agus.

Dengan sigap, sosok Aiptu Agus yang selalu mengenakan pakaian dinas saat mengajar pun, lantas memberikan penjelasan dengan cara paling sederhana.

Ia bahkan memberi contoh menggunakan barang-barang seadanya untuk membuat para siswanya paham.

Sisihkan gaji bulanan

Kepada Warta Kota, Aiptu Agus bercerita bahwa sekolah Maju Bersama itu terbentuk pada Oktober 2019 lalu.

Semula, siswa yang ikut belajar hanyalah 6-8 orang.

Agus dan relawan lain bahkan harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, demi mengajar siswa siswinya. 

Lambat laun, dari hasil menyisihkan uang gaji bulanannya serta bantuan dari Polsek Kembangan, komunitas terkait, serta para relawan dan masyarakat sekitar, sedikit demi sedikit bangunan sekolah itu berhasil didirikan.

"Sebelumnya di sini dulu tempat sampah ya, kemudian kami kelola menjadi tempat belajar seperti," kata Agus saat ditemui di lokasi, Selasa.

Menurutnya, meski berada di bawah pemukiman warga dan cukup terpencil, namun di sekitar lokasi inilah para siswa tinggal bersama keluarganya.

Selain itu, lokasi berdirinya sekolah Maju Bersama itu didapatkan Agus di sela-sela tugasnya menjadi seorang polisi yang menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat di lingkungan Kelurahan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat.

"Kami sering melihat anak-anak di usia sekolah, namun mereka tidak bisa bersekolah secara formal karena dengan beberapa alasan, terutama alasan secara ekonomi, mereka memang tidak ada biaya," ujar Agus.

"Kemudian mereka di sini tinggalnya juga tinggal tidak tetap, jadi dari hal itulah kami membuat atau menidirikan sekolah belajar di sini," imbuhnya.

Menurut Agus, kebanyakan siswanya itu merupakan anak dari orangtua yang berprofesi sebagai pemulung dan pekerja serabutan lain.

"Kemudian, ada juga yang yatim piatu, ada juga yang tidak ada orang tuanya," ujar dia.

Sumber: Wartakota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved