Anak Yatim Korban Rudapaksa

Disdik Karawang Angkat Bicara Soal Anak Yatim Diberhentikan karena Hamil Usai Dirudapaksa

Plt Kepala Disdikpora Karawang, Cecep Mulyawan, mengatakan bahwa hasil keterangan pihak sekolah tidak melakukan pemberhentian atau pengeluaran siswi.

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com
KASUS RUDAPAKSA - Ilustrasi kasus rudapaksa anak yatim. Disdikpora Karawang membantah pihak sekolah telah memberhentikan paksa sekolah anak yatim korban rudapaksa. 

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG — Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang angkat bicara soal anak anak yatim diberhentikan dari sekolah karena hamil usai dirudapaksa tiga pemuda.

Plt Kepala Disdikpora Karawang, Cecep Mulyawan, mengatakan bahwa hasil keterangan pihak sekolah tidak melakukan pemberhentian atau pengeluaran siswi tersebut.

Akan tetapi, siswi itu mengundurkan diri sendiri dari sekolah.

"Dari kepala sekolah sendiri sudah melaporkan ke dinas bahwa siswa itu (sebenarnya) mengundurkan diri. Ada buktinya, fotokopinya juga sudah disampaikan ke saya. Mungkin karena malu atau alasan lain," terang Cecep Mulyawan.

Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya memberikan kesempatan agar tetap belajar kembali.

Jika tidak memungkinkan untuk kembali ke sekolah secara langsung, pembelajaran jarak jauh (PJJ) bisa menjadi solusi.

Baca juga: Catat, One Way saat Mudik Lebaran 2025 pada 28-30 Maret 2025 Berlaku Nonstop

Baca juga: Kejar Bandar Narkoba, Polisi Tangkap Ketua Bawaslu Bandung Barat saat Pesta Sabu

"Ya bisa saja dilakukan, seperti saat COVID-19 dulu. Kepala sekolahnya juga sudah menyatakan ke saya, kalau mau pembelajaran jarak jauh ya silakan," katanya.

Seorang anak yatim usia 15 tahun korban rudapaksa tiga pemuda di Karawang harus putus sekolah dari bangku SMP.

Korban yang duduk dibangku kelas 9 di SMP Negeri 2 Karawang Timur itu diminta mengundurkan diri dari sekolah pada Oktober 2024 dengan alasan tengah mengandung atau hamil.

"Iya disuruh mengundurkan diri sama sekolah karena anak saya hamil," kata Dwi, ibu korban pada Kamis (6/3/2025).

Dwi menyebutkan, sempat meminta permohonan agar anaknya bisa tetap sekolah. Kalaupun tidak bisa datang ke sekolah, bisa dilakukan secara online di rumah.

Namun pihak sekolah justru meminta Dwi untuk menandatangi surat pengunduran diri anaknya.

Baca juga: Menteri LH Ungkap, 35 Juta Kubik Meter Air Guyur Kawasan Puncak, Bikin Jabodetabek Banjir Parah

Baca juga: Jadwal Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Jumat 7 Maret 2025, Cek Lokasinya

"Malah disuruh anak saya daftar sekolah paket nomor handphone sekolah paket pun saya dapat dari pihak sekolah," ungkap Dwi.

Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 2 Karawang Timur, Nedi Somantri membantah pihaknya telah mengeluarkan anak tersebut.

Ia menyebut bahwa orangtuanya yang ingin memindahkan anaknya ke Jawa dan sekolah meminta untuk menandatangani surat pengunduran diri.

"Bawa saja korban dan orang tua korbannya ke sini, walaupun korban pemerkosaan itu kan pergaulan. Siapa yang menjebak? bawa pelakunya sekalian ke sini, saya kan harus objektif, nanti kita kumpulkan dengan Tata Usaha (TU) dan yang mengeluarkannya," kata Nedi dengan nada tinggi kepada pewarta pada Rabu, (5/3/2025) kemarin.

Nedi juga menjelaskan bahwa pihak sekolah memiliki aturan tata tertib dan prosedural tersendiri untuk mengeluarkan siswa yang melanggar tata tertib sekolah.

Sekolah juga justru menginginkan agar anak itu bisa tetap sekolah secara online.

Baca juga: SIM Keliling Kabupaten Bekasi Jumat Ini, 7 Maret 2025, di Pospol Mega Regency Serang Baru

Baca juga: Jadwal Layanan SIM Keliling Karawang, Jumat, 7 Maret 2025, di Yogya Grand Karawang

"Saya tidak mengetahui mengenai pengeluaran ini, sekolah juga kan punya aturan tata tertib dan prosedural, harus ada Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 dan SP 3 terlebih dahulu," tegas Nedi.

Seorang anak yatim usia 15 tahun di Kabupaten Karawang menjadi korban rudapaksa tiga orang pemuda.

Peristiwa rudapaksa itu terjadi pada Agustus 2024 dan saat ini korban hamil tujuh bulan.

Dwi, orangtua korban mengungkapkan, peristiwa naas yang menimpa anaknya itu terjadi pada Agustus 2024 bertempat di area belakang GOR Adiarsa Karawang.

Korban, yang saat itu tengah bermain bersama adiknya. Akan tetapi, korban didatangi tiga orang pelaku langsung memegangi dan membekap korban hingga merudapaksanya.

"Anak saya itu lagi main sama adiknya di GOR, adiknya diajak pergi dulu keluar tapi ternyata seperti sudah ada rencana buat berbuat jahat gitu," katanya kepada awak media pada Kamis (6/3/2025).

Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi, Jumat ini, 7 Maret 2025 untuk Sementara di Kantor Kecamatan Bekasi Timur

Baca juga: Jadwal Imsakiyah Kabupaten Karawang, 7 Ramadan 1446 H, Jumat 7 Maret 2025, dan Niat Puasa Ramadan

Dwi juga mengatakan jika dirinya telah melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian pada Oktober 2024 lalu.

Polres Karawang telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Namun, hingga saat ini belum ada tindaklanjut terkait kasus tersebut.

"Kita sudah melapor pada Oktober 2024 tetapi hingga kini kita selaku keluarga belum menerima informasi terbaru mengenai kelanjutan proses hukum," terangnya.

Kata Dwi, pihak Kepolisian sebetulnya sudah melakukan upaya pemanggilan ketiga pelaku berinisial I, A, dan L.

Bahkan, ketiga pelaku itu sudah mengakui perbuatannya. Dari keterangan, A dan L melakukan rudapaksa terhadap K, bahkan L melakukannya hingga dua kali.

Sementara itu, I diduga melakukan pelecehan fisik. Bahkan, ia juga sempat dipertemukan dengan keluarga para pelaku di Polres Karawang.

“Tapi mana tidak ada kejelasan dan proses hukumnya. Anak saya sekarang hamil enam bulan jalan tujuh,” ungkap ibu korban.

Baca juga: Jadwal Imsakiyah Kabupaten Bekasi, 7 Ramadan 1446 H, Jumat 7 Maret 2025, dan Niat Puasa Ramadan

Baca juga: Jadwal Imsakiyah Kota Bekasi, 7 Ramadan 1446 H, Jumat 7 Maret 2025, dan Niat Puasa Ramadan

Polisi Bantah Mediasi

Sementara itu, Kasi Humas Polres Karawang, Ipda Solihkin mengatakan kasus ini berjalan sesuai tahapan.

"Proses berjalan sesuai tahapan demi tahapan," katanya saat dikonfirmasi awak media.

Lanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karawang, Ipda Rita Zahara, menyebut kasus tersebut sudah diproses dan sudah naik penyidikan.

Dia juga membantah jika kepolisian mengupayakan perdamaian antara korban dan pelaku.

"Kalau kami tidak ada mediasi. Maksudnya tidak ada memfasilitasi mediasi," kata Rita. 

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved