Berita Nasional

Selain Tommy Soeharto, Satgas BLBI Akan Buka-bukaan Terkait Pemanggilan Obligor lain Jumat Ini

Satgas BLBI akan menggelar jumpa pers terkait siapa saja obligor yang akan dipanggil menuntaskan hutang pada negara, selain Tommy Soeharto.

Editor: Valentino Verry
Tribunnews.com
Satgas BLBI akan mengumumkan 48 obligor kakap yang berhutang pada negara, selain Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, Jumat (27/8/2021) ini. 

TribunBekasi.com, Jakarta - Satuan Tugas (Satgas) disebutkan akan buka-bukaan terkait pemanggilan semua obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Jumat (27/8/2021)pekan ini. 

Nantinya, Satgas BLBI memberikan informasi melalui sesi keterangan pers yang dihadiri keseluruhan anggota, termasuk Ketua Harian Satgas BLBI Rionald Silaban. 

"Jumat pagi (pekan ini) pukul 09.00 ada konferensi pers oleh Satgas (BLBI), di Mezzanine (Kementerian Keuangan) kayaknya," ujar sumber Tribunnews, Rabu (25/8/2021). 

Baca juga: Rahmat Effendi Tetap Berkantor di Stadion Patriot Candrabhaga saat Liga 1 2021/2022 Bergulir

Adapun dari sisi teknis, penyelenggaraan sesi konferensi pers dilakukan secara virtual untuk mengurangi dampak penyebaran Covid-19. 

"Iya online, tapi narasumbernya mungkin kumpul di Mezzanine," pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa pemanggilan untuk menyelesaikan tunggakan hutang kepada negara terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dilakukan kepada semua obligor dan debitur, tidak hanya kepada Tommy Soeharto

Dalam video rilis di youtube Kemenko Polhukam Rabu (25/8/2021), Mahfud MD yang juga Ketua Pengarah Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih (Satgas BLBI) mengatakan bahwa pemanggilan dilakukan untuk sekitar 48 obligor dan debitur terkait BLBI, dengan total kewajiban mengembalikan hutang kepada negara sebesar Rp 111 triliun, 

Tommy Soeharto sendiri hingga perhitungan terakhir hutangnya Rp 2,6 triliun.

Di luar Tommy, masih banyak yang hutangnya belasan triliun untuk BLBI, dan semua dipanggil. 

“Ini adalah uang rakyat, dan saat ini rakyat sedang susah, sehingga tidak boleh hutang tidak dibayar,” tegas Mahfud. 

Baca juga: GANJIL Genap Hari Pertama di DKI, Dirlantas Polda Metro: di Jalan Rasuna Said Banyak yang Melanggar

Mahfud juga mengatakan dirinya sudah bicara dengan para penegak hukum; Ketua KPK, Kapolri dan Jaksa Agung. 

“Saya sampaikan, kalau semua mangkir, tidak mengakui padahal ada dokumen hutangnya, maka jika tidak bisa diselesaikan secara perdata, maka bisa jadi kasus pidana,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menghitung jumlah aset obligor BLBI mencapai Rp 110 triliun.

Menurut dia, Satgas akan melengkapi dokumen pendukung terkait sebelum melakukan eksekusi terhadap 22 obligor BLBI.

"Kita akan terus memperbaiki dari sisi informasi dan juga dokumen pendukung yang konsisten, sehingga kita akan bisa melakukan eksekusi. Jumlahnya adalah Rp 110 triliun, terdiri dari 22 pihak obligor 22 yaitu orang yang pinjam ke bank sebanyak 112.000 berkas," ujarnya saat konferensi pers "APBN KITA Edisi April 2021" secara virtual, 22 April 2021.

Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya bersama Satgas terus identifikasi langkah-langkah untuk bisa melakukan pemulihan kembali atau mendapatkan kembali aset dari BLBI.

Kendati untuk aset karena menyangkut kondisi aset berumur 20 tahun lalu, dia yakin dari sisi dokumentasi, Satgas BLBI masih bisa terus dikoleksi melalui berbagai sumber dan dokumen.

Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Desak Polri Tindak Tegas Muhammad Kece yang Ingin Membelah Persatuan Bangsa

Eks direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, Satgas BLBI juga akan mengumumkan secara detil 22 pihak obligor sebelum eksekusi aset mereka.

"Berbagai macam nanti jumlah obligor yang terkait akan diumumkan saat kita melakukan langkah-langkah lebih firm. Ini terus kita siapkan dan akan disampaikan di Satgas," pungkas Sri Mulyani.

Satgas BLBI dibentuk Jokowi

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, total utang perdata yang merupakan hak negara dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), diperkirakan lebih dari Rp109 triliun.

Nilai tersebut, kata dia, didapatkan setelah ia membahasnya bersama Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dan Jamdatun Kejaksaan Agung.

Hitung-hitungan tersebut meralat informasi sebelumnya yang ia sampaikan terkait nilai utang perdata hak negara, yakni Rp 108 triliun.

Baca juga: Pemkot Bekasi Ijinkan Warga Gelar Resepsi Pernikahan, Undangan Dibatasi 20 Orang

"Saya baru saja memanggil Dirjen Kekayaan negara dan Jamdatun dari Kejaksaan Agung."

"Tadi menghitung 109 lebih, hampir 110."

"Jadi bukan hanya Rp 108 triliun, tapi kira-kira Rp 109 triliun lebih," kata Mahfud MD dalam keterangan video dari Tim Humas Kemenko Polhukam, Senin (12/4/2021).

Namun demikian, kata Mahfud MD, dari nilai tersebut, pemerintah masih harus menghitung dengan hati-hati terkait nilai yang masih realiatis untuk ditagih saat ini.

"Tapi dari itu yang masih realistis untuk ditagih itu berapa, ini masih sangat perlu kehati-hatian," tutur Mahfud MD.

Mahfud MD berencana mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk meminta data pelengkap terkait kasus BLBI, Selasa (13/4/2021) besok.

Mahfud MD mengatakan, data tersebut di antaranya data lain di luar hukum perdata yang bisa ditagihkan, bersama tagihan dalam kasus perdatanya.

Baca juga: Permintaan Atribut Partai Melesu, Pengusaha Sablon Salahkan Politik Uang

"Saya sudah koordinasi dengan KPK, saya perlu data-data pelengkap dari KPK."

"Karena tentu KPK punya data-data lain di luar soal hukum perdata yang bisa ditagihkan."

"Digabungkan ke perdata karena pidananya sudah diusut."

"Hari Selasa besok saya akan ke KPK," ucapnya.

Mahfud MD menjelaskan dua alasan mengapa KPK tidak masuk ke dalam Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, yang telah dibentuk pemerintah.

Pertama, kata dia, KPK adalah lembaga penegak hukum pidana.

"Kedua, KPK itu adalah lembaga dalam rumpun eksekutif, tetapi bukan bagian dari pemerintah, sehingga dia seperti Komnas HAM dan sebagainya.

Baca juga: Sebanyak 120 Lokasi di Kabupaten Bekasi Rawan Banjir, Pj Bupati: Siapkan Penanganan Skala Prioritas

"Dia kalau masuk ke tim kita nanti dikira disetir, dikooptasi, dan sebagainya."

"Biar dia bekerja lah, kalau memang ada korupsinya dari kasus ini nantikan bisa dia ikut, bisa tetap diawasi," jelas Mahfud MD.

Mahfud MD membeberkan alasan dibentuknya Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI berdasarkan Keppres 6/2021.

Mahfud MD mengatakan, Kepres tersebut keluar karena dana BLBI selama ini baru berupa jaminan surat, jaminan uang, jaminan deposito, dan sebagainya.

Dana tersebut, kata Mahfud MD, selama ini belum dieksekusi karena masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA).

"Karena dana BLBI itu selama ini baru berupa jaminan surat, jaminan uang, jaminan deposito, dan sebagainya, belum dieksekusi karena menunggu putusan MA."

Baca juga: YouTuber Muhammad Kece Ditangkap, Ini Seruan PP Muhammadiyah untuk Masyarakat

"Apakah di dalam penanganannya itu sudah benar atau tidak."

"MA sekarang sudah membuat putusan yang itu tidak bisa kita tolak. Itu urusan MA," cetus Mahfud MD.

Bahwa ada masyarakat masih mempersoalkan hal tersebut, kata Mahfud MD, silakan lapor ke MA.

Namun, kata dia, bagi pemerintah kebijakan BLBI tahun 1998 sudah selesai dan sudah dianggap benar, meskipun negara rugi karena waktu itu situasinya menghendaki itu.

"Kemudian RD, release, dan discharge, pada tahun 2004 juga menurut keputusan MA juga sudah selesai."

"Oleh sebab itu, sekarang hak perdatanya kita tagih, karena semula ini kan perjanjian perdata."

"Sudah pidananya tidak ada kata MA, maka ya kita kembali ke perdata, kita tagih sekarang," terang Mahfud MD.

Mahfud MD juga meminta KPK dan masyarakat mengawasi kinerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang dibentuk pemerintah.

Baca juga: Duet Via Vallen dan Dewi Perssik di Ini Dangdut, Mampu Tarik 10 Ribu Penonton

Mahfud MD meminta masyarakat untuk tak segan melaporkan hal yang dicurigainya terkait kinerja satgas, kepada aparat penegak hukum.

"Awasi kami mengurusi uang Rp 109 triliun ini, silakan diawasi, itu tugas KPK."

"Masyarakat juga mengawasi, kalau ada yang aneh lapor saja ke KPK, lapor ke polisi, lapor ke Kejaksaan Agung," tegasnya.

Mahfud MD juga memastikan Satgas akan bekerja transparan.

Hal itu karena menurutnya masyarakat berhak mengetahui terkait kerja yang dilakukan oleh Satgas.

"Pasti transparan, karena ini kan hak masyarakat untuk tahu, nanti akan ada pemanggilan-pemanggilan."

"Kemudian akan diumumkan uangnya berapa yang bisa langsung dieksekusi itu seberapa besar, kita nanti akan transparan ke masyarakat," beber Mahfud MD.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres 6/2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI pada 6 April 2021.

Baca juga: Lapak Pengepul Barang di Pondok Gede Ludes Dilalap Si Jago Merah, Kerugian Ratusan Juta Rupiah

“Dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti, dibentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI."

"Yang selanjutnya disebut Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI,” begitu bunyi pasal 1 peraturan yang dapat diakses pada laman JDIH Sekretariat Kabinet ini.

Dituangkan dalam Keppres, pembentukan satgas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden ini bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien.

Berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.

“Dalam melaksanakan tugas, Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dapat melibatkan dan/atau berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian," ucapnya.

"Instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu,” bunyi ketentuan dalam peraturan ini.

Susunan organisasi Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI ini terdiri dari pengarah dan pelaksana.

Tugas dari pengarah adalah sebagai berikut:

a. menyusun kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI;

b. mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan strategis dan terobosan yang diperlukan dalam rangka percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI;

c. memberikan arahan kepada pelaksana dalam melaksanakan percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI; dan

d. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI.

Pengarah terdiri dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menko Bidang Perekonomian; Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi; Menteri Keuangan (Menkeu); Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham); Jaksa Agung; dan Kapolri.

Sedangkan, pelaksana memiliki tugas sebagai berikut:

a. melakukan inventarisasi dan pemetaan hak tagih negara dan aset properti BLBI;

b. melaksanakan kebijakan strategis, langkah-langkah penanganan serta terobosan yang diperlukan dalam rangka penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI;

c. dalam hal diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang memerlukan terobosan dalam rangka penyelesaian penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI, menyampaikan rekomendasi pengambilan kebijakan baru kepada pengarah;

d. melakukan upaya hukum dan/atau upaya lainnya yang efektif dan efisien bagi penyelesaian, penanganan, dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI;

e. meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan antarkementerian/lembaga; dan

f. melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Struktur pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan tujuh orang anggota.

“Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada pengarah sesuai dengan kebutuhan dan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan selaku pengarah."

"Paling sedikit satu kali setiap enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan,” bunyi Keppres ini.

Di bagian akhir Keppres 6/2021 disebutkan, segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Satgas dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan.

“Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI bertugas sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023,” tegas Presiden Jokowi dalam peraturan yang berlaku sejak ditetapkan ini.

Sebagaimana dituangkan pada bagian awal Keppres, saat terjadi krisis sektor keuangan tahun 1997, pemerintah memberikan BLBI terhadap korporasi atau perseorangan.

Pelaksanaan pemulihannya dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Dengan berakhirnya masa tugas dan bubarnya BPPN yang diatur melalui Keppres Nomor 15 Tahun 2004, maka segala kekayaan BPPN menjadi kekayaan negara yang dikelola oleh Menkeu.

Dalam pengelolaan kekayaan negara oleh Menkeu itu, masih terdapat hak tagih negara atas sisa piutang negara maupun aset properti terhadap beberapa korporasi atau perseorangan, dengan kompleksitas permasalahan yang memerlukan penanganan dan pemulihan hak tagih negara.

Dalam rangka penanganan dan pemulihan hak tagih tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat, fokus, terpadu, dan sinergis antarkementerian/lembaga.

Hal-hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan diterbitkannya Keppres 6/2021 ini oleh Presiden Joko Widodo. (Tribunnews/Yanuar Riezqi Yovanda)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved