Berita Daerah
Wabah Penyakit Kuku dan Mulut Mengganas, Peternak Menangis karena Terlilit Utang Kredit Usaha Rakyat
Ganasnya wabah PMK dan membuat peternak elus dada, terjadi di wilayah Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung.
TRIBUNBEKASI.COM - Sejumlah peternak menangis lantaran penyakit mulut dan kuku (PMK) semakin mengganas.
Ganasnya wabah PMK dan membuat peternak elus dada, terjadi di wilayah Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung.
Diketahui, banyak sejumlah sapi perah ditemukan tak bernyawa akibat dampak serangan wabah PMK.
Kejadian ini bukan hanya buat para peternak berduka, namun banyak di antara mereka yang terlilit utang Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Baca juga: Hewan Kurban Terpapar PMK? Ini Langkah-langkah yang Dilakukan Menurut Pemerintah Kota Jakarta Barat
Baca juga: Takut Merugi Gara-gara PMK, Udin Lebih Memilih Jualan Kambing untuk Hewan Kurban
Baca juga: Pemkab Bekasi Targetkan 1.700 Hewan Ternak Terima Vaksinasi PMK
"Banyak sapi yang dibeli dari pinjaman dana KUR. Tapi sekarang sapinya mati," ucap seorang peternak yang dipanggil Ino.
Ino mengungkapkan, matinya sapi perah dari dana KUR ini menjadi beban tersendiri.
Sebab alat produksi peternak sudah mati, sementara mereka masih harus mengembalikan utang.
Kondisi ini yang membuat banyak peternak dirundung duka.
"Sekarang ininya tangisan dari ibu-ibu peternak yang sapinya mati. Di warung kopi pun saya tidak berani bicara soal sapi, karena sudah terlalu sensitif," ujar Oni.
Saat ditanya jumlah sapi peternak yang mati, Oni menyebut sangat banyak.
Bahkan angka ini jauh lebih banyak dibanding jumlah yang dilaporkan secara resmi.
Banyak sapi yang mati dikuburkan tidak jauh dari kandangnya.

Seekor sapi perah milik warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo mati karena serangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang mengganas di wilayah Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung.
"Kami sering gotong royong menyeret sapi yang mati ke kuburnya. Karena ukurannya besar, tidak kuat kalau hanya beberapa orang saja," tuturnya,
Sebagian peternak menjual sapi ke pedagang saat sudah terkapar terserang PMK.
Harga jualnya jatuh, jika saat sehat seharga Rp 30 juta, namun saat kena PMK dan sudah jatuh harganya tinggal Rp 2.000.000.
Meski harganya jauh dari harga pasaran, setidaknya bisa memberikan sedikit uang untuk peternak.
Oni juga mengeluhkan cepatnya PMK menular.
Ia mencontohkan, 13 ekor sapinya terserang PMK hanya berselang 3 hari sejak divaksin.
Dampaknya pun semakin membuat sakit pada sapi sulit dikendalikan.
"Sebelum vaksin kena PMK, disuntik mantri sekali langsung sembuh, tidak sampai kena kuku. Tapi ini per ekor dua kali suntik belum sembuh, bahkan merembet ke kaki," keluhnya.
Para peternak juga sulit mengakses pengobatan gratis.
Semua dilakukan lewat jasa mantri hewan dan berbayar.
Apalagi ada kenaikan harga obat-obatan di saat serangan PMK semakin meluas seperti saat ini.
"Misalnya obat penurun panas biasanya hanya Rp 750.000 per botol. Sekarang tembus Rp 2.000.000 per botol" ujar Oni.
Ada sejumlah sapi yang bisa disembuhkan, namun produksi susu tidak bisa pulih seperti semula.
Sapi yang sembuh hanya bisa mencapai 50 persen dari produksi susu sebelum kena PMK.
Produksi susu bisa pulih jika induk sapi kembali bunting dan melahirkan.
Masalah timbul, karena sapi yang baru sembuh kondisinya kurus.
Perlu pemulihan fisik lebih dulu sebelum indukan sapi siap dikawinkan.
Oni memperkirakan, butuh satu tahun hingga sapi berproduksi secara normal kembali.
"Proses untuk pulih itu lama, bisa satu tahun lebih. Karena itu kami butuh perhatian dari pemerintah," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul "Peternak Sapi di Tulungagung Menangis, Wabah PMK Mengganas Banyak Sapi Perah Mati"