Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Gereja Sion Dibangun Sejak 1693 dari Batu Bata yang Direkat Gula Panas dan Pasir
Gereja Sion yang Dibangun sejak 1693 dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas. Terbukti tahan gempa Krakatau
Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA ----- Geraja yang berada di pusat kota Jakarta biasanya berusia lebih dari satu abad karena dibangun saat zaman Hindia Belanda.
Dari banyaknya geraja yang dibangun, ada gereja yang berusia lebih dari 3 abad. Sehingga ditasbihkan sebagai gereja tertua di Jakarta
Jakarta memiliki gereja yang usianya lebih dari 3 abad.
Gereja Sion yang terletak di Jl. Pangeran Jayakarta memiliki banyak sejarah Jakarta.
Gereja Sion di Jakarta Barat merupakan gereja tertua di Indonesia yang hingga kini masih aktif dan banyak dikunjungi orang.
Nama lain Gereja Sion adalah Portugese Buitenkerk, yang artinya "Gereja Portugis di Luar".
Saat zaman penjajahan Belanda, lokasi Gereja Sion berada di luar tembok Batavia, sehingga tempat ibadah ini dianggap terletak di pelosok pada masanya.
Dalam sejarah Gereja Sion, bangunan gereja tua ini juga memiliki nama Belkita, semasa Hindia Belanda menguasai Batavia.
Karena pada masa pendudukan Belanda setelah mengambil alih pendudukan Portugis, pemerintahan Belanda masa itu membangun tembok batas pertahanan kota pemerintahannya.
Gereja Sion dibangun sebagai pengganti sebuah pondok terbuka yang sangat sederhana.
Pondok ini sudah tak memadai bagi warga Portugis Hitam.
Adapun jemaah Gereja Sion ialah tawanan Portugis dan para budak dari India, Portugis Mardijkers berstatus tawanan yang berasal dari Malaya dan India untuk beribadah.
Sebagai tawanan, mereka dibawa ke Batavia oleh VOC bersamaan dengan jatuhnya wilayah kekuasaan Portugis di India, Malaya, Sri Lanka, dan Maluku.
Belanda membangun Gereja Sion ini diperuntukkan bagi kaum Portugis Hitam (Mardijkers) yang dibawa dari tanah jajahan mereka di Asia.
Orang-orang itu dibawa Belanda dengan status budak atau tawanan.
Sesampainya di Batavia, Belanda menawarkan kemerdekaan bagi mereka dari status sebagai budak dengan syarat mereka mau berpindah agama dari Katolik (agama resmi bangsa Portugis) menjadi Kristen Protestan.
Ketika mereka bersedia, Belanda lalu membuatkan gereja yang pada awalnya bernama De Nieuwe Portugeesche Buitenkerk ini.
Kaum Portugis Hitam inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal leluhur penghuni Kampung Tugu di Semper, Jakarta Utara.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Gedung KPK Awal Proses Pembangunannya Disawer Masyarakat Hingga Rp403 Juta
Baca juga: Sejarah Jakarta: Gereja Immanuel Jakarta Dibangun Tahun 1834 Punya Orgel yang Berfungsi Hingga Kini
Adapun dalam sejarah Gereja Sion, gereja ini dibangun pada tahun 1693 oleh arsitek Ewout Verhagen.
Peletakan batu pertama dilakukan anak Gubenur Jenderal Hindia Belanda saat itu Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693.
De Nieuwe Portugese Buitenkerk atau yang bernama Gereja Sion saat ini selesai dibangun pada tahun 1695 di atas tanah hibah dari Karel Reiniersz.
Pada waktu yang sama dengan selesainya pembangunan gereja, khutbah pertama berbahasa Belanda dibawakan oleh Pendeta Theodarus Zas.
Peresmian gedung gereja dilakukan pada hari Minggu, 23 Oktober 1695 dengan dihadiri gubernur jenderal Willem van Outhoorn.
Cerita lengkap pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda pada sebuah papan peringatan. Sampai sekarang, masih bisa dilihat di dinding gereja.
Pada sejarah Gereja Sion, gereja ini sempat ditutup pada masa pendudukan Jepang.
Kemudian kembali dibuka pada tahun 1946 oleh Charles Poire, seorang pendeta Inggris yang kemudian menamai gereja ini sebagai Gereja Sion pada tahun 1951.
Pada tahun 1965 gereja berubah nama baru menjadi Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Jemaat Sion.

Saat ini Gereja Sion telah dtetapkan sebagai Cagar Budaya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 193/M/2017.
Gereja ini pernah dipugar pada 1920 dan sekali lagi pada 1978.
Hingga saat ini Gereja Sion merupakan salah satu bangunan tertua di Jakarta yang fungsinya masih sama seperti awal dibangun.
Sejak awal dibangun Gereja Sion ditopang 10.000 kayu dolken bulat sebagai fondasi bangunannya.
Berkat fondasi itu juga, Gereja Sion masih berdiri hingga saat ini.
Bahkan, gempa bumi besar yang diakibatkan oleh letusan gunung Krakatau pada 1883 disebut-sebut tak sedikit pun meretakkan Gereja Sion.
Selain itu keunikan bangunan Gereja Sion ialah Seluruh tembok bangunan terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas.
Bangunan berbentuk persegi empat ini punya luas total 24 x 32 meter persegi.
Pada bagian belakang, dibangun bangunan tambahan berukuran 6 x 18 meter persegi.
Gereja Sion mampu menampung 1.000 jemaat. Sedang luas tanah seluruhnya 6.725 meter persegi.
Gereja Portugis termasuk gereja bangsal (hall church). Gereja ini membentuk satu ruang panjang dengan tiga bagian langit-langit kayu yang sama tingginya dan melengkung seperti setengah tong.
Langit-langit itu disangga enam tiang.
Gereja menghadap utara, gaya interior berupa baroque sedangkan eksterior banyak dipengaruhi arsitektur Romawi Kuno.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Vihara Amurva Bhumi di Setiabudi Saksi Bisu Toleransi Agama di Tanah Betawi
Baca juga: Sejarah Jakarta: Taman Suropati Berusia Lebih 1 Abad Mulanya Berbentuk Bukit
Gereja Sion terbagi atas ruang ibadat, mimbar, balkon, dan kantor gereja.
Selain itu, gereja memiliki koleksi kursi besar berukir yang dibuat pada pertengahan abad ke 17, kemudian sebuah Orgel yang masih berfungsi ditaruh di atas balkon gereja.
Gereja memiliki 7 jendela besar dan tegel terbuat dari batu andesit, bentuk atap trapezium, pintu utama terdapat di utara dan pintu lainnya berada di sebelah barat.
Di sebelah barat gereja terdapat beberapa makam, salah satunya yaitu Gubernur Jenderal Henric Zwaardcroon (1728).
Sebuah lonceng buatan tahun 1675 masih terpasang di sisi utara serambi gereja.
Selain lonceng tua, Gereja Sion juga memiliki organ pipa tua yang sampai sekarang masih terawat baik. Organ ini diletakkan di balkon yang disangga empat tiang langsing.
Organ ini pemberian putri seorang pendeta bernama John Maurits Moor tahun 1860.
Kini organ pipa di Gereja Sion sudah berusia 163 tahun dan menjadi salah satu organ dan alat musik tertua yang masih beroperasi di Indonesia.
Namun organ pipa di Gereja Sion ini terakhir kali dipakai pada 8 Oktober 2000.
Sejarah Jakarta: Pelabuhan Sunda Kelapa Sudah ada Sejak Abad ke 5 Masih Tetap Beroperasi Hingga Kini |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta: Asal Usul Nama Tomang, dari Tempat Jin Buang Anak Hingga Berarti Dapur |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta: Kolam Renang Bulungan Dibangun Ali Sadikin, Pernah Dikunjungi Ratu Elizabeth II |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta: Gedung Pancasila Berusia Lebih Dua Abad, Bekas Rumah Panglima Perang Belanda |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta: Masjid Raya di Jakarta Rupanya Masjid KH Hasyim Asyari, Pernah Tampung Pasien Covid |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.