Sidang Mario Dandy

Pakai Kemeja Batik, Mario Dandy Kena Semprot, Jaksa Penuntut Umum: Mohon Pakaiannya Hitam Putih Saja

Jaksa pun meminta agar Mario Dandy ke depannya mengenakan pakaian hitam putih saja, sebagaimana biasanya.

Penulis: Nurmahadi | Editor: Dedy
Wartakotalive.com
Terdakwa Mario Dandy Satriyo kena semprot Jaksa Penuntut Umum (JPU), terkait pakaian yang dikenakannya saat menghadiri persidangan. 

TRIBUNBEKASI.COM, PASAR MINGGU --- Kenakan pakaian batik saat menghadiri persidangan, terdakwa Mario Dandy Satriyo kena semprot Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Momen Mario Dandy kena semprot jaksa itu terjadi setelah Majelis Hakim mengetuk palu untuk menunda persidangan hingga Selasa (27/6/2023) mendatang.

Teguran itu dilayangkan jaksa lantaran Mario Dandy memakai batik saat menghadiri persidangan.

Jaksa pun meminta agar Mario Dandy ke depannya mengenakan pakaian hitam putih saja, sebagaimana biasanya.

BERITA VIDEO : TAK DIDAMPINGI ORANGTUA, MARIO DANDY MENANGIS SAAT REKONSTRUKSI

"Izin untuk terdakwa Mario, terdakwa Mario dalam persidangan ke depan mohon pakaiannya hitam putih saja," tegur jaksa.

Mendengar teguran tersebut, Mario Dandy hanya menganggukan kepalanya.

"Terimakasih," kata jaksa, membalas anggukan kepala Mario Dandy.

Baca juga: Usai Aniaya David Ozora, Mario Dandy Bentak Satpam saat Akan Diamankan, Ciut Saat Akan Diborgol

Diketahui, dalam dua persidangan terakhir, Mario Dandy tampil berbeda dari biasanya.

Awal persidangan, Mario Dandy memang terlihat mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang.

Namun pada persidangan Kamis (15/6/2023) dan Selasa (20/6/2023), Mario Dandy mengenakan kemeja batik dipadukan celana hitam dan sepatu pantofel.

Pada persidangan Kamis (15/6/2023) minggu kemarin, Mario Dandy tampak mengenakan kemeja batik hijau.

Sementara pada persidangan hari ini, Selasa (20/6/2023), dia tampak mengenakan kemeja batik berwarna hitam.

Sebagai informasi, Mario Dandy dan Shane Lukas telah dijadikan terdakwa, kasus penganiayaan berat berencana terhadap Crytalino David Ozora (17).

Diketahui, Mario Dandy didakwa dengan pasal kesatu: Pasal 355 Ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Atau dakwaan kedua: Pasal 76 c jucto pasal 50 ayat 2 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Berdasarkan dakwaan kesatu primair, yaitu Pasal 355 Ayat 1 KUHP, Mario Dandy praktis terancam pidana penjara selama 12 tahun.

Di sisi lain, Shane Lukas didakwa Pasal 353 ayat (2) KUHP subsider Pasal 355 ayat (1) tentang penganiayaan berat subsider kedua Pasal 76 C Pasal 80 Ayat 2 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Saksi dari LPSK dicecar kuasa hukum Mario Dandy

Kuasa hukum Mario Dandy, Andreas Nahot Silitonga mencecar saksi ahli penghitung restitusi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdanev Jova terkait perhitungan restitusi.

Dalam persidangan tersebut, Andreas mulai melayangkan berbagai petanyaan, salah satunya kewenangan LPSK untuk menghitung besaran restitusi hingga Rp 120 miliar.

"Pertanyaan saya apabila seseorang jelas, dalam kasus ini permintaan pak Jonathan hanya Rp 52 miliar, apakah ada kewajiban LPSK untuk menghitung menjadi Rp120 M?" tanya dia.

"Dengan rujukan yang LPSK dapat penghitungannya Rp 120 miliar, proyeksi," jawab Jova.

"Rujukan bapak ilmiah tidak, atau ada tidak parameter SOP di LPSK yang bapak bilang rujukan tadi?" cecar Andreas.

Kemudian, Jova pun menuturkan LPSK melakukan penilaian usai melihat David Ozora mengalami Diffuse Axonal Injury 2.

Berdasarkan hal tersebut, Jova mengaku mendapat rujukan jika penderita Diffuse Axonal Injury, hanya 10 persen yang sembuh.

Sehingga, ada 90 persen orang lainnya yang tak sembuh atau tak juga kembali dalam kondisi keadaan semula.

"Seberapa hebat LPSK bisa memastikan DO ini tidak masuk dalam 10 persen yang mungkin sembuh tadi? Gimana saudara mengatakan DO ini pasti menderita sampai usia 71, hingga hitungannya harus sampai 71?" tanya Andreas Nahot Silitonga.

Menanggapi hal itu, Nova menuturkan persoalan itu merupakan bagian dari proyeksi.

Sementara itu, LPSK menilai korban juga tak bakal menduga mengalami sakit dengan kondisi Diffuse Axonal itu. 

Alhasil, guna mengatasi proyeksi kemungkinan-kemungkinan itu, LPSK mendasari penghitungan setahun dengan proyeksi kebutuhan David Ozora hingga berumur 71 tahun.

"Saya tanya lagi, bicara lagi proyeksi, sekarang David lah kita bilang, kita sangat simpati dengan David dan mendoakan kesembuhan. Ada fakta makin membaik, nah apakah kondisi itu tak jadi pertimbangan dari LPSK, dan LPSK tetap melihat dia tak akan mungkin sembuh begitu?" tanya kuasa hukum Mario Dandy.

"Saya keberatan menjawab soal diksi sembuh tidak sembuh, ini bukan kewenangan saya juga tuk menjawab," jawab Jova.

Menengahi hak tersebut, Ketua majelis hakim, Alimin Ribut mengatakan LPSK hanya melakukan penghitungan restitusi saja berdasarkan metode LPSK.

Sedangkan tim pengacara terdakwa yang tak sependapat, bisa menyanggahnya lain kali.

"Inilah yang saksi hitung dengan dasar dari RS Mayapada tadi. Jika penasihat hukum tak sependapat, itu hak untuk menyanggah ada, bahkan untuk second opinion juga ada," ucap hakim.

(Sumber : Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nurma Hadi/m41)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

 

 

Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved