Kasus Timah

Penghitungan Kerugian Negara pada kasus Timah Pakai Permen LHK, Jaksa Dinilai Salah Terapkan Aturan

Kejagung telah melimpahkan 22 tersangka kasus korupsi timah ke Kejari Jaksel. Kejagung menyebut kerugian negara pada kasus ini Rp 300 triliun

|
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TribunBekasi.com
Andy Inovi Nababan, penasihat hukum pengurus CV Venus Inti Perkasa (VIP) yang terbelit kasus timah. Kasus ini juga menjadikan Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, sebagai tersangka. 

"Ini adalah kekeliruan fatal dalam berpikir," kata Andy.

"Metode perhitungan ini kami anggap keliru dan tidak bisa digunakan untuk menjerat CV VIP dalam kasus tipikor," imbuhnya.

Sandra Dewi memberikan salam saranghaeyo saat menunggu lift di Kejaksaan Agung, Kamis, 4 April 2024.
Sandra Dewi memberikan salam saranghaeyo saat menunggu lift di Kejaksaan Agung, Kamis, 4 April 2024. (Tribunnews.com/Fauzi Alamsyah)

Andy Nababan menilai bahwa penyidik Kejaksaan Agung melalui ahli lingkungan, Bambang Hero Saharjo--yang melakukan penghitungan kerugian lingkungan hidup dan menyebutnya sebagai kerugian keuangan negara-- adalah tindakan yang telah menabrak aturan perundang-undangan, yaitu Permen LH No 7 tahun 2014 itu sendiri.

"Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk menentukan dan menghitung kerugian lingkungan hidup," kata Andy.

Menurutnya, Permen LHK No 7/2014 bertujuan memberikan pedoman bagi instansi lingkungan hidup pusat atau daerah dalam menentukan dan menghitung kerugian lingkungan hidup.

Baca juga: Sandra Dewi dan Crazy Rich PIK Helena Lim Diperiksa Kejagung Lagi soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun

Pejabat eselon I atau II dari instansi lingkungan yang berwenanglah yang berhak menunjuk ahli untuk menghitung kerugian lingkungan.

"Menurut kami, bukti penghitungan kerugian lingkungan hidup tersebut cacat hukum dan tidak memiliki nilai pembuktian," katanya.

Andy menambahkan, ekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang diatur oleh UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 jo Permen LH No. 7 tahun 2014 adalah perhitungan kerugian ekologis, bukan perhitungan kerugian negara.

Bukan BUMN

Andy Nababan juga menyatakan, PT Timah, sebagai anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memiliki status hukum yang terpisah dari kekayaan negara.

Hal ini ditegaskan oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa modal anak perusahaan BUMN merupakan kekayaan mandiri dan terpisah dari BUMN induknya.

"Oleh karena itu, kerugian yang dialami oleh PT Timah tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara," katanya.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN, seperti PT Timah, memiliki modal yang terpisah dari kekayaan negara.

Selain itu, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 2 Tahun 2012 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 menegaskan bahwa anak perusahaan BUMN adalah entitas usaha yang mandiri dan terpisah dari BUMN induknya.

"Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 juga menjelaskan bahwa kerugian pada anak perusahaan BUMN yang modalnya bukan berasal dari APBN atau APBD bukan termasuk kerugian keuangan negara," kata Andy Nababan.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved