Kasus Timah

Penghitungan Kerugian Negara pada kasus Timah Pakai Permen LHK, Jaksa Dinilai Salah Terapkan Aturan

Kejagung telah melimpahkan 22 tersangka kasus korupsi timah ke Kejari Jaksel. Kejagung menyebut kerugian negara pada kasus ini Rp 300 triliun

|
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TribunBekasi.com
Andy Inovi Nababan, penasihat hukum pengurus CV Venus Inti Perkasa (VIP) yang terbelit kasus timah. Kasus ini juga menjadikan Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, sebagai tersangka. 

"Dengan demikian, PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN adalah entitas hukum yang terpisah dan mandiri, dan keuangan mereka tidak dapat langsung dihubungkan dengan keuangan negara," imbuhnya.

Baca juga: Gawat! Jaksa Agung Muda Pidsus Dikuntit Detasemen Khusus, Gara-gara Kasus Timah Suami Sandra Dewi?

Meskipun ada dugaan tindak pidana korupsi di PT Timah, penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak dapat diterapkan langsung kepada perusahaan ini karena status hukum PT Timah yang terpisah dari kekayaan negara.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa tindak pidana korupsi terjadi jika ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Namun, status PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN bukanlah dasar untuk menerapkan undang-undang tersebut secara langsung.

Kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan PT Timah harus dilihat dalam konteks peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa penanggung jawab usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Kondisi Sandra Dewi usai sang suami, Harvey Moeis terjerat kasus korupsi
Kondisi Sandra Dewi usai sang suami, Harvey Moeis terjerat kasus korupsi (TikTok @seputarceritakita/TribunStyle.com)

"Kami berharap masyarakat memahami bahwa PT Timah beroperasi sebagai entitas bisnis yang mandiri dan segala bentuk kerugian yang terjadi tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan keuangan negara," kata Andy Nababan.

"Kami terus berkomitmen untuk menjalankan kegiatan bisnis dengan mematuhi peraturan yang berlaku dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup," imbuh Andy.

"Kami juga sangat menyayangkan tindakan Kejaksaan Agung yang mem-blow up kasus ini di awal dengan menyebutkan kerugian lingkungan atau ekologis akibat korupsi tata niaga timah di IUP (izin usaha pertambangan) PT  Timah Tbk sebesar Rp 271 triliun, seakan-akan klien kami telah menikmati uang negara dan merugikan kas negara sebesar Rp 271 triliun," ujar Andy Nababan.

Andy juga mengatakan, penghitungan kerugian lingkungan oleh Bambang Hero Saharjo seharusnya diuji kevalidannya pada pengadilan sengketa lingkungan hidup dengan majelis hakim yang telah memiliki sertifikasi lingkungan.

Baca juga: Setelah Sita Dua Mobil dan Jam Tangan Mewah Harvey Moeis, Jaksa Masih Buru Aset Milik Sandra Dewi

Oleh karena itu, kerugian lingkungan hidup yang dijadikan kerugian negara tanpa ada penyelesaian sengketa lingkungan hidup terlebih dahulu akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum lingkungan.

Andy menegaskan, tidak hanya mengakibatkan empat klien terjerat proses hukum dengan jeratan kasus korupsi, penggunaan Permen LHK 7/2014 yang serampangan ini juga mengorbankan masyarakat di Bangka.

Tindakan penyidik Kejaksaan Agung yang menyita dan memblokir beberapa aset dan perusahaan para tersangka, yang mana aset dan perusahaan tersebut didapat para tersangka sebelum terjadinya kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk, mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dan pengangguran bagi masyarakat di sekitar perusahaan tersangka.

Implikasi dari kekeliruan metode perhitungan ini membuat ribuan karyawan CV VIP kehilangan mata pencaharian akibat dibekukannya perusahaan dengan dalih penyidikan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bekerja sebagai karyawan CV VIP sekarang harus menahan lapar akibat tidak adanya aktivitas perusahaan yang berjalan," papar Andy Nababan.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved