Kenaikan PPN 12 Persen
Gerindra Pertanyakan Sikap PDIP yang Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, Padahal PDIP Ketua Panjanya
Ketua Panitia Kerja (Panja) pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP, sebelum disahkan menjadi UU, adalah Dolfie Othniel Frederic Palit dari PDIP.
TRIBUNBEKASI.COM — Partai Gerindra mempertanyakan sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang tiba-tiba menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang bakal diberlakukan 1 Januari 2025.
Padahal, kebijakan kenaikan PPN 12 persen tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo atau Sara mengungkapkan hal itu saat dikonfirmasi pada Minggu, 22 Desember 2024.
"Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen. Jujur saja, banyak dari kita saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng ketawa," kata Sara.
Menurut Sara, Ketua Panitia Kerja (Panja) pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP, sebelum disahkan menjadi UU, adalah Dolfie Othniel Frederic Palit dari Fraksi PDIP.
Baca juga: Ingin Karyanya Jadi Teman Galau Masyarakat, Ratu Rizky Nabila Rilis Lagu Waktu yang Salah
Baca juga: Lanjutkan Kerja Sama dengan Perusahaan Pers Indonesia, Google News Showcase Diluncurkan 2025
"Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya. Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini," ujarnya.
Karenanya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mempertanyakan sikap PDIP yang tiba-tiba menolak PPN 12 persen.
"Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka Ketua Panjanya?" ungkap Sara.
Rencana kenaikan PPN 12 persen tengah menjadi sorotan masyarakat.
Banyak pihak yang menolak kebijakan yang akan berlaku sejak 1 Januari 2025 tersebut.
Baca juga: Pertanyakan Kenaikan PPN 12 Persen dan Bandingkan dengan Vietnam, Yenny Wahid: Apakah Ini Bijak?
Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Senin 23 Desember 2024 Besok
PDIP melalui anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, sempat menyuarakan penolakan kenaikan PPN 12 persen dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis lalu, 5 Desember 2024.
Rieke menyebut, kebijakan ini merujuk pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Namun, dia menekankan bahwa ketentuan dalam pasal tersebut tidak hanya memberikan ruang untuk kenaikan tarif, tetapi juga memungkinkan penurunan hingga 5 persen sesuai ayat Pasal 7 ayat (3).
"Mari kita baca dan hayati pula Pasal 7 ayat 3, tarif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah bukan hanya paling tinggi 15 persen tetapi bisa juga diubah paling rendah 5 persen," kata Rieke.
Menurut Rieke, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak stabil. Terjadi deflasi dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), serta kenaikan harga kebutuhan pokok.
Baca juga: Perpanjangan SIM Kabupaten Bekasi, Senin 23 Desember 2024 Besok di Dua Lokasi Satpas, Cek Syaratnya
Baca juga: Jadwal SIM Keliling Karawang Senin 23 Desember 2024 Besok di Pospol Dawuan Hingga Pukul 14.00
Dia mengingatkan pentingnya mempertimbangkan keadilan sosial sebagai dasar pengambilan keputusan, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto pada pidato pelantikannya.
"Dengan seluruh kerendahan hati, saya merekomendasikan di rapat paripurna ini mendukung Presiden Prabowo, pertama, menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen sesuai dengan amanat Pasal 7 Ayat 3 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021," ujar Rieke.
Berdampak besar
Sebelumnya diberitakan, anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang.
Keputusan diyakini akan berdampak besar kepada masyarakat.
Rieke menjelaskan bahwa penundaan kenaikan PPN 12 persen bertujuan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin meningkat. Selain itu, kenaikan PPN juga berpotensi akan menaikan harga kebutuhan pokok.
Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi, Senin 23 Desember 2024 Besok, di Burger King Harapan Indah, Cek Syaratnya
Baca juga: Timnas Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF 2024, Marselino Ferdinan dan Achmad Maulana Minta Maaf
"Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan moneter antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturut-turut yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Rieke kepada wartawan, Sabtu, 21 Desember 2024.
Rieke menjelaskan argumentasi pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen sesuai pasal 7 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dinilai juga tidak tepat.
Dia meminta pemerintah harus mengambil secara utuh aturan tersebut.
Dalam Pasal 7 ayat (3) UU tersebut, tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 % setelah berkonsultasi dengan alar kelengkapan DPR RI.
Dalam UU itu juga dijelaskan, Menteri Keuangan RI diberikan kewenangan menentukan besaran PPN perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.
Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT Honda Prospect Motor Cari 5 Operator Pengemudi Mobil
Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Nichias Metalworks Indonesia Butuh Warehouse Section Head-Plan Supervisor
"Saya sangat mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen," jelasnya.
Sebagai gantinya, Rieke mengusulkan pemerintah menerapkan dengan tegas self assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan.
Di antaranya, perpajakan selain menjadi pendapatan utama negara, berfungsi sebagai instrumen pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara.
Selain itu, terwujudnya satu data pajak Indonesia, agar negara mampu menguji SPT wajib pajak, akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal.
"Dan memastikan seluruh transaksi keuangan dan non- keuangan wajib pajak, wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan," jelasnya.
Baca juga: Akhiri Penantian 6 Tahun, Guru SMP Ini Jalan Kaki Jatim-Jateng karena Dipindah Tugas ke Dekat Rumah
Baca juga: Polisi Ciduk Joki Jalur Alternatif Puncak yang Getok Pengendara Mobil Rp 850 Ribu
Di sisi lain, Rieke juga meminta dana pembangunan infrastruktur wajib dengan skala prioritas lyang memengaruhi hajat hidup orang banyak.
"Inovasi dan kreativitas mencari sumber anggaran negara yang tidak membebani pajak rakyat dan membahayakan keselamatan negara, termasuk segera menghimpun dan mengkalkulasikan dana kasus-kasus korupsi, serta segera dikembalikan ke kas negara," pungkasnya.
Diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin lalul, 16 Desember 2024.
Baca juga: Akhirnya Dimutasi ke Dekat Rumah, Guru SMP Ini Jalan Kaki 80 Km Lintas Provinsi Jatim-Jateng
Baca juga: Jangan Percaya Omongan Joki Jalur Puncak, di Depan Bilang Seikhlasnya Endingnya Minta Rp 850 Ribu
Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1 persen atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja.
Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11 persen yakni, minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.
“Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3 persen, juga tetap 11 persen (tarif PPN),” ungkapnya.
Adapun Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN.
“Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” ucapnya.
Baca juga: Yos Suprapto Bertekad Melakukan Perlawanan atas Pembredelan Pameran Lukisannya di Galeri Nasional
Baca juga: Indonesia vs Filipina: Gawang Supriadi Ternoda Tendangan Penalti, Vietnam Unggul 5-0 atas Myanmar
Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:
1. Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging
2. Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi
3. Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
4. Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
5. Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
6. Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
Baca juga: Natal Sekolah Minggu GBI Harvest City: Usai Ibadah Anak-anak Berbagi Kasih Memberi Bingkisan Sembako
Baca juga: BPBD Karawang Siapkan 14 Posko Siaga Bencana di Lokasi Wisata saat Momen Libur Nataru
7. Rusun sederhana, Rusunami, RS, dan RSS
8. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
9. Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak.
10. Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
11. Emas batangan dan emas granula
12. Senjata/alutsista dan alat foto udara. (Tribunnews.com/Fersianus Waku)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.