Hapus Outsourcing

Sudah 10 Tahun Prabowo Janji Hapus Outsourcing, Presiden Partai Buruh Yakin Bakal Dihapuskan

Dari 10 tahun lalu Prabowo Subianto berjanji akan menghapuskan sistem outsourcing, namun hingga kini janji itu belum juga direalisasikan.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Reza Deni
AKSI DEMO BURUH - Massa buruh mendatangi gedung DPR-MPR RI untuk menyuarakan aspirasi dan sejumlah isu terkini, Kamis (6/2/2025). Tampak mereka menampilkan pertunjukan teatrikal yang menyinggung oligarki. 

TRIBUNBEKASI.COM — Presiden Prabowo Subianto diharapkan segera menunaikan janjinya untuk menghapuskan sistem outsourcing yang sampai saat ini masih berlaku di Indonesia. 

Harapan penghapusan sistem outsourcing itu disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal di sela-sela aksi unjuk rasa kaum buruh di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Terkait janji Prabowo soal penghapusan sistem outsourcing itu, Said Iqbal menyebut bahwa Prabowo sebagai seorang ksatria, dan pasti akan menunaikan janjinya.

"Kami minta hapuskan outsourcing, karena itu janji beliau bertahun-tahun. Kami percaya beliau ksatria, pasti akan dihapuskan," ungkap Said Iqbal di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Said Iqbal mengatakan bagaimana Revisi UU Ketenegakerjaan harus dilakukan, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pembuat undang-undang membentuk UU Ketenagakerjaan terpisah dari UU Cipta Kerja.

"Paling lama dua tahun sudah terbentuk dan isi dari UU tersebut tak boleh melanggar isi dari putusan MK yang sudah dimenangkan Partai Buruh," kata Said Iqbal.

Baca juga: Habisi Nyawa Istrinya Sendiri dan Gadis Penagih Utang, Sunardi Dikenal Temperamental dan Suka Judi

Baca juga: Angin Puting Beliung Rusak 30 Rumah Warga di Tambun Selatan Bekasi, Begini Kondisinya

Said Iqbal lalu mengatakan bagaimana janji Prabowo selama 10 tahun ini soal penghapusan sistem outsourcing.

"Dari 10 tahun yang lalu, Pak Presiden setuju hapus outsourcing. Kami menunggu kebijakan Pak Presiden Prabowo hapus outsourcing," pungkas Said Iqbal.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pembentuk Undang-undang (UU) untuk mengeluarkan aturan ketenagakerjaan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja

Regulator, yakni pemerintah dan DPR diminta membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan pemisahan ini diperlukan untuk menghindari perhimpitan norma antara UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan yang telah ada, terutama pada aspek yang diubah dalam UU 6/2023.

Mahkamah menilai norma-norma baru dalam UU Cipta Kerja sulit dipahami oleh masyarakat awam dan pekerja.

Baca juga: Habisi Dua Nyawa, Gadis Penagih Utang dan Istrinya Sendiri, Sunardi Terancam 15 Tahun Penjara

Baca juga: PT KAI Operasikan Kereta Batavia, Stasiun Terakhir di Solo Balapan, Catat Jam Keberangkatannya

Jika masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan, maka tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.

"Dengan Undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-undang ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan," bunyi pertimbangan hukum MK yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny, Kamis lalu  (31/10/2024)

"Selain itu, sejumlah materi atau substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah Undang-undang, termasuk dalam sejumlah peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam Undang-undang ketenagakerjaan," imbuh Enny.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved