Kasus Korupsi Minyak Mentah

The Rising Star Riva Siahaan Melejit Jadi Dirut Pertamina Patra Niaga, Kini Jadi Tersangka Korupsi

Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan ditahan oleh Kejagung

Penulis: | Editor: Ign Prayoga
Canva/Apex
TERSANGKA KORUPSI -- Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). 

Riva menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan yang menjual bahan bakar minyak tersebut sejak tahun 2023.

Jabatan itu diperoleh Riva berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) Pertamina pada 16 Juni 2023.

"Sulap" BBM RON 90 jadi 92

Dalam menjalankan aksinya, Riva "menyulap" BBM RON 90 menjadi RON 92 (Pertamax).

Modusnya, RS melakukan pembayaran produk kilang untuk RON 92 (Pertamax), tetapi BBM yang dibeli adalah jenis RON 90. BBM RON 90 itu kemudian dicampur di Depo untuk menjadi RON 92.

Kejagung menegaskan, praktik tersebut tidak diperbolehkan.

Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar, kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina memprioritaskan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

Aturan tersebut membuat pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipasok dari dalam negeri.

Begitu juga dengan kontraktor yang harus berasal dari Tanah Air. Namun, hasil penyidikan Kejagung mengungkapkan, RS, SDS, dan AP mengondisikan rapat optimalisasi hilir.

Rapat itu menjadi dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Dengan begitu, pemenuhan minyak mentah dan kebutuhan kilang dilakukan melalui impor yang melawan hukum. Saat produksi minyak mentah turun, dibuat skenario untuk sengaja menolak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).

Dengan skenario itu, produksi minyak mentah K3S dianggap tidak memenuhi nilai ekonomis. Padahal, harga yang ditawarkan masih tergolong rentang harga normal.

 Selain itu, produksinya juga ditolak dengan alasan tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan. Alhasil, minyak mentah produksi K3S diekspor ke luar negeri. Sementara, kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipenuhi melalui impor.

Abdul Qohar menuturkan, ada perbedaan harga yang sangat tinggi antara minyak mentah impor dan produksi dalam negeri.

Para tersangka diduga mengincar keuntungan lewat tindakan pelanggaran hukum ini.

Sumber: TribunStyle.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved