Kasus Kepsek Tampar Siswa di SMAN 1 Cimarga Banten, Kak Seto: Tegas Boleh, Tapi Tanpa Kekerasan

Dalam menghadapi anak yang melakukan pelanggaran, guru tetap dapat memberikan sanksi.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dedy
Wartakotalive.com
TANPA KEKERASAN --- Psikolog anak Prof. Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto mengingatkan para pendidik agar menegakkan disiplin di sekolah tanpa kekerasan. Hal itu disampaikan Kak Seto menyusul adanya dugaan penganiayaan siswa oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Dini Fitria. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA --- Psikolog anak Prof. Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto mengingatkan para pendidik agar menegakkan disiplin di sekolah tanpa kekerasan.

Hal itu disampaikan Kak Seto menyusul adanya dugaan penganiayaan siswa oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Dini Fitria.

Diketahui, Dini menampar siswa kelas XII berinisial ILP (17), karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah pada Jumat (10/10/2025) lalu.

Akibat kejadian ini, Gubernur Banten Andra Soni mencopot Dini dari jabatannya sebagai kepala sekolah.

Baca juga: Sekda Lebak Tanggapi Isu Banyak Perusahaan Tolak Terima Lulusan SMAN 1 Cimarga Buntut Mogok Sekolah

“Para pendidik harus ingat, mendidik bukan menghardik, mengajar bukan menghajar. Jadi tindakan tegas perlu, tapi tegas berbeda dengan kekerasan,” ujar Kak Seto saat menghadiri reuni SMPN 123 Jakut Angkatan 1997 di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (19/10/2025) petang.

Kak Seto menekankan, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Anak yang secara tegas melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak dalam situasi apapun, termasuk di lingkungan pendidikan.

Dalam menghadapi anak yang melakukan pelanggaran, guru tetap dapat memberikan sanksi.

Akan tetapi, lanjut dia, pemberian sanksi harus dalam koridor pembinaan, bukan hukuman fisik atau psikis.

“Kepada anak-anak juga terkena sanksi, sanksi peringatan dan sebagainya. Mungkin hukum, iya hukum, tapi hukum yang mendidik, yang edukatif. Misalnya melakukan kebersihan, kerja bakti, dan sebagainya,” kata Kak Seto.

Menurutnya, tindakan seperti itu lebih efektif dalam membentuk karakter anak, dibandingkan dengan hukuman fisik yang hanya menimbulkan trauma.

“Kita juga punya undang-undang sistem peradilan pidana anak. Jadi bahwa anak-anak yang melanggar aturan juga tetap terkena sanksi, tapi sanksi untuk anak berbeda dengan sanksi untuk orang dewasa,” jelasnya.

“Sanksi untuk anak adalah pembinaan. Jadi pembinaan namanya kan juga bukan penjara anak, tapi namanya LPKA, yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak, untuk anak-anak yang bermasalah,” lanjut Kak Seto.

Mengenai langkah Pemprov Banten yang memecat kepala sekolah pelaku kekerasan tersebut, Kak Seto menyerahkan sepenuhnya pada aturan hukum yang berlaku.

Dia menegaskan, peraturan dari Kementerian Pendidikan dan kebijakan hukum sudah jelas mengatur sanksi bagi tenaga pendidik yang melakukan kekerasan terhadap anak.

“Kembali pada aturannya, aturan dari Kementerian Pendidikan sudah tegas. Bahwa guru yang melanggar, yang bahkan kalau misalnya itu sampai ke ranah hukum, itu bahkan bisa terkena pasal 80, kalau tidak salah, Undang-Undang Perlindungan Anak. Sanksi pidananya maksimal 3 tahun 6 bulan penjara dan atau denda maksimal Rp 72 juta,” tuturnya.

Sumber: Wartakota
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved