Gelar Pahlawan Nasional
Cerita Pilu Penyintas Tragedi Tanjung Priok, Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto!
Sebab, pengakuan terhadap Soeharto sebagai pahlawan akan melukai hati para korban yang belum mendapatkan keadilan.
Ringkasan Berita:
- Korban Tragedi Tanjung Priok 1984 menceritakan ulang perlakuan rezim Orde Baru yang dialaminya
- Cendekiawan Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis menyatakan penolakannya terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
- Memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja dengan menutup mata atas penderitaan keluarga korban Tanjung Priok.
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA --- Korban Tragedi Tanjung Priok 1984, Amanatun Najariyah menceritakan ulang perlakuan yang dialaminya di rezim Orde Baru.
Amanatun Najariyah pun menilai bahwa memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja dengan menutup mata atas penderitaan keluarga korban Tanjung Priok.
Sebab, pengakuan terhadap Soeharto sebagai pahlawan akan melukai hati para korban yang belum mendapatkan keadilan.
"Dengan kondisi seperti itu, pantaskah seorang pemimpin, seorang negarawan kemudian memperlakukan rakyatnya seperti itu? Terus dia punya kebaikan yang satu, terus dijadikan pahlawan, tapi semua perbuatannya jelek, apa bisa masuk akal tidak kalau dia itu seorang pahlawan?" tandasnya.
Suara lantang ‘Tidak Adil’ yang keluar dari mulut Amanatun Najariyah menggema di salah satu restoran makanan di kawasan Jakarta Timur, ketika menceritakan ulang perlakuan yang dialaminya di rezim Orde Baru.
Bahkan, Amanatun juga ‘menunjuk-nunjuk’ para mahasiswa yang hadir sebagai peserta diskusi di ruangan itu.
Baca juga: Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tunggu Keppres, Koalisi Masyarakat Sipil Menolak!
Beranjak dari kursi coklat, Amanatun juga berteriak “Ada tidak suratnya? Ada tidak perintahnya penangkapan ini? Terus kakak saya mau dibawa kemana?”.
Kejadian itu membuat seisi ruangan yang dipenuhi kurang lebih 50 orang langsung terasa sunyi.
Amanatun juga memperagakan bagaimana seorang ‘komandan’ memperlihatkan pistol kepadanya. “Ini mau sikat gigi kan”, ucap dia sambil memperagakan sedang membuka tas kecil.
Apa yang disampaikannya ini merupakan peristiwa kelam yang dialaminya ketika dirinya harus dijemput paksa dan dijembloskan ke penjara oleh aparat militer saat peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, lalu.
Amanatun menyampaikan ini saat menjadi pembicara diskusi ‘SoehartoBukanPahlawan’ pada Rabu (5/11/2026).
Dia secara tegas menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
Dia menyebut, penolakan tersebut datang bukan karena sekadar luka di masa lalu. Melainkan, kata dia, persoalan ketidakadilan yang masih dirasakan.
"Saya tidak rela kalau Soeharto itu dijadikan pahlawan, karena saya sendiri sampai sekarang tidak mendapatkan pengadilan yang hak untuk diri saya," ucap Amanatun.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bekasi/foto/bank/originals/Replika-tengkorak-manusia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.