Gelar Pahlawan Nasional

Cerita Pilu Penyintas Tragedi Tanjung Priok, Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto!

Sebab, pengakuan terhadap Soeharto sebagai pahlawan akan melukai hati para korban yang belum mendapatkan keadilan.

Editor: Dedy
(Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow)
GELAR PAHLAWAN NASIONAL --- Ratusan replika tengkorak manusia dipajang di lokasi acara forum diskusi publik yang digelar di aktivis 98 di Puri Agung Grand Ballroom, Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025). Para aktivis tersebut menyampaikan penolakan rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow) 

Saat itu, dirinya ditangkap hanya karena membela kakaknya yang ditahan tanpa adanya surat perintah. 

"Kemudian dijebloskan di kantor polisi, diinterogasi sampai pagi. Saya melihat penyiksaan kepada kakak saya dan teman-teman yang ada," katanya. 

Amanatun pun menceritakan perlakuan yang dialaminya jauh dari kata manusiawi. Di mana para aparat memberikan makanan dengan cara dilempar dan ditempatkan di ruang sel yang tidak layak.

Setelahnya, dirinya dibawa ke Komando Distrik Militer (Kodim) di mana saat itu dirinya sempat diminta membuka seluruh pakaiannya. 

"Saya melawan, melindungi diri. Tadinya mau ditelanjangi di hadapan teman laki-laki semuanya," tambahnya. 

Amanatun, yang saat peristiwa itu berusia 27 tahun menceritakan bagaimana banyak korban Tragedi Tanjung Priok lain disiksa dan dibunuh tanpa proses hukum.

"Di Priok itu (korban) dilindas pakai tank, bekasnya remuk sekali dan sudah jadi serpihan-serpihan," katanya. 

Cendekiawan Romo Magnis menolak

Sebelumnya, Cendekiawan Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis menyatakan penolakannya terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.

Meski mengakui sejumlah jasa Soeharto, Romo Magnis menegaskan bahwa seorang pahlawan nasional dituntut untuk tidak memiliki catatan kelam yang melanggar etika bahkan kejahatan kemanusiaan.

Hal itu disampaikan Romo Magnis saat konferensi pers terkait penolakan gelar pahlawan kepada Soeharto yang dihadiri para aktivis, akademisi hingga tokoh agama di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

"Tidak disangkal sama sekali bahwa Soeharto adalah seorang presiden yang hebat. Soeharto yang membawa Indonesia keluar dari krisis komunisme dalam tahun-tahun terakhir demokrasi terpimpin, dan meskipun orang kaya makin kaya, orang miskin juga jadi lebih baik," ujar Romo Magnis.

Dia juga menyoroti peran Soeharto dalam politik luar negeri. Dimana, Soeharto menyatakan menolak konfrontasi dengan Malaysia dan membuat Indonesia menjadi bagian ASEAN.

Namun, Romo Magnis menekankan bahwa gelar pahlawan nasional membawa standar moral yang lebih tinggi.

"Tapi dari seorang pahlawan nasional dituntut lebih. Dituntut bahwa yang tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika dan mungkin juga jahat," tegasnya.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved