Hari Pahlawan

Soeharto Disebut Sosok Kontroversial, KontraS Paparkan 10 Kasus Pelanggaran HAM Era Orde Baru

KontraS menilai pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bertentangan dengan keadilan.

Editor: Mohamad Yusuf
Dok. YouTube Sekretariat Presiden/Kompas.com
ANUGERAHKAN GELAR PAHLAWAN --- Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • KontraS menolak pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto, menyebutnya sosok kontroversial.
  • Dibeberkan 10 dugaan pelanggaran HAM berat pada masa Orde Baru, mulai dari Pulau Buru hingga kerusuhan Mei 1998.
  • KontraS menilai kebijakan represif Soeharto menyebabkan ribuan korban jiwa, penghilangan paksa, dan pelanggaran hak asasi.
 


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – 
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto, bertentangan dengan prinsip keadilan dan nilai kemanusiaan.

Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS, Yati Andriani, menyebut Soeharto merupakan sosok yang penuh kontroversi dalam sejarah bangsa.

“Soeharto adalah sosok yang kontroversial. Mengutip kalimat Gus Dur, Soeharto itu jasanya besar, tetapi dosanya juga besar,” ujar Yati di kantor KontraS, Selasa (24/5/2016).

Baca juga: Senyum Bahlil ketika Disebut oleh Anggota Komisi XII DPR Berpeluang jadi Wakil Presiden

Baca juga: Komnas HAM: Soeharto Pahlawan Nasional, Reformasi 1998 Seolah Tak Pernah Ada

Baca juga: Ide Prabowo Bikin Heboh, Utang Whoosh Mau Dibayar Pakai Dana Korupsi, Ini Tanggapan Purbaya

Menurut Yati, sejak berakhirnya Orde Baru pada 1998, berbagai tuntutan untuk mengungkap pelanggaran berat HAM masa lalu terus bermunculan.

Sejumlah produk hukum pun dibentuk untuk merespons tuntutan tersebut, seperti UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Namun, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu hingga kini dinilai belum tuntas.

KontraS mencatat setidaknya ada sepuluh peristiwa besar yang diduga kuat melibatkan Soeharto selama berkuasa, mulai dari operasi militer hingga tindakan represif terhadap warga sipil.

Berikut 10 dugaan pelanggaran HAM berat era Soeharto versi KontraS dan Komnas HAM:

1.    Pulau Buru (1965–1966)

Soeharto disebut bertanggung jawab atas pembunuhan, penangkapan, dan pembuangan ribuan orang ke Pulau Buru ketika menjabat Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

2.    Penembakan Misterius (1981–1985)

Ribuan orang diduga tewas akibat kebijakan penembakan tanpa pengadilan terhadap para kriminal. Amnesty International mencatat sekitar 5.000 korban jiwa di Jawa dan Bandung.

3.    Peristiwa Tanjung Priok (1984–1987)

Soeharto dianggap menggunakan Kopkamtib untuk menekan kelompok Islam yang menentang kebijakan asas tunggal Pancasila. Sedikitnya 24 orang tewas dan puluhan lainnya terluka.

4.    Peristiwa Talangsari (1984–1987)

Kebijakan represif terhadap kelompok Islam di Lampung menewaskan sekitar 130 orang dan menyebabkan ratusan warga lainnya diusir serta disiksa.

5.    Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh (1989–1998)

Kebijakan operasi militer di Aceh menyebabkan sedikitnya 781 orang tewas, 163 hilang, dan 102 perempuan diperkosa.

6.    DOM Papua (1963–2003)

Berbagai operasi militer menewaskan ribuan warga dan menyebabkan ratusan penghilangan paksa di berbagai wilayah seperti Manokwari, Wamena, dan Sentani.

7.    Peristiwa 27 Juli 1996

Penyerangan terhadap kantor PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri menyebabkan 11 orang tewas, 149 luka, dan 23 orang hilang.

8.    Penculikan dan Penghilangan Paksa (1997–1998)

Sebanyak 23 aktivis prodemokrasi diculik oleh Tim Mawar Kopassus. Dari jumlah itu, 9 dikembalikan, 1 meninggal, dan 13 masih hilang hingga kini.

9.    Tragedi Trisakti (12 Mei 1998)

Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak aparat saat menuntut reformasi total dan pengunduran diri Soeharto.

10.   Kerusuhan Mei 1998 (13–15 Mei)

Kerusuhan besar di Jakarta dan sejumlah kota menewaskan ratusan orang serta memunculkan kasus perkosaan massal dan penyerangan terhadap etnis Tionghoa.

KontraS menegaskan, seluruh peristiwa tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan sebelum pemerintah memberi gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.

“Memberi gelar pahlawan pada seseorang yang terlibat pelanggaran HAM berat justru menodai rasa keadilan para korban dan keluarga mereka,” tutur Yati.

Baca berita Tribunbekasi lainnya di TribunBekasi.com dan di Google News  

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved