Berita Kriminal

Fungsi dan Isi Buku Hitam Ferdy Sambo, Kamaruddin Simanjuntak: Itu Sebagai Sinyal Hati-hati Lo Semua

Kamaruddin Simanjuntak tanggapi terkait buku hitam Ferdy Sambo dan mengungkap fungsi buku hitam yang kerap dibawa saat sidang.

Editor: Panji Baskhara
Kompas.com/Kristianto Purnomo/Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Kamaruddin Simanjuntak, Pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mengungkap fungsi buku hitam yang sering dibawa Ferdy Sambo saat sidang. Foto Kolase: Buku hitam Ferdy Sambo. 

TRIBUNBEKASI.COM - Pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak tanggapi terkait buku hitam Ferdy Sambo.

Kini, Kamaruddin Simanjuntak langsung mengungkap fungsi buku hitam yang sering dibawa Ferdy Sambo saat sidang.

Selama ini, isi buku hitam yang dibawa Ferdy Sambo sang suami Putri Candrawathi memang masih jadi teka-teki publik.

Diketahui, buku hitam tersebut hanya dibawa Ferdy Sambo saat persidangan perkara pembunuhan Yosua Hutabarat.

Baca juga: Ferdy Sambo Mendidih Jika Mengingat Kembali Pengakuan Putri Candrawathi Telah Dilecehkan Brigadir J

Baca juga: IPW Sebut Kasus-kasus Besar Jerat Perwira Tinggi Polri Bisa Terungkap Bila Ferdy Sambo Dihukum Mati

Baca juga: Bila Dihukum Mati, IPW Prediksi Ferdy Sambo akan Terbuka Soal Kasus yang Menjerat Perwira Polri Lain

Ferdy Sambo telah dituntut penjara seumur hidup di PN Jakarta Selatan lantaran menjadi otak pembunuhan.

Mantan Kadiv Propam Polri itu bakal menjalani sidang vonis pada pekan depan. 

Menanggapi teka-teki isi buku hitam Ferdy Sambo, pengacara keluarga Yosua Hutabarat Kamaruddin Simanjuntak beri peringatan. 

Kata Kamaruddin buku hitam Ferdy Sambo merupakan senjata jika dirinya dan Putri Candrawathi dihukum mati.

Ferdy Sambo membawa buku hitam saat sidang dan pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak. Selama ini, isi buku hitam yang dibawa Ferdy Sambo suami Putri Candrawathi menjadi teka-teki. (TribunMedan.com)

 

Kata Kamaruddin Simanjuntak, buku hitam itu jadi ancaman bagi pihak-pihak yang dosa dan kejahatannya diketahui Ferdy Sambo.

Hal tersebut diungkap Kamaruddin Simanjuntak kepada KOMPAS TV, Selasa (24/1/2023).

"Itu jadi ancaman buat mereka apabila misalnya dihukum hukuman mati, tentu Ferdy Sambo kan akan frustasi" ucap Kamaruddin Simanjuntak.

"Apalagi kalau istrinya misalnya diancam hukuman mati atau seumur hidup, dia akan melihat itu sebagai kiamat maka dia akan bacakanlah itu isi buku hitam."

Maka itu, kata Kamaruddin Simanjuntak, Ferdy Sambo selalu membawa buku hitam dalam setiap sidang yang dijalaninya. 

Hal tersebut dilakukannya sebagai bentuk sinyal kepada pihak-pihak yang dosa dan kejahatannya diketahu Ferdy Sambo.

Dengan kata lain, lanjut Kamaruddin Simanjuntak, buku itu adalah jimat bagi Ferdy Sambo untuk menghadapi perkara ini.

"Itu makanya selalu dibawa-bawa itu ke pengadilan, itu sebagai sinyal, hati-hati lo semua, kita semua, dosa kita ada di dalam buku ini, kan gitu" ujar Kamaruddin Simanjuntak.

"Ibaratnya itu, buku hitamnya itu jimat."

Sebelumnya Kamaruddin Simanjuntak juga sempat mengungkapkan Ferdy Sambo punya jasa besar bagi Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Maka, sejak awal Kamaruddin Simanjuntak mengaku sudah ragu Kejaksaan Agung bisa bersikap profesional menuntut terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus tewasnya Brigadir J.

"Saya pernah ucapkan itu, dulu di bulan Juli, hati-hati, ini si Ferdy Sambo ini, pernah berjasa buat Jaksa Agung mengkambinghitamkan para kakek-kakek itu atau orang tua yang kerja di bangunan,” ucap Kamaruddin.

"Seolah-olah Kejaksaan Agung terbakar gara-gara rokok, kalau rokoknya berbahaya kenapa enggak ditutup aja pabrik rokok, kan gitu, diganti dengan pabrik susu supaya sehat-sehat warganya kan."

Diketahui, Ferdy Sambo tidak dituntut hukuman mati melainkan seumur hidup, meskipun dalam pertimbangannya tidak ada hal yang meringankan.

Lalu, terdakwa Kuat Maruf, Ricky Rizal Wibowo, dan Putri Candrawathi meski terbukti merencanakan pembunuhan tuntutannya hanya 8 tahun penjara.

Sementara itu, untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang dalam hal ini sudah berani mengungkap sejujur-jujurnya kasus Brigadir J tewas, justru dituntut 12 tahun penjara.

Putri Candrawathi: Saya Merasa Tidak Sanggup Menjalani Kehidupan Ini Lagi

Istri Ferdy Sambo yang juga terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Putri Candrawathi mengaku tak sanggup mejalani kehidupannya lagi.

Pengakuan Putri Candrawathi ini terlontar lantaran ia merasa kekerasan seksual yang dilakukan terhadap Brigadir J, telah merenggut kebahagiaan keluarganya.

Hal ini disampaikan Putri Candrawathi membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).

"Tidak pernah sedikitpun terpikirkan peristiwa memalukan ini terjadi merenggut paksa kebahagiaan kami. Seringkali saya merasa tidak sanggup menjalani kehidupan ini lagi," kata Putri Candrawathi.

Namun kata Putri Candrawathi, ingatan tentang pelukan dan senyuman anak-anaknya membuatnya tersadar, bahwa meski dunia tak lagi adil kepadanya, tapi keluarganya merupakan alasan untuk bertahan dan tetap kuat.

Dalam kesempatan itu Putri Candrawathi pun menyampaikan jika Tuhan mengizinkan dirinya berharap dapat kembali memeluk anak-anaknya sesegera mungkin.

"Majelis Hakim Yang Mulia, kalaulah saya boleh berharap, jika Tuhan mengizinkan, semoga saya bisa kembali memeluk putra putri saya, pelukan paling dalam merasakan hangat tubuh mereka dalam kasih sayang seorang ibu," ujar Putri Candrawathi.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara tewasnya Brigadir J, Putri Candrawathi dituntut pidana 8 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.

Sementara, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa dalam statusnya sebagai justice collaborator atau saksi pelaku.

Keduanya dinyatakan jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagaimana yang didakwakan.

Dalam tuntutannya jaksa menyatakan, terdakwa bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

Ferdy Sambo Mendidih

Mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo mengaku mendidih jika mengingat pengakuan istrinya, Putri Candrawathi.

Pengakuan Putri Candrawathi ke Ferdy Sambo yakni dilecehkan ajudannya sendiri, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Diketahui, diduga Putri Candrawathi dilecehkan Brigadir J di rumahnya di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022 lalu.

Hal itu diungkap Ferdy Sambo dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J, pada Selasa (24/1/2023).

Sidang itu beragendakan pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Pada tanggal 8 Juli 2022, istri saya yang terkasih Putri Candrawathi tiba dari Magelang dan menyampaikan bahwa dirinya diperkosa oleh almarhum Yosua sehari sebelumnya di rumah kami di Magelang," kata Sambo.

Mendengar hal itu, Ferdy Sambo pun mengaku tak kuasa menahan emosinya.

Apalagi, istrinya tersebut sembari menangis menceritakan insiden pelecehan seksual tersebut.

"Istri saya Putri Candrawathi terus menangis tersedu-sedu sambil menceritakan bagaimana kejadian yang telah dialaminya tersebut"

"Tidak ada kata-kata yang dapat saya ungkapkan saat itu, dunia serasa berhenti berputar, darah saya mendidih, hati saya bergejolak, otak saya kusut membayangkan semua cerita itu," ungkap Sambo.

Ferdy Sambo mengatakan harkat dan martabatnya terasa terinjak-injak usai mendengar kejadian tersebut.

Dia tak pernah membayangkan istrinya bisa dilecehkan oleh ajudannya sendiri.

"Membayangkan harkat dan martabat saya sebagai seorang laki-laki, seorang suami yang telah dihempaskan dan diinjak-injak, juga membayangkan bagaimana kami harus menghadapi ini, menjelaskannya di hadapan wajah anak- anak kami, juga bertemu para anggota bawahan dan semua kolega kami," jelas Ferdy Sambo.

Saat itu, Ferdy Sambo menuturkan bahwa sang istri meminta agar kasus pelecehan seksual itu tidak diceritakan kepada siapa pun.

Sebab, Putri Candrawathi mengaku malu dengan kejadian tersebut.

"Dalam pembicaraan yang terasa dingin dan singkat tersebut, istri saya Putri Candrawathi mengiba agar aib yang menimpa keluarga kami tidak perlu disampaikan kepada orang lain, istri saya begitu malu, ia tidak akan sanggup menatap wajah orang lain yang tau bahwa ia telah dinodai," ungkap Ferdy Sambo.

Lebih lanjut, Ferdy Sambo menjelaskan bahwa Putri Candrawathi pun meminta agar persoalan tersebut diselesaikan dengan baik-baik.

Sebab sebelumnya, istrinya juga telah menyampaikan langsung kepada Brigadir J agar resign dari pekerjaannya sebagai ajudan.

"Permintaan yang kemudian saya ikuti, lantas saya memintanya masuk ke dalam kamar sementara saya berdiam diri di ruang keluarga dengan hati dan pikiran yang kacau berantakan," tukasnya.

Diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dihukum pidana seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Dengan begitu, Sambo lolos dari ancaman hukuman mati.

Diketahui, pembunuhan berencana Brigadir J itu diotaki Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

Adapun pembunuhan itu dilakukan di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Dalam kasus ini, JPU meyakini Sambo bersalah dalam kasus pembunuhan yang membuat Brigadir J tewas dalam kondisi tertembak.

Perbuatan Sambo pun juga telah memenuhi rumusan perbuatan pidana.

"Kami Penuntut Umum menuntut mohon agar majelis hakim yang memeriksa dan memutuskan menyatakan Ferdy Sambo secara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana telah terbukti melakukan pembunuhan berencana," ujar JPU saat membacakan surat penuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Atas hal itu, JPU menuntut agar Majelis Hakim PN Jakarta Selatan untuk menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana dalam pembunuhan Brigadir J.

"Tidak ditemukan alasan pembenar maupun pemaaf, sehingga terdakwa Ferdy Sambo dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," jelas JPU.

Akibat perbuatannya itu, JPU pun menuntut Ferdy Sambo agar dijatuhkan pidana seumur hidup penjara.

Dia dinilai melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo seumur hidup," jelas JPU.

Bila Ferdy Sambo Dihukum Mati

Vonis hukuman mati atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J diprediksi bisa membuat Ferdy Sambo terbuka mengenai pelanggaran perwira Polri lain.

Mengenai Prediksi Ferdy Sambo buka-bukaan soal kasus yang menjerat perwira Polri lain, diungkap oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.

Diketahui, upaya tersebut dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan Ferdy Sambo terhadap para petinggi Polri yang selama ini ikut memeriksanya hingga ke pengadilan.

"Kalau Sambo mendapat ancaman hukuman mati, dia sedang memperjuangkan hidup dan matinya. Kalau dia mendapatkan ancaman hukuman mati, perlawanannya akan mengeras," kata Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Selasa (24/1/2023).

Ferdy Sambo dikenal sebagai perwira kepolisian yang disegani.

Statusnya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Keamanan (Kadivpropam) berpangkat Irjen, telah membuat dirinya terkenal karena membongkar sejumlah kasus terutama skandal yang melibatkan kepolisian.

Satu di antara kasus yang ditangani Ferdy Sambo adalah skandal tambang ilegal yang menyeret seorang perwira tinggi Polri.

Dia adalah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

Adapun Agus Andrianto terseret dalam kesaksian tersangka kasus tambang ilegal, Ismail Bolong.

Agus Andrianto adalah pejabat tinggi Polri yang menduduki status sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim).

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Agus ikut memeriksa Ferdy Sambo secara khusus bersama para perwira tinggi lain.

Seperti Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono dan Kabaintelkam Komjen Ahmad Dhofiri.

Sebelum kasus pembunuhan mencuat, Ferdy Sambo pernah bongkar skandal tambang ilegal yang diduga melibatkan Agus Andrianto.

Ferdy Sambo mendapatkan informasi perihal keterlibatan Agus melalui Ismail Bolong.

Ismail diduga tiga kali menyerahkan uang secara langsung kepada Agus pada Oktober, November dan Desember 2021.

Besarannya mencapai Rp 2 miliar per bulan.

Selain itu, Ismail Bolong juga disebut tiga kali mengguyurkan dana ke jajaran Bareskrim Polri pada Oktober hingga Desember 2021 dengan besaran Rp 3 miliar.

Terkait dengan keterlibatan Agus Andrianto dalam kasus tambang ilegal, Ferdy Sambo dalam keterangan resminya mengakui sudah melakukan penyelidikan dan menyelesaikan tugasnya sebagai seorang Kadiv Propam.

"Gini laporan resmi kan sudah saya sampaikan ke pimpinan secara resmi ya, sehingga artinya proses di Propam sudah selesai. Oleh karena itu, melibatkan perwira tinggi," kata Ferdy Sambo.

Namun, menurut Sambo, bila kepolisian tidak melakukan tindak lanjut atas temuan Divisi Propam yang pernah dipimpinnya, maka ada instansi lain yang akan membongkar kasus tambang ilegal itu.

"Nah selanjutnya, kalau misalnya akan ditindak lanjuti silahkan tanyakan ke pejabat wewenang. Karena kalau enggak, pasti instansi lain akan melakukan penyelidikan," jelas Sambo.

Gerakan Bawah Tanah Ringankan Vonis Ferdy Sambo

Kabar adanya gerakan bawah tanah untuk meringankan vonis Ferdy Sambo terus beredar.

Dugaan adanya gerakan bawah tanah ini beredar saat menjelang sidang agenda pembelaan vonis Ferdy Sambo.

Saat ini, kabar gerakan bawah tanah Ferdy Sambo ini pun semakin menguat dan menjadi sorotan sejumlah pihak.

Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya membeberkan soal adanya gerakan bawah tanah Ferdy Sambo tersebut.

Saat ini, gerakan bawah tanah untuk meringankan vonis Ferdy Sambo itu turut disoroti oleh Kompolnas hingga IPW.

Kubu Brigadir J juga mempercayai meski ditahan dan berstatus terdakwa, power Ferdy Sambo itu masih sangat besar.

Kompolnas Tak Terkejut Ada Gerakan Bawah Tanah demi Ringankan Vonis Ferdy Sambo

Diakui Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto tak terkejut ada 'gerakan bawah tanah' di kasus Ferdy Sambo.

Sebab, sejak awal kasus ini bergulir sudah terendus indikasi adanya gerakan yang ingin membebaskan atau loloskan Ferdy Sambo.

"Saya tidak terkejut, karena sejak awal kasus ini terjadi kan sudah penuh dengan upaya untuk lolos," kata Benny, dikutip dari youTube MetroTvNews, Senin (23/1/2023) .

Upaya gerakan bawah tanah itu, kata Benny, termasuk dengan adanya gugatan pihak Ferdy Sambo ke Presiden dan Kapolri di tengah kasus ini berlangsung.

Sebelumnya, Ferdy Sambo sempat menggugat Presiden RI Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.

Gugatan tersebut terkait Pemberhentian Tidak Hormat (PTDH) pada mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Pertama merancang skenario, kalau skenario itu bisa berjalan dia akan lolos tapi kan gagal."

"Upaya berikutnya, di tengah gugatan berjalan, ada gugatan PTUN dan ini tidak dirilis pengacarannya, media hanya tau dari web pengadilan."

"Biasanya kan kalau mengajukan gugatan, pengacara rilis di media, ini, tidak," ujar Benny.

Benny pun meyakini 'gerakan bawah tanah' ini tak akan berhenti dan akan terus berlanjut sepanjang kasus ini masih bergulir.

Menurutnya, akan ada upaya-upaya lain dari pihak tertentu untuk meringankan hingga meloloskan jerat pidana pada terdakwa Ferdy Sambo.

"Berikutnya saya yakin tidak akan berhenti diupaya ini, dia akan berusaha bagaimana putusannya ringan, kalau boleh sampai putusannya lolos," ucap Benny.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebut ada gerakan bawah tanah yang meminta terdakwa Ferdy Sambo dibebaskan.

Benny mengatakan, pernyataan Mahfud MD tersebut bermaksud untuk memberi peringatan pada seluruh pihak khusunya penegak hukum yang menangani kasus Ferdy Sambo.

"Inilah perlu kita waspadai bersama, apa yang disampaikan olah Pak Menkopolhukam adalah sebuah warning untuk semua pihak, khusunya untuk pihak yang menangani kasus ini untuk hati-hati," pungkasnya.

Kompolnas: Ferdy Sambo Masih Punya Jaringan dan Loyalis

Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto menyebut mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo masih memiliki loyalis yang bisa saja membantu membebaskannya dari jeratan hukum.

Hal itu diungkap Benny Mamoto menyoroti imbauan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD agar seluruh lembaga peradilan tidak terpengaruh gerakan-gerakan Ferdy Sambo dalam upaya bebas dari jeratan hukum.

"Pak Menkopolhukam mengingat semua pihak agar waspada dan tidak terpengaruh gerakan bawah tanah ini," kata Benny Mamoto dalam keterangannya kepada awak media, Senin (23/1/2023).

Benny mamoto menyebut, pihak yang menjadi loyalis bagi tertuntut pidana hukuman seumur hidup itu merupakan mereka yang merasa memiliki hutang budi karena pernah dibantu.

Benny menyatakan, gerakan dari para loyalis itu yang bakal diupayakan Ferdy Sambo untuk meloloskannga dari jeratan hukum.

"Ferdy Sambo punya jaringan dan punya loyalis, yaitu pihak yang merasa utang budi karena pernah dibantu," kata dia.

Bahkan kata Benny, langkah yang bisa dilakukan Ferdy Sambo tidak hanya ditempuh pada pengadilan tingkat pertama, melainkan hingga tingkat kasasi.

"Upaya akan terus dilakukan tidak hanya ditingkat PN, tapi juga banding dan kasasi serta Peninjauan Kembali," kata dia.

Terlebih kata Benny, upaya untuk meloloskan dirinya dari jerat hukum itu sudah dilakukan sejak kasus pertama kali mencuat.

Dimana, dengan cerdiknya, Ferdy Sambo merangkai sebuah skenario bahwa telah terjadi insiden tembak menembak tanpa libatkan dirinya.

"Upaya untuk lolos dari jerat hukum sudah dilakukan FS sejak awal yaitu dengan membuat skenario yang akhirnya banyak menimbulkan korban anggota Polri yang kena kasus obstraction of justice," kata dia.

Ini Kata IPW Soal Ada Gerakan Bawah Tanah Coba Ringankan Vonis Ferdy Sambo

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso tanggapi dugaan adanya 'gerakan bawah tanah' yang dilakukan sejumlah pihak untuk meringankan vonis Ferdy Sambo.

Ia menyoroti pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebut adanya sosok Jenderal Bintang satu yang mencoba mempengaruhi vonis hukuman terhadap eks Kadiv Propam Polri itu.

Dari pernyataan yang disampaikan Mahfud MD, ada pihak yang menghendaki Ferdy Sambo divonis dengan hukuman 'huruf' yakni pidana seumur hidup atau mati, dan ada pula yang meminta dihukum dengan pidana angka yakni di bawah 20 tahun penjara.

Namun Sugeng Teguh Santoso menekankan bahwa tidak mungkin meminta Ferdy Sambo dibebaskan karena itu merupakan kewenangan Kejaksaan.

"Konteks Pak Mahfud terkait gerilya 'adanya bintang satu' yang ingin meminta putusan, saya tidak tahu apakah putusannya angka ataupun huruf. Tapi kan ada Pak Mahfud menyatakan (pihak tersebut) meminta dalam konteks wilayah kewenangan kejaksaan untuk meminta bebas, itu tidak mungkin ya," kata Sugeng, dalam tayangan Kompas TV, Senin (23/1/2023).

Di persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pun, fakta persidangan menunjukkan Ferdy Sambo terbukti menjadi aktor intelektual dalam kasus ini.

"Tidak mungkin memutus Sambo bebas, karena faktanya dia terbukti," jelas Sugeng.

Sugeng menilai bahwa yang dapat dilakukan saat ini oleh mereka yang memiliki kepentingan terhadap Ferdy Sambo ini adalah berupaya untuk meminta agar putusan atau vonis hakim mengarah pada pidana ringan.

"Tetapi yang bisa dilakukan, kalau ini dari pihak tertentu, baik di jaringannya Sambo maupun orang-orang di luar jaringannya Sambo, meminta putusan yang mengarah kepada keringanan Sambo," papar Sugeng.

Menurutnya, upaya tersebut telah terlihatt saat penetapan status tersangka terhadap Ferdy Sambo.

Sugeng mengaku pihaknya memperoleh informasi bahwa saat itu, Ferdy Sambo telah menyiapkan sejumlah langkah awal.

Pengetahuannya tentang ranah ini bukan tanpa alasan, kata dia, Ferdy Sambo merupakan orang yang telah memiliki banyak pengalaman mengenai hal ini.

"Nah itu sudah terbukti, ketika Sambo ditetapkan sebagai tersangka, Indonesia Police Watch itu mendapat informasi ya, Sambo sudah menyiapkan setiap langkah atau memang dia adalah seorang ahli reserse yang berpengalaman," tutur Sugeng.

Mulai dari menyiapkan pengacara untuk orang-orang di sekitarnya yang turut menjadi tersangka, termasuk ajudannya yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang kni berstatus pula sebagai Justice Collaborator.

Hingga melakukan lobi terkait pemberian uang dan politik demi melancarkan tujuannya bebas dari jeratan hukum.

"Dari menyiapkan pengacara untuk semua orang yang tersangka, termasuk Eliezer (saat itu), melakukan lobi-lobi yang mengarah kepada pemberian sejumlah uang, melobi politik, bahkan melakukan perlawanan-perlawanan dalam tanda kutip, kami mendapatkan informasi itu," kata Sugeng.

Sugeng menambahkan bahwa apa yang diduga saat ini terkait adanya gerilya gerakan bawah tanah untuk meringankan vonis Ferdy Sambo, merupakan bagian dari perjuangan sejak awal.

"Nah, konteks sekarang itu sebetulnya bagian dari perjuangan yang akan dilakukan oleh Ferdy Sambo dari awal, ya itu bukan sesuatu yang baru," jelas Sugeng.

Oleh karena itu, informasi yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD terkait adanya gerakan ini, menurutnya karena gerakan ini kini semakin massive dilakukan lantaran telah memasuki tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saat ini, kata dia, yang membuat publik penasaran adalah siapa sebenarnya pihak yang memiliki kepentingan terhadap vonis Ferdy Sambo.

"Kalau Pak Mahfud kemudian mendapatkan informasi, mungkin ini pergerakannya lebih intensif ketika mendekati tuntutan. Kita mau melihat, siapa sebetulnya yang berkepentingan," pungkas Sugeng.

Perlu diketahui, dalam sidang tuntutan yang digelar pada 17 Januari lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.

Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap sang istri yakni Putri Candrawathi pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.

Sedangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator, pada hari yang sama JPU mengajukan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara.

Sementara pada 16 Januari lalu, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara.

Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Nofriansya Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Martin Simanjuntak menganggap apa yang disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD 'masuk akal'.

Sebelumnya Mahfud mencium adanya 'gerakan bawah tanah' yang sengaja dilakukan untuk mempengaruhi putusan Hakim terhadap pelaku pembunuhan Brigadir J, khususnya aktor intelektual kasus tersebut, yakni Ferdy Sambo.

Menariknya, Mahfud sebut gerakan itu sebagai 'gerilya' dan dilakukan oleh dua kubu, yakni mereka yang minta Ferdy Sambo bebas dan meminta mantan Kadiv Propam Polri itu untuk dihukum.

Martin menyampaikan, bukan hanya Ferdy Sambo yang berharap mendapatkan keringanan hukuman.

Namun juga terdakwa lainnya yakni sang istri, Putri Candrawathi dan ajudannya Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.

Vonis ringan ini juga turut diharapkan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berperan dalam Justice Collaborator pada persidangan kasus ini.

"Saya pikir yang mau diringankan itu bukan hanya Ferdy Sambo ya, tapi juga minimal istri dan juga para ajudan yang lain selain Richard (sebagai Justice Collaborator)," kata Martin, dalam tayangan Kompas TV, Senin (23/1/2023).

Martin menekankan bahwa sejak awal ia telah memperingatkan bahwa Ferdy Sambo memiliki uang dan jaringan (networking) yang luas.

Sehingga dinilai mampu mendorong terciptanya gerakan yang berupaya untuk melepaskannya dari jeratan pidana maupun meringankan hukuman pidananya.

"Sebenarnya sudah seringkali menyampaikan ini bahwa Ferdy Sambo itu memiliki uang yang banyak dan juga memiliki networking," jelas Martin.

Menurutnya, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri yang dilakukan terhadap Ferdy Sambo, tidak membuatnya kehilangan 'kekuatan'.

Karena Ferdy Sambo masih memiliki sisi tawar lantaran posisi yang pernah dijabatnya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam).

"Ferdy sambo lepas jabatan (Kepala) Div Propam, bukan berarti jaringannya meninggalkan dia. Ada sebagian yang cari aman meninggalkan dia, namun ada juga sebagian yang loyal ya, loyalitas atau loyal karena bargaining," tegas Martin.

Martin kemudian menyebutkan buku hitam yang kerap dipegang Ferdy Sambo saat memasuki ruang persidangan kasus ini.

Ia menilai Ferdy Sambo memiliki banyak catatan penting yang siap diungkap dalam buku tersebut, jika situasi mulai merugikannya.

"Coba lihat buku hitam yang suka dibawa-bawa pak Ferdy Sambo ya, itu saya pikir ada banyak informasi di situ mengenai 'utang-utang seseorang' ya, baik material maupun immaterial," pungkas Martin.

Perlu diketahui, dalam sidang tuntutan yang digelar pada 17 Januari lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.

Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap sang istri yakni Putri Candrawathi pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.

Sedangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator, pada hari yang sama JPU mengajukan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara.

Sementara pada 16 Januari lalu, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara.

Kejaksaan Agung Klaim Tuntutan Ferdy Sambo dkk Bukan Tekanan Pimpinan

Kejaksaan Agung menepis rumor tuntutan pada Ferdy Sambo dkk dalam perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Seperti diketahui, rumor yang berkembang mengatakan adanya unsur tekanan dari pimpinan dalam tuntutan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum (JPU).

Kejaksaan Agung memastikan bahwa penuntutan terhadap Ferdy Sambo dkk merupakan kewenangan dari tim JPU.

"Di sini ada istilahnya tekanan dari pimpinan, tidak ada. Murni dari penuntut umum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Minggu (22/1/2023).

Pihak Kejaksaan Agung juga mengklaim bahwa tuntutan yang dilayangkan sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada.

Fakta-fakta tersebut pun kemudian disampaikan kepada pimpinan untuk disetujui.

"(Fakta-fakta persidangan) dinilai oleh penuntut umum, kemudian penuntut umum menyampaikan kepada pimpinan, pimpinan tentunya menyetujui apa yang disampaikan," ujar Ketut.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan yang ada, Ketut menjelaskan adanya pembagian tiga klaster dalam kasus ini.

Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).

Dalam perkara ini, jaksa telah menilai Ferdy Sambo sebagai intellectual dader dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai dader.

Kemudian klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana.

Klaster kedua ini menurut Ketut, terdiri dari Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

"Mereka sebagai orang yang memang tahu adanya suatu tindak pidana pembunuhan berencana, tetapi tidak secara langsung menyebabkan kematian," ujarnya.

Adapun klaster ketiga terdiri dari para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam perkara ini.

Mereka ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Irfan Widyanto, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo.

Menurut Ketut, klaster ketiga ini telah melakukan tindak pidana di luar pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Tetapi pasal 55 ayat ke-1 (KUHP) yang kita dakwakan. Jadi masing-masing ini tidak bisa disamakan," katanya.

Sebagai informasi, dalam perkara ini tim JPU telah menuntut Ferdy Sambo hukuman penjara seumur hidup.

Kemudian Richard telah dituntut 12 tahun penjara oleh tim JPU.

Sementara tiga terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf telah dituntut delapan tahun penjara.

Para terdakwa disebut JPU telah terbukti melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

Ada Gerakan Bawah Tanah Minta Sambo Dibebaskan

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menyebut ada gerakan bawah tanah yang meminta terdakwa Ferdy Sambo dibebaskan.

Mereka kabarnya bergerilya untuk sengaja mempengaruhi vonis Ferdy Sambo.

Namun, Mahfud MD menjamin Kejaksaan Agung tetap independen dan tak akan terpengaruh akan hal itu.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta memesan putusan Ferdy Sambo itu agar dengan huruf, tapi ada juga yang minta dengan angka."

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Ferdy Sambo dibebaskan dan ada yang ingin Sambo dihukum."

"Tapi kita bisa amankan itu di Kejaksaan. Saya pastikan Kejaksaan independen, tidak berpengaruh dalam gerakan-gerakan bawah tanah itu," kata Mahfud MD, Kamis (19/1/2023) dikutip dari YouTube KompasTv.

Jika ada yang mengatakan pelaku adalah seorang aparat hukum berpangkat Brigjen, Mahfud siap membantu menghadapinya.

"Ada bilang, ada katanya (yang meminta Ferdy Sambo dibebaskan) seorang Brigjen dan ia mendekati si A, si B."

"Saya bilang Brigjennya siapa, suruh sebut ke saya nanti di sini saya punya Mayjen banyak kok."

"Kalau ada yang bilang dia seorang Mayjen yang mau menekan pengadilan atau Kejaksaan, di sini Saya punya Letjen, jadi pokoknya (Kejaksaan) independen," jelas Mahfud MD.

Mahfud MD mengatakan, hal ini sangat mungkin terjadi.

Pasalnya banyak orang tertarik pada kasusnya Ferdy Sambo.

"Pasti ada orang yang lalu bergerak ketemu, karena orang sangat tertarik pada kasusnya Sambo," ujar Mahfud MD.

(TribunTimur.com/Tribunnews.com/Danang Triatmojo/Tribun Network/THF/Igman Ibrahim)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved