Penembakan Brigadir J

Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Begini Mekanisme Pelaksanaanya

Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai dinyatakan bersalah atas kematian Brigadir J.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
Kompas TV
Ferdy Sambo bersama kuasa hukum usai mengikuti sidang beragendakan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023). 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA --- Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai dinyatakan bersalah atas kematian Brigadir J.

Vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo itu dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso pada Kamis (13/2/2023).

Hukuman mati sendiri menjadi hukuman paling berat dari Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana.

Vonis yang dijatuhi majelis hakim terhadap Ferdy Sambo juga lebih berat dari jaksa penuntut umum atau JPU.

Meski divonis hukuman mati, Ferdy Sambo masih bisa memiliki kesempatan hukum lain seperti banding.

Lalu apa sih vonis mati? Bagaimana eksekusi hukuman mati di Indonesia?

Dikutip dari hukumonline pelaksanaan eksekusi hukuman mati diatur dalam Undang-Undang No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer dan tata pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Sebelum dilaksanakannya eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada terpidana, terpidana wajib mengetahui mengenai rencana pelaksanaan tersebut.

Terpidana harus diberitahu tiga hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi. Ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No.2/PNPS/1964.

Siapa yang akan menjadi “algojo” hukuman mati? Hukum positif Indonesia menegaskan bahwa hukuman mati dilakukan oleh pasukan penembak.

Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

Kepala Polisi Komisariat Daerah tempat kedudukan pengadilan tingkat pertama menjatuhkan hukuman kepada terpidana mati membentuk sebuah regu penembak.

Regu penembak tersebut terdiri atas seorang Bintara, dua belas orang Tamtama, dan dipimpin oleh seroang Perwira.

Regu penembak ini berada di bawah perintah Jaksa Tingi/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ekseksusi sampai selesainya pelaksanaan pidana mati.

Setiap terpidana mati diberikan hak untuk mengemukakan sesuatu (permintaan terakhir) kepada jaksa agung atau jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU No.2/PNPS/1964. Permintaan itu diterima oleh Jaksa Agung/jaksa.

Dalam eksekusi, selain Regu Penembak, yang diperbolehkan hadir dalam ekseksusi hukuman mati berdasar Pasal 8 UU 2/PNPS/1964 adalah pembela terpidana.

Halaman
12
Sumber: Wartakota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved