Universitas Indonesia
Terungkap Film Tahun 1990-an Utamakan Unsur Erotis, Ini Penjelasan Dosen FIB UI Sang Kurator Pameran
Dosen Study Rusia FIB, Dr. Hendra mengungkap fakta sejarah tentang perkembangan film bioskop di Jakarta.
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Pameran Jejak Memori Gempita Layar Perak Jakarta yang diadakan di Museum Sejarah jakarta mengungkap banyak fakta.
Fakta-fakta yang cukup mencengangkan tentang sejarah perfilman di Jakarta.
Apa saja fakta-fakta yang mencengangkan yang terekam di pameran yang digelar 10 - 22 Oktober 2023 itu?
Baca juga: Rifki Mujahid Ziyad, Pelajar Asal Bekasi, Lolos Kuliah di FKG Universitas Indonesia, Begini Kiatnya
Dosen Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI), Dr. Hendra Kaprisma M.Hum, menjelaskan tentang evolusi perfilman di Jakarta.
Tidak kalah penting dalam evolusi perfilman di Jakarta adalah status sosial yang lebih longgar pascakemerdekaan.
Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi Komite Bumi Putera untuk berada di tempat yang sama dan sejajar dengan orang-orang Eropa.
Baca juga: Universitas Indonesia Tegaskan Penetapan Kelas UKT Pertimbangkan Berbagai Faktor dan Dinamis
Hal ini karena sebelumnya, Bumi Putera dipaksa untuk menonton film dari belakang layar,
sedangkan bagian depan hanya boleh diisi oleh orang-orang Eropa.
"Tidak mengherankan jika para tokoh bangsa seperti Soekarno sangat ahli dalam membaca tulisan dari belakang layar karena terbiasa dengan kondisi itu," ujar Dr, Hendra yang juga menjadi kurator dalam pameran tersebut.
Layar Tancap Paling Populer
Dr. Hendra juga membagikan hasil temuannya terkait evolusi perfilman di Jakarta.
Mulai dari layar tancap yang dulu dikenal dengan istilah misbar (gerimis bubar) hingga bioskop modern yang populer saat ini.
Ia mengatakan, saat pertama kali diperkenalkan di Jakarta, layar tancap langsung mendapat posisi di hati masyarakat.
Penayangan film dengan cara ini masih populer hingga tahun 1950-an.
Selanjutnya, layar tancap digantikan dengan bioskop modern yang memiliki tempat tetap.
Utamakan Unsur Erotis
Asisten Kurator Dr. Hendra, Jajang Nurjaman S.Hum., M.A. menyebutkan bahwa ciri khas dari pameran sejarah adalah dapat diidentifikasi melalui keberadaan timeline yang kronologis.
Periodisasi dalam pameran ini didasarkan pada peristiwa politik yang terjadi pada masa Hindia Belanda, masa Pendudukan Jepang, dan masa Republik Indonesia.
Baca juga: Strategi dan Kebijakan Universitas Indonesia Mantapkan Diri Menjadi Entrepreneurial University
Masing-masing periode memiliki keunikan tersendiri.
Saat pertama kali hadir di tengah masyarakat dalam bentuk bioskop keliling, pada umumnya film-film yang ditampilkan berasal dari Barat sebab ketika itu Bumi Putera belum memiliki kemampuan untuk memproduksi film sendiri. Begitu masuk ke zaman Jepang, film diarahkan untuk propaganda.
"Kondisi itu akhirnya berangsur-angsur pulih setelah Indonesia merdeka, sehingga film kembali pada fungsi awalnya, yaitu sebagai hiburan,” ujar Jajang.
Dalam konteks genre, lanjutnya, hingga tahun 1990-an, film bergenre horor merupakan yang paling populer di Jakarta.
Jajang menyinggung bahwa pada masa itu, terjadi penurunan performa perfilman yang ditayangkan di Jakarta.
Film-film tahun 1990-an lebih mengutamakan unsur erotis dibandingkan unsur grafis yang memberi kenyamanan bagi penonton.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari situasi politik yang ada.
“Pemerintah pada masa itu melarang pembicaraan yang mendalam terkait politik, sehingga masyarakat dibiarkan untuk menonton film seperti itu sebagai bentuk pengalihan isu yang
paling efektif,” kata Jajang.
Sementara itu, Kepala Unit Pengelola Museum Jakarta, Esti Utami, S.S menyatakan bahwa Pameran Jejak Memori Gempita Layar Perak Jakarta” penting diadakan.
Hal ini sebagai langkah dan inovasi dari Museum Sejarah Jakarta untuk menghadirkan sejarah dalam nuansa yang lebih menyenangkan.
Kurasi Perfilman Pertama
Pameran ini merupakan kurasi perfilman pertama yang diselenggarakan oleh Museum Sejarah Jakarta.
Pameran itu digelar bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Provinsi DKI Jakarta, Perpustakaan Nasional (Perpusnas), serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dr. Hendra Kaprisma M.Hum., menjadi kurator dalam pameran tersebut.
Dia dibantu oleh Jajang Nurjaman S.Hum., M.A. yang bertindak sebagai asisten kurator mengumpulkan dan mengelola bahan dari berbagai sumber primer.
Sumber-sumber primer dalam pameran itu berasal dari Dispusip, Perpusnas, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Koninklijk Instituut voor Taal–, Land–en Volkenkunde (KITLV), dan sebagian lagi diperoleh melalui wawancara dengan para narasumber.
Pembukaan pameran yang dilakukan pada Senin (9/10/2023).
Pembukaan acara ini juga dihadiri oleh Dekan FIB UI, Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum dan Amelita Lusia, M.Si, Kepala Biro Humas dan KIP UI.
Selanjutnya perwakilan dari Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.
Rektor UI Tandatangani Kerja Sama Terkait Dukungan Dana Abadi Rp 50 Miliar dari ParagonCorp |
![]() |
---|
Hubei University of Chinese Medicine dan UI Sepakat Perkuat Pengembangan Ilmu Pengobatan Tradisional |
![]() |
---|
Antusias Kerja Sama dengan UI Tinggi di NAFSA 2024, Ini Penjelasan Rektor Universitas Indonesia |
![]() |
---|
Universitas Indonesia Buka Pendaftaran Panitia Penjaringan dan Penyaringan Calon Rektor UI 2024-2029 |
![]() |
---|
Besaran UKT dan IPI Ditetapkan UI, Ini Mekanismenya Bagi Mahasiswa agar Tak Alami Kendala Finansial |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.