Kasus Vina Cirebon

Dede dan 6 Terpidana Kasus Pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon Minta Perlindungan ke LPSK

Enam terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Rivaldi Aditya Wardana, Hadi Saputra, dan Eko Ramadhani.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Dedy
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Tim Kuasa Hukum 7 terpidana kasus Vina dan kuasa hukum Dede memberikan keterangan di Bareskrim Polri, Selasa, 23 Juli 2024. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA --- Pihak terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon telah mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Hal tersebut diungkapkan oleh Jutek Bongso, kuasa hukum enam terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, kepada wartawan pada Selasa (23/7/2024).

Enam terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Rivaldi Aditya Wardana, Hadi Saputra, dan Eko Ramadhani.

Pihaknya mengajukan permohonan perlindungan itu ke LPSK beserta keluarga terpidana Selasa pagi.

BERITA VIDEO : SOSOK PENSIUNAN JENDERAL UNGKAP POSISI IPTU RUDIANA

"Tadi pukul 9 pagi kami ke LPSK dan diterima oleh tiga komisioner LPSK dan kami sudah menyerahkan permohonan untuk perlindungan kepada enam terpidana sekaligus keluarganya," ujar Jutek.

"Supaya mereka bisa memberikan keterangan dengan tenang, tidak perlu ada kekhawatiran saat berbicara," ucapnya selaku pengacara dari Peradi itu.

Selain itu, saksi kunci bernama Dede juga mengajukan perlindungan ke LPSK usai ramai pengakuannya.

Baca juga: Saka Tatal Siap Kembali ke Pengadilan yang 8 Tahun Lalu Memvonis Dirinya Bersalah atas Kematian Vina

Pengakuannya tersebut lantaran sebelumnya memberikan keterangan palsu dari kasus ini sehingga tujuh orang dipenjara.

"Terkait dengan Dede tadi kuasa hukumnya DR Asido Hutabarat sudah menyampaikan permohonan untuk perlindungan," ucapnya.

"Kepentingan kami berkolaborasi dengan kuasa hukum terlapor. Untuk menghadirkan kontruksi cerita yang sebenarnya," lanjut dia.

Dari pihak LPSK sendiri membenarkan Dede dan enam terpidana telah mengajukan permohonan perlindungan.

"Iya, ada permohonan perlindungan saksi atas nama Dede," ucap Sri Suparyati selaku Wakil Ketua LPSK, saat dikonfirmasi, Selasa.

Lebih lanjut, pihaknya akan menelaah laporan dari kubu Dede dan enam terpidana serta keluarganya terlebih dahulu.

Hal tersebut guna memutuskan perlindungan dikabulkan atau tidak.

Dede menyesal beri keterangan palsu

Dede, salah satu saksi kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, melalui kuasa hukumnya menyatakan menyesal telah memberikan kesaksian palsu dalam penyidikan hingga persidangan kasus tersebut.

Asido Hutabarat, kuasa hukum Dede pun menyatakan bahwa atas penyesalannya itu, bahkan Dede tak masalah jika harus mendekam di penjara dan menggantikan para terpidana kasus Vina imbas keterangan palsu yang telah diungkapkannya.

Dede mengungkapkan hal itu ketika ditanya oleh Ketua Tim Hukum Dede, Otto Hasibuan, yang menyebut bahwa tindakan kliennya itu memiliki konsekuensi.

"Bahwa ini ada konsekuensinya, kalau sampai pengakuan jujur Anda, Anda bisa masuk penjara, apakah siap? Yang bersangkutan menyatakan siap. Saya siap menggantikan tujuh terpidana yang berada di penjara sebagai terpidana," kata Asido Hutabarat, di Bareskrim Polri, Selasa, 23 Juli 2024.

Asido Hutabarat menerangkan bahwa kliennya itu kini merasa lega lantaran telah mengakui dirinya telah memberikan keterangan palsu terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon itu.

BERITA VIDEO: KUASA HUKUM TERPIDANA KASUS VINA DATANGI BARESKRIM UNTUK GELAR PERKARA

Asido juga menambahkan, keterangan palsu yang disampaikan Dede bermula ketika kliennya dipanggil oleh Aep untuk datang ke Polresta Cirebon.

Di kantor polisi itu, kata Asido, Dede diminta untuk menjadi saksi dan memberikan keterangan perihal kematian Vina dan Eky.

Padahal kata dia, Dede sejatinya tidak mengetahui sama sekali ada peristiwa pembunuhan dengan korban Vina dan Eky.

"Nah Dede bingung karena dia tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu bahkan tidak kenal. Ya tapi kemudian dia harus melalui proses BAP," pungkasnya.

Mulai Penyelidikan

Diberitakan sebelumnya, aparat kepolisian dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mulai melakukan penyelidikan dugaan pemberian keterangan palsu yang dilakukan oleh Dede dan Aep dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, dimulainya penyelidikan itu ditandai dengan dilakukannya gelar perkara awal guna mengusut kasus tersebut.

"Agendanya jam 11.00 WIB adalah gelar perkara awal. Gelar perkara awal itu apa? Ini hal yang biasa dilakukan Bareskrim dan hal biasa manakala kita mendapat laporan polisi," kata Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Selasa, 23 Juli 2024.

Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa pihaknya bakal terlebih dahulu mempelajari inti masalah yang dilaporkan terhadap keduanya.

Barulah kemudian pihaknya akan mendalami mengenai laporan yang menyebut bahwa Dede dan Aep diduga telah memberikan keterangan palsu terkait rangkaian kematian Vina dan kekasihnya Eky.

"Pengakuan pun harus kita buktikan, tidak serta merta. Proses penyelidikan kan seperti itu. Kita buktikan apakah yang disampaikan maupun itu pengakuan saudara Dede dan sebagainya akan kita buktikan," jelasnya.

Sebelumnya, pihak keluarga tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon pada 2016 lalu mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta pada Senin, 10 Juli 2024. 

Kedatangan mereka didampingi oleh mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi untuk melaporkan dua saksi bernama Aep dan Dede soal dugaan kesaksian palsu.

Laporan tersebut diterima dan teregister dengan nomor LP/B/ 227/VII/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 10 Juli 2024.

"Hari ini kita berangkat dari keyakinan bahwa tujuh terpidana yang hari ini masih mendekam di penjara dengan vonis penjara seumur hidup, bahwa mereka tidak melakukan perbuatan pidana dengan tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan dan mereka masuk ke penjara itu karena salah satunya ada kesaksian yang disampaikan oleh Aep dan Dede," kata Dedi Mulyadi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu lalu.

Kesaksian Aep dan Dede, kata Dedi Mulyadi, akan diuji setelah laporan polisi tersebut diterima guna memastikan keterangannya benar atau salah.

"Ini adalah bagian dari cara kita membebaskan tujuh terpidana yang hari ini masih mendekam di penjara, setelah Pegi Setiawan terbebas melalui putusan praperadilan di Pengadilan Neger Bandung," ungkap politikus Partai Gerindra tersebut. 

Disomasi

Diberitakan sebelumnya, Kapolres Kapetakan (Cirebon) Iptu Rudiana, melayangkan somasi terbuka kepada politisi Dedi Mulyadi, Dede Riswanto, dan Liga Akbar yang mengumbar cerita tentang "skenario Rudiana" pada kasus Vina Cirebon.

Dede Riswanto merupakan sosok yang tampil di kanal Youtube Dedi Mulyadi. Dia mengaku sebagai orang yang dipaksa membuat kesaksian palsu tentang pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jabar, tahun 2016.

Kesaksian tersebut membuat 7 terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup.

Rudiana, ayah Eky, membantah tudingan Dede. Sikap Rudiana didukung Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perhimpunan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (Perhakhi).

Ketua Umum DPP Perhakhi, Elza Syarief mengatakan, pihaknya mendapat kuasa dari Iptu Rudiana di kasus kematian Vina dan Eki.

Elza mengatakan, akhir-akhir ini banyak berita hoaks yang menyatakan bahwa kliennya menghilang dan bungkam.

"Beliau adalah seorang polisi aktif, tidak ada istilah lari-larian, kalau lari ada (sanksi) disersi," kata Elza di kawasan Menteng, Jakpus, Senin kemarin, 22 Juli 2024.

Menurutnya, DPP Perhakhi akan melayangkan somasi terbuka kepada tiga orang yaitu Dede Riswanto, Dedi Mulyadi dan Liga Akbar.

Mereka mengirim somasi terbuka ke media massa karena tidak mengetahui alamat dari ketiga orang tersebut.

"Bahwa kami telah melakukan somasi 3x24 jam, setelah itu kami akan melakukan upaya hukum," ujarnya.

Elza mengaku, langkah ini merupakan sebagai serangan balik dari Iptu Rudiana melalui DPP Perhakhi kepada orang-orang yang telah menyudutkannya.

"Banyak cerita dan informasi hoaks dan mempengaruhi publik hingga menimbulkan ujaran kebencian kepada klien kami," katanya.

Informasi yang disebarkan oleh ketiga orang itu mengakibatkan banyak saksi yang mencabut keterangan untuk bersaksi di kasus tersebut.

Mereka bisa dikenakan Pasal 242 KUHP ancaman hukuman tujuh tahun karena memberikan keterangan di luar sumpah.

"Dan mengatakan saya cabut karena dulunya arahkan oleh klien kami. Ini yang akan kami luruskan," imbuhnya.

Iptu Rudiana senditi tidak hadir dalam konferensi Pers DPP Perhakhi di kawasan Menteng karena sedang ada tugas dari kedinasan.

Ia pun akan menghubungi Iptu Rudiana dan menunjukan kepada wartawan bahwa DPP Perhakhi mendapat kuasa langsung.

"Kami sudah pernah bertemu melakui tim kecil, karena beritanya sudah simpang siur kami harus bentuk tim. Kalau pribadi nanti kereportan sehingga kami putuskan Perhakhi yang jago-jago dilibatkan," tuturnya.

(Sumber : Wartakotalive.com, Ramadhan LQ/m31/Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan; Wartakotalive.com/Miftahul Munir)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaUeu7FDzgTG0yY9GS1q

 

 

Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved