Kasus Pungutan Liar

Pungli Rutan KPK, Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Sebut Ada yang Sewa untuk Senam Telanjang

Rahmat Effendi hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pungutan liar di rutan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Suasana sidang lanjutan kasus pungutan liar di rutan KPK dengan 15 terdakwa mantan petugas rutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024. Sidang itu menghadirkan sejumlah saksi, salah satunya mantan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. 

TRIBUNBEKASI.COM — Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dihadirkan untuk memberikan kesaksian dalam persidangan terkait kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK).

Rahmat Effendi hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pungutan liar di rutan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.

Di hadapan majelis hakim, Rahmat Effendi yang akrab dipanggil Pepen, mengungkap perilaku tak biasa yang kerap ditunjukkan oleh Heryanto Tanaka, tahanan kasus suap mantan Hakim Agung selama mendekam di Rutan KPK.

Menurut Rahmat Effendi, Heryanto Tanaka kerap melakukan senam di dalam sel tanpa menggunakan busana dan dilakukan pada dini hari.

Informasi itu terkuak ketika penasehat hukum terdakwa Hengki bertanya pada Rahmat Effendi perihal adanya praktik penyewaan sel tahanan di Rutan KPK Gedung Merah Putih.

Baca juga: Terungkap, Motif Pasutri Beli Bayi Usia 11 Bulan Rp 15 Juta di Tangerang, Berujung Ditahan Polisi

Baca juga: Beranggotakan Generasi Z dan Milenial, Relawan ZIAP Siap Menangkan Aep-Maslani di Pilkada 2024

"Dalam BAP saudara saksi nomor 19 saudara saksi berkata adanya penyewaan fasilitas sel. Benar itu adanya fasilitas penyewaan sel?," tanya tim penasihat hukum Hengki.

Rahmat Effendi pun membenarkan adanya penyewaan fasilitas sel tersebut.

Dia membeberkan bahwa fasilitas penyewaan sel itu sudah digunakan oleh beberapa tahanan, salah satunya Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti.

Haryadi Suyuti, kata Pepen, kala itu memanfaatkan fasilitas sel sewaan itu untuk menyuntikan insulin yang biasa digunakan pengidap diabetes.

"Dia sudah sering tiap hari itu menggunakan gula itu, insulin. Jadi dia memanfaatkan sel yang diujung dan itu berbayar," kata Pepen.

Baca juga: Tangkap 2 Bandar Narkoba, Aparat Polda Metro Jaya Sita 10.100 Butir Ekstasi Siap Edar dari Denmark

Baca juga: Beri Penghormatan Terakhir untuk E yang Akhiri Hidup di Kampus, Mahasiswa Untar Gelar Tabur Bunga

Selain Haryadi Suyuti, fasilitas sel berbayar itu juga digunakan oleh Heryanto Tanaka.

Pepen menjelaskan awal mula kenapa Heryanto Tanaka bisa menyewa fasilitas sel tersebut.

Pepen membeberkan bahwa Heryanto Tanaka memiliki perilaku yang tak biasa, sehingga ia melapor ke petugas keamanan rutan saat itu yang bernama Ricky.

"Nah itu pernah sampaikan ke Pak Riki, 'Pak Riki ini Pak Tanaka kan orangnya agak spesifik gitu, dia gak mau berbaur di ruangan, dia maunya sendiri karena kalau jam 2 malam itu dia telanjang sambil senam," ungkap Pepen.

"Sehingga mengganggu tiga orang itu yang di kamar. Bayangin orang mau tahajud jam 2 atau setengah 2 dia telanjang sambil senam di kamarnya," sambungnya.

Baca juga: Seleksi PPPK 2024 Gratis, Pemkab Bekasi Buka 10.099 Formasi, 3.762 Diantaranya untuk Tenaga Guru

Baca juga: Sebelum Meninggal, Kapolres Boyolali AKBP Yoga Beri Wasiat Anak Tertua Agar Jaga Ibu dan Adiknya 

Kemudian tim penasihat hukum Hengki pun mendalami siapa sosok yang menawarkan Heryanto Tanaka perihal adanya fasilitas sel berbayar tersebut.

Pepen menjawab bahwa sosok yang menawarkan penyewaan sel tersebut yakni Ricky Rachmawanto dan Agung Nugroho yang merupakan petugas rutan.

"Siapa saudara saksi?," tanya Tim Penasihat Hukum Hengki.

"Ya dengan Pak Tantib (Keamanan dan Ketertiban), ya Pak Ricky, ya Pak Agung," pungkasnya.

Sebelumnya, 15 orang eks petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didakwa menerima uang sebesar Rp 6,3 miliar terkait kasus pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah narapidana di lembaga antirasuah tersebut.

Baca juga: Jenazah Kapolres Boyolali AKBP Muh Yoga Disambut Ratusan Pelayat, Sempat Dirawat Usai Kecelakaan 

Baca juga: Lumayan, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Senin Ini Turun Rp 4.000 Per Gram, Simak Detailnya

Adapun ke-15 orang eks petugas Rutan KPK itu menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis lalu, 1 Agustus 2024.

Mereka yang telah didakwa bersalah yakni mantan Karutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Karutan KPK Deden Rochendi, eks Kepala Cabang Rutan KPK tahun 2021 Ristanta dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK 2018-2022 Hengki.

Selain itu terdapat nama-nama lainnya yaitu mantan petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh dan Ramadhan Ubaidillah.

Dalam dakwaannya, Jaksa dari KPK menyebut bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatannya itu sekitar bulan Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana korupsi di lingkungan Rutan KPK.

Selain itu perbuatan mereka pun dianggap bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang, Peraturan KPK, dan Peraturan Dewan Pengawas KPK.

Baca juga: Cegah Tawuran, Polisi Amankan 8 Remaja, Sita Senjata Tajam hingga Busur Panah

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Tak Textiles Indonesia Butuh IT Support

"Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya yaitu partai terdakwa selaku petugas rutan KPK telah menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangannya terkait penerimaan, penempatan, dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan selama berada di dalam tahanan," ucap Jaksa di ruang sidang.

Tak hanya itu Jaksa juga meyakini bahwa ke-15 terdakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hal itu lantaran para terdakwa dianggap telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dalam perkara tersebut.

"Terdakwa telah melakukan, menyuruh, melakukan atau turut serat melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dengan maksud menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain," tuturnya.

Kemudian Jaksa turut menguraikan jumlah penerimaan masing-masing daripada terdakwa dalam perkara pungutan liar terhadap para narapidana tersebut. (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Berikut rinciannya;

1. Deden Rochendi seluruhnya sejumlah Rp 399.500.000
2. Hengki seluruhnya sejumlah Rp 692.800.000
3. Ristanta seluruhnya sejumlah Rp 137.000.000
4. Eri Angga Permana seluruhnya sejumlah Rp 100.300.000
5. Sopian Hadi seluruhnya sejumlah Rp 322.000.000
6. Achmad Fauzi seluruhnya sejumlah Rp 19.000.000
7. Agung Nugroho seluruhnya sejumlah Rp 91.000.000
8. Ari Rahman Hakim seluruhnya sejumlah Rp 29.000.000
9. Muhammad Ridwan seluruhnya sejumlah Rp 160.500.000
10. Mahdi Aris seluruhnya sejumlah Rp 96.600.000
11. Suharlan seluruhnya sejumlah Rp 103.700.000
12. Ricky Rachmawanto seluruhnya sejumlah Rp 116.950.000
13. Wardoyo seluruhnya sejumlah Rp 72.600.000
14. Muhammad Abduh seluruhnya sejumlah Rp 94.500.000
15. Ramadhan Ubaidillah seluruhnya sejumlah Rp 135.500.000

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved