Berita Viral

Sosok Dokter yang Tinggal di Kolong Jembatan Demak, Menyendiri Setelah Kehilangan Istri dan Anaknya

Seorang dokter lulusan UI Depok yang memilih hidup menyendiri di kolong jembatan di Demak. Kisahnya viral di Youtube

Penulis: | Editor: Ign Prayoga
YOUTUBE
SOSOK HAFID - Sebuah kisah mengharukan datang dari seorang pria bernama Hafid, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga meraih gelar spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di Singapura. Meski memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan karier cemerlang, Hafid kini memilih hidup sederhana di bawah kolong jembatan di kawasan Kadilangu, Demak. 

TRIBUNBEKASI.COM, DEMAK - Kisah seorang dokter lulusan Universitas Indonesia (UI) yang memilih hidup menyendiri di kolong jembatan di Demak, Jawa Tengah, menarik perhatian publik.

Dia adalah Hafidz, seorang pria asal Jember, Jawa Timur, yang beristrikan seorang wanita asal Cianjur, Jawa Barat.

Beberapa tahun lalu, Hafidz, mengalami situasi yang sangat berat. Sang istri mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia. 

Tak lama kemudian, anak tunggalnya juga mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.

Sejak itu, Hafidz memutuskan untuk menyendiri dan menjauh dari gemerlap dunia. Hafidz membangun bedeng di kolong jembatan Kadilangu, Kabupaten Demak.

Hafidz tak memutus komunikasi dengan dunia luar. Dia punya dua handphone (HP) untuk menjalin komunikasi dengan orang lain.

Karena bedengnya tak ada listrik, Hafidz mengisi daya handphone-nya di warung dekat jembatan.     

Kisah Hafidz ini diungkap dalam tayangan YouTube Sinau Hurip yang dipandu oleh Sukaryo Adiputro atau Adi. 

Dia mengaku telah sembilan tahun menjalani kehidupan yang seperti sekarang. 

Hafidz merupakan lulusan Kedokteran Universitas Indonesia yang kemudian melanjutkan pendidikan spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT) di Singapura. 

Dia juga sempat menempuh pendidikan lanjutan di Italia selama empat tahun. 

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Hafid membuka sebuah apotek di Jember dan menjalani kehidupan rumah tangga bersama sang istri, yang juga seorang dokter asal Cianjur.

Namun, kehidupan itu berubah ketika sang istri meninggal dunia akibat kecelakaan. 

Kesedihan Hafidz semakin mendalam saat anak semata wayangnya, yang sedang menempuh pendidikan di Jerman dan hendak wisuda, juga meninggal dunia dalam kecelakaan ketika hendak pulang ke rumah.

“Setelah itu saya benar-benar frustasi. Saya tinggalkan semua, termasuk apotek dan rumah,” ujar Hafid dalam wawancara tersebut.

RUMAH BEDENG DOKTER - Suasana rumah bedeng tempat tinggal Hafidz atau Kafid yang berada di bawah kolong jembatan Sungai Kalijajar, Kabupaten Demak, Senin (28/7/2025).
RUMAH BEDENG DOKTER - Suasana rumah bedeng tempat tinggal Hafidz atau Kafid yang berada di bawah kolong jembatan Sungai Kalijajar, Kabupaten Demak, Senin (28/7/2025). (TRIBUN JATENG/ FAISAL AFFAN)

Kini, rutinitas Hafidz dimulai dari tempat tinggalnya di bawah kolong jembatan

Setiap hari, ia berjalan kaki ke Masjid Kadilangu untuk beribadah, kemudian berziarah ke makam Sunan Kalijaga, dan kembali ke tempat tinggalnya untuk menyendiri.

Meski memiliki pondok pesantren (ponpes) di Jember yang dikelola oleh keluarganya, Hafidz mengaku tak betah lama di kampung halamannya. 

Ia sesekali pulang ke Jember, lalu kembali ke Demak. “Saya merasa lebih tenang di sini,” katanya lirih.

Dalam wawancara itu, Hafid juga mengungkapkan bahwa ia adalah anak tunggal. 

Meski demikian, ia memiliki tiga saudara angkat yang semuanya menempuh pendidikan di bidang kesehatan. 

Ketenangan Jiwa

Hidup dalam kesederhanaan bukanlah hal yang membuatnya menyesal. Bagi Hafid, ketenangan jiwa jauh lebih penting daripada kenyamanan materi.

“Saya pernah ke Cianjur, ke rumah istri, lalu ke Singapura ketemu teman-teman. Tapi saya seperti mendapat bisikan untuk kembali. Akhirnya saya kembali dan memilih hidup di sini,” ungkapnya.

Bedeng tempat tinggal Hafidz sangat sederhana. Bedeng itu terletak di kolong jembatan, di tepi sungai Kalijajar, Demak.

Bedeng itu terbuat dari potongan bambu dan terpal bekas spanduk.

Informasi yang diterima Tribunjateng.com dari warga di sekitar jembatan, bedeng tersebut merupakan tempat tinggal seorang pria bernama Kafid.

Masih berdasarkan informasi yang diterima, aktivitas Hafidz sehari-hari hanya tinggal di rumah bedeng miliknya dan sesekali pergi ke Masjid Kadilangu Demak.

Tim Tribunjateng.com mendatangi bedeng tempat tinggal Hafidz pada Senin (28/7/2025) siang.

Bedeng berukuran 2x4 meter itu dilengkapi dengan dapur dan teras yang jadi tempat untuk meletakkan dipan sederhana yang diberi matras warna biru.

Tak jauh dari dipan, terdapat sebuah meja kecil yang berisi teko dan gelas untuk minum. Ada pula kursi ala kadarnya.

Namun sayangnya saat itu penghuni rumah tidak menampakkan batang hidungnya.

Di sudut, terdapat tumpukan kayu yang digunakan Hafidz untuk memasak. Ada pula beberapa galon air, rak piring, dan ember yang digunakan untuk membersihkan peralatan dapur.

Tak jauh dari sana, juga masih terdapat rumah bedeng serupa yang berbentuk panggung. Rumah bedeng tersebut terlihat lebih sederhana namun dilengkapi dengan kandang yang berisi burung perkutut.

Tepat berada di sebelahnya, terdapat jemuran handuk merah dan sajadah hijau.

Karena tidak bertemu dengan sang penghuni rumah bedeng, tim Tribunjateng.com mencoba menggali informasi dari warga sekitar.

Seorang pria yang akrab disapa Kroto mengatakan warga mengenal penghuni bedeng itu sebagai Pak Kafid.

"Orang sini manggilnya pak Kafid. Tapi saya baru tahu kalau dia dulunya seorang dokter. Warga sini tahunya ya cuma orang pelarian saja," ucap Kroto yang bertugas sebagai penjaga  Bendung Sungai Kalijajar.

Kroto mengatakan bahwa Kafid sudah tinggal di bawah kolong jembatan sejak 7 tahun yang lalu. Ia mengaku ada beberapa orang yang mendatanginya untuk berobat.

"Sesekali ada yang mencari pak Kafid buat berobat. Tapi saya tidak tahu berobat untuk penyakit apa. Sudah lama dia tinggal disitu sejak 7 tahun lalu. Orangnya bisa diajak komunikasi, bukan orang stres (ODGJ)," tambahnya.

Menurut Kroto, sehari-hari aktivitas Kafid hanya berdiam di bedeng miliknya dan sesekali menumpang mengisi daya ponsel di warung yang tak jauh dari Bendung Sungai Kalijajar.

"Siang gini biasanya ya di rumah itu. Kalau malam numpang nge-charge di warung situ. Dia punya HP (ponsel). Bahkan punya dua setahu saya," ujar Kroto.

Kroto sempat membantu tim Tribunjateng.com untuk kembali mendatangi rumah Kafid yang ada di kolong jembatan. Namun hasilnya tetap saja nihil.

"Biasanya dia santai-santai di depan rumah ini. Tapi ini kok kebetulan pas tidak ada. Mungkin lagi pergi," ucapnya.

Sampai saat ini pun Kroto dan warga sekitar masih bertanya-tanya bagaimana cara Kafid bertahan hidup. Pasalnya Kafid bukanlah tunawisma yang mencari uang dengan meminta belas kasihan dari warga sekitar.

"Enggak pernah lihat dia minta-minta ke warga atau ke jalanan. Warga sini juga masih belum tahu, bagaimana dia bisa hidup. Mungkin ada yang mengirimkan uang atau makanan," katanya. (afn)

 

Artikel ini telah tayang di   TribunJateng.com?

 

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved