Setya Novanto, Terpidana Korupsi Rp 2,3 Triliun Dinyatakan Bebas Bersyarat
Terpidana kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun, Setya Novanto telah bebas dari penjara
Penulis: Valentino Verry | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun, Setya Novanto alias Setnov, mendapat kebebasan pada HUT ke-80 RI, 17 Agustus 2025.
Setya Novanto adalah politisi Partai Golkar yang pada puncak kariernya menduduki jabatan Ketua DPR RI dan juga Ketua Umum Partai Golkar (2016-2017).
Dia kemudian jadi tersangka kasus korupsi e-KTP dan dijatuhi hukuman 12,5 tahun penjara. Setya Novanto mestinya baru bebas pada tahun 2029.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji memberi pemahaman hukum atas fakta Setnov bebas dari penjara.
Menurut Sarmuji, bebas bersyarat yang diperoleh Setnov telah sesuai dengan proses hukum.
"Pak Novanto sudah menjalani pemasyarakatan sebagai bekal saat menjalani hidup normal. Insya Allah lebih baik," kata Sarmuji kepada Tribunnews.com, Minggu (17/8/2025).
Sarmuji menyebut, kritik terhadap pembebasan bersyarat tersebut sebaiknya dipahami dalam kerangka hukum yang berlaku.
"Beliau sudah menjalani hukumannya sesuai proses hukum," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar
Setya Novanto merupakan terpidana kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun.
Setnov awalnya divonis 15 tahun penjara, hukuman tersebut lalu dipotong Mahkamah Agung (MA) dengan mengabulkan Peninjauan Kembali (PK).
Putusan ini membuat Setnov dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan, sehingga bebas bersyarat.
Hingga, Setnov resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, pada 16 Agustus 2025.
Diberitakan sebelumnya, mantan Ketua DPR RI sekaligus politikus Partai Golkar, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025 setelah menjalani hukuman selama kurang lebih 8 tahun di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Setnov divonis 12,5 tahun penjara dalam putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung, turun dari vonis awal 15 tahun.
Ia juga dijatuhi denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, hak politik Novanto untuk menduduki jabatan publik dicabut selama dua tahun enam bulan.
Masa tersebut baru berlaku setelah ia bebas murni pada 2029 mendatang.
Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, menjelaskan bahwa Setya Novanto dibebaskan bersyarat karena telah menjalani dua pertiga masa tahanan dan berkelakuan baik, selain juga melunasi denda serta uang pengganti.
"Sesuai dengan putusan pengadilan, kalau kami kan melaksanakan putusan pengadilan ya, bahwa dicabut hak politiknya setelah 2,5 tahun itu, setelah berakhir masa bimbingan, artinya setelah bebas,” jelas Rika, di Lapas Kelas IIA Salemba, Jakarta, pada Minggu (17/8/2025).
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Mashudi, menambahkan bahwa Novanto masih wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan hingga 2029.
"Yang pasti akan dicabut (kalau melanggar). Kalau menurut ketentuan daripada permen-nya, undang-undangnya," tutur Mashudi.
Total remisi yang diterima Novanto tercatat sebanyak 28 bulan 15 hari.
Dalam kasus korupsi KTP elektronik, ia disebut menerima 7,3 juta dollar AS dan sebuah jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Diterpa Isu Munaslub Partai Golkar, Bahlil Lahadalia Malah Tertawa: Ya Itu Baguslah |
![]() |
---|
Hasto Kristiyanto Divonis 3,5 Tahun Penjara, Terbukti Suap PAW Harun Masiku |
![]() |
---|
Ex Mendag Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan |
![]() |
---|
Banding Dikabulkan, Tuntutan Pimpinan DPRD Bekasi Terjerat Korupsi Jadi Tiga Tahun Penjara |
![]() |
---|
Kejari Buka Potensi Tersangka Baru di Korupsi BUMD Migas Karawang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.