Kasus Korupsi

Liciknya Kepsek SMK di Ponorogo, Selewengkan Dana BOS Rp 25 Miliar Disulap Jadi Bus Pribadi

Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo, Syamhudi, didakwa korupsi dana BOS Rp25 miliar untuk beli bus. Ia terancam hukuman 14 tahun penjara.

Editor: Mohamad Yusuf
KOMPAS.COM/SUKOCO
SIDANG KORUPSI – Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo, Syamhudi, menjalani sidang tuntutan kasus dugaan korupsi dana BOS di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (23/10/2025). Ia terancam 14 tahun penjara atas dugaan penyalahgunaan dana Rp25 miliar. 

TRIBUNBEKASI.COM, PONOROGO - Nasib Kepala Sekolah SMK PGRI 2 Ponorogo, Jawa Timur, Syamhudi kini di ujung tanduk. Ia terancam hukuman 14 tahun penjara setelah didakwa menyelewengkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hingga Rp25 miliar.

Kasus yang menyeret Syamhudi ini bermula dari laporan masyarakat pada 2024, yang menyoroti penggunaan dana BOS tidak sesuai peruntukannya sejak 2019.

Kejaksaan Negeri Ponorogo kemudian melakukan penyelidikan hingga menetapkan Syamhudi sebagai tersangka pada April 2024. Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan operasional sekolah, diduga dipakai untuk kepentingan pribadi.

Kasie Intelijen Kejaksaan Negeri Ponorogo, Agung Riyadi mengungkapkan, dalam pemeriksaan Syamhudi mengaku menggunakan sebagian dana BOS untuk keperluan pribadi.

“Mengakunya untuk keperluan pribadi, beli bus,” kata Agung, Kamis (23/10/2025).

Kini, kasus tersebut sudah masuk tahap tuntutan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Jaksa menilai Syamhudi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.

“Sudah sidang tuntutan. Terdakwa Syamhudi Arifin dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Agung Riyadi.

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut denda Rp500 juta. Bila tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara tambahan enam bulan.

Uang Pengganti Rp22 Miliar

Dalam sidang yang sama, jaksa juga meminta Syamhudi membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp25,8 miliar. Setelah memperhitungkan pengembalian Rp3,1 miliar, total yang masih harus dibayar menjadi Rp22,6 miliar.

“Harus dibayar setelah satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap,” tegas Agung.

Baca juga: Insiden KA Purwojaya Anjlok di Kedungwaringin Bekasi, Seorang Penumpang Terluka

Baca juga: Remaja Eks Tawuran Kini Bertarung Resmi, Wali Kota Jaktim Lepas ‘Petarung Gladiator’ ke Bogor

Baca juga: Buset! Harga Telur di Pasar Gudang Tangerang Tembus Rp 31.000, Pedagang Menjerit Omzet Turun

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Syamhudi dicopot dari jabatannya sebagai kepala sekolah. Kini ia berstatus terdakwa dan menunggu putusan pengadilan.

Kasus ini menambah daftar panjang penyalahgunaan dana BOS di Indonesia. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menilai lemahnya sistem pengawasan menjadi penyebab utama terjadinya korupsi di sektor pendidikan.

“Belum adanya juklak dan juknis yang jelas membuat dana BOS rawan diselewengkan,” kata Mu’ti di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Hal senada disampaikan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana. Ia mengungkapkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 menunjukkan 12 persen sekolah masih menggunakan dana BOS tidak sesuai aturan.

“Masih ada 7 persen sekolah melakukan pungutan dan 40 persen terindikasi nepotisme dalam pengadaan barang,” ujar Wawan.

Temuan ini, kata Wawan, menjadi sinyal kuat bahwa sistem pengawasan penggunaan dana BOS perlu diperketat agar kasus serupa tak terulang.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved