Pembeli Semakin Sedikit, Pedagang Pasar Ciracas Terpaksa Menutup Kiosnya

Suasana suram juga tampak di lantai satu Pasar Ciracas di Jakarta Timur yang ditempati para pedagang pakaian.  

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Ign Prayoga
Warta Kota/Miftahul Munir
SEPI -- Pasar Ciracas di Jakarta Timur yang semakin sepi, Jumat (24/10). Para pedagang di pasar ini mengeluhkan jumlah pengunjung yang semakin sedikit dan omzet para pedagang pun turun drastis. 

TRIBUNBEKASI.COM, CIRACAS -- Lorong-lorong gelap, lantai retak, dan deretan rolling door yang tertutup menjadi pemandangan umum di banyak pasar tradisional Jakarta. Salah satunya di Pasar Ciracas, Jakarta Timur, yang kini lebih sering diselimuti kesunyian ketimbang hiruk-pikuk transaksi jual beli seperti masa jayanya dulu.

Suasana suram juga tampak di lantai satu Pasar Ciracas di Jakarta Timur yang ditempati para pedagang pakaian.  Pantauan pada akhir pekan lalu, hanya segelintir kios yang buka. Beberapa kios dalam kondisi tutup dan ditempeli tulisan ‘dikontrakkan’.

Tia, salah satu pedagang pakaian, lebih banyak duduk di depan kiosnya sambil menunggu pembeli. Kondisi ini berbeda apabila dibandingkan periode 10 tahun pertama Tia berdagang di Pasar Ciracas. “Dulu sehari bisa jual puluhan potong baju, sekarang paling empat,” katanya, Jumat (24/10/2025).

Berjualan pakaian di Pasar Ciracas sejak 2011, Tia memiliki dua kios pribadi dan satu kios sewa. Awalnya Tia hanya memiliki satu kios. Ketika usahanya berkembang, dia pun menambah kios.

Namun, keadaan berubah. Ketiga kios itu tak menghasilkan pendapatan sebesar dulu. Kini, salah satu kios dijadikan gudang. 

Pada masa keemasannya, Tia memiliki dua pegawai dan bisa meraup omzet hingga Rp 800 ribu dalam tempo tiga jam, mulai dari buka kios pukul 08.00 hingga pukul 11.00 WIB. 

Lima tahun terakhir, penjualan pakaian di Pasar Ciracas mulai meredup. Satu per satu kios pakaian pun tutup. “Kondisi sekarang sepi sekali. Hampir 50 persen pedagang di sini sudah gulung tikar, terutama yang kiosnya sewa,” ujarnya.

Di tengah situasi tersebut, Tia dan para pedagang bakal menghadapi tantangan lain. Masa kontrak seluruh kios Pasar Ciracas akan berakhir pada 2029. Setelah itu, posisi kios akan dikocok ulang oleh pihak pengelola yakni Perumda Pasar Jaya, perusahaan milik Pemprov Jakarta yang bertugas mengelola pasar.

Para pemilik lama seperti Tia tidak bisa memilih lokasi strategis. “Sistemnya undian, jadi belum tentu dapat tempat di bagian depan,” katanya.

Pada masa sekarang, transaksi antara pedagang dan penjual tak selalu dilakukan secara tatap muka karena bisa dilakukan secara online. Hasil survei Populix menunjukkan, belanja online sangat popular di kalangan usia 18-21 tahun dan 22-28 tahun, masing-masing 35 persen  dan 33 persen.

Sedangkan usia 29-38 tahun berada di posisi ke tiga sebesar 18 persen. Mereka termasuk generasi milenial (kelahiran 1981-1996) dan generasi Z (kelahiran 1997 ke atas) dan tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang pesat.

Kemampuan adaptasi teknologi ini membuat teknologi e-commerce mudah diadopsi oleh kedua generasi ini.

Secara populasi, kedua generasi ini mendominasi piramida penduduk Indonesia. Hal itu pula yang menjadikan milenial dan gen z menjadi pasar terbesar e-commerce di Indonesia.

Tia tak menggunakan strategi jualan online. Dia tetap berjualan secara konvensional karena tak memahami cara berjualan online.

Menurut Tia, masalah yang terjadi saat ini adalah penurunan daya beli, bukan perkara jualan oflline atau online.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved