Pembeli Semakin Sedikit, Pedagang Pasar Ciracas Terpaksa Menutup Kiosnya
Suasana suram juga tampak di lantai satu Pasar Ciracas di Jakarta Timur yang ditempati para pedagang pakaian.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Ign Prayoga
Tia mengatakan, rekan-rekannya yang berjualan secara online pun kini mengeluhkan penurunan jumlah pembeli. “Ekonomi lagi anjlok. Mau online, mau offline, semua sepi,” tuturnya.
Situasi muram yang dialami para pedagang selaras kondisi pasar yang terkesan kurang nyaman. Lantai keramik banyak yang terkelupas. Di area penjual daging, lantainya becek dan udaranya dipenuhi aroma menyengat.
Transaksi di pasar basah ini mirip yang terjadi pada area kering. Seorang pedagang bahan pokok, Hj Mujiati mengatakan, daya beli masyarakat mengalami penurunan tajam sejak pandemi.
Omzet pedagang bahan pokok sepertinya dirinya juga tergerus. “Dulu bisa dapat jutaan rupiah sehari, sekarang untuk dapat ratusan ribu saja sulit sekali,” ucapnya.
Mujiati menilai, masyarakat kini lebih memilih berbelanja ke tukang sayur dekat rumah atau melalui layanan oline. “Harga bahan pokok naik terus, orang mikir dua kali kalau mau ke pasar,” katanya.
Meski begitu, Mujiati tetap bersyukur masih bisa berjualan. “Yang penting sehat. Soal pembeli, ya sudah nasib. Sekarang jam 12 siang saja sudah tutup karena enggak ada yang datang,” ujarnya pasrah.
Para pedagang menyatakan belum ada upaya nyata dari pihak pengelola untuk meningkatkan kunjungan pembeli. Renovasi pasar yang sudah dilakukan tidak berdampak besar terhadap peningkatan aktivitas ekonomi. Sementara, tagihan dari pengelola pasar terus datang setiap bulan. Mujiati mengaku rutin membayar Rp 300 ribu untuk listrik dan iuran kebersihan.
Harga Sewa Kios
Suasana muram juga terlihat di pasar tradisional Radio Dalam, Jakarta Selatan, pada Sabtu (25/10). Hanya sedikit pembeli melintas di lorong-lorong pasar, sementara banyak kios tertutup rapat. Sebagian bahkan disegel karena tunggakan sewa yang menumpuk selama bertahun-tahun.
Kondisi sepi ini, menurut para pedagang, sudah lama terjadi. Mereka saat ini berada pada posisi berjuang agar usahanya tetap bertahan di tengah minimnya pengunjung. Di sisi lain, pengelola pasar yakni Perumda Pasar Jaya, dinilai kurang aktif untuk menghidupkan kembali aktivitas ekonomi.
“Kami rutin bayar iuran bulanan, tapi pasarnya tetap aja sepi. Harusnya PD (perusahaan daerah) jangan cuma doyan nagih iuran, tapi juga kreatif biar pasar ramai,” ujar Roy (35), pedagang sayur.
Roy menjelaskan, biaya sewa kios memang tergolong murah, hanya Rp 125 ribu per bulan. Namun, pedagang tetap terbebani biaya besar lainnya, mulai dari pembelian kios yang mencapai Rp50 juta hingga biaya keamanan, listrik, dan pengelolaan sampah. “Pasarnya sepi, tapi pengeluaran terus ada,” ujarnya.
Keluhan serupa datang dari Sulistyo, pedagang ayam kampung. Ia mengatakan, banyak kios disegel karena pemiliknya tidak sanggup membayar iuran di tengah sepinya pembeli.
“Sejak Covid, banyak yang nggak sanggup bayar. Tapi (Perumda) Pasar Jaya nggak kasih solusi biar pasar hidup lagi. Harusnya ada promosi, papan nama besar, atau parkiran yang layak,” ucapnya.
Sulistyo menilai, salah satu penyebab utama sepinya Pasar Radio Dalam adalah minimnya fasilitas pendukung. Letak pasar yang tersembunyi tanpa papan penanda besar membuat masyarakat tidak tahu keberadaan pasat tersebut.
| Penganiaya Mantan Ketua RT di Ciracas Jaktim Menyangkal Perbuatannya |
|
|---|
| Perumda Tirta Bhagasasi Potensi Kehilangan 14.000 Ribu Pelanggan Pascapemisahan Aset |
|
|---|
| Miris! Perumda Tirta Patriot Bekasi Mendapat Rating Rendah 2,0 di Google |
|
|---|
| Melalui Pusbinroh, Perumda Pasar Jaya Hadiahi Ibadah Umrah Bagi Pegawai Hingga Pegiat Pasar |
|
|---|
| Tarif Parkir Disinsentif bagi Mobil yang Belum atau Gagal Uji Emisi Mulai Dikenakan di Pasar |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.