Khutbah Jumat

Khutbah Jumat 17 Oktober 2025: Meneladani Ilmu dan Adab sebagai Fondasi Peradaban Islam

Khutbah Jumat hari ini, 17 Oktober 2025, mengangkat tema “Panduan Islam tentang Ilmu dan Adab.”

Editor: Mohamad Yusuf
Istimewa
SALAT JUMAT - Ilustrasi jemaah mendengarkan khutbah Jumat di Masjid Agung Al-Barkah, Jumat (17/10/2025). Tema khutbah pekan ini mengajak umat Islam memperkuat keimanan melalui ilmu dan adab. 

Kemuliaan yang lahir dari perkawinan iman dan ilmu serta amal, adab dan peradaban sebagai buahnya. Q.S. Al-Hujurat [49]: 13:

إنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَكُمْ.
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”

Jemaah yang dimuliakan Allah Swt,
Ilmu yang mampu mengantarkan manusia mencapai derajat tertinggi di sisi Allah Swt ialah ilmu yang didapatkan dari proses pembelajaran yang luhur.

Tradisi pengetahuan yang tidak hanya mengindahkan aspek intelektualitas, meninggalkan keimanan sehingga menghasilkan peradaban yang lahir tanpa amal yang dibekali adab.

Fenomena seperti itu yang barangkali menjadi kritik dari Abdullah ibn Al-Mubarak dalam salah satu pesan hikmahnya yang populer: “Kami lebih membutuhkan sedikit adab daripada banyak ilmu”.

Syeikh Hasyim Asy’ari, yang merupakan seorang ulama besar Indonesia, menuliskan sebuah kitab yang berjudul Adāb Al-‘Ālim wa Al-Muta‘allim (Adab Guru dan Murid) dan memberikan panduan etika Islam dalam praktik pembelajaran.

Beberapa pesan utama yang beliau sampaikan dalam konteks adab seorang guru ialah mengelola dirinya sebagaimana seorang ulama.

Guru merupakan penjaga amanah pengetahuan, maka ia harus menjaga kesinambungannya dengan senantiasa belajar, melakukan laku spiritual secara totalitas dan menampilkan laku sosial dengan etika paling ideal kepada siapa pun terutama muridnya.

Beliau juga menekankan bahwa guru tidak boleh sampai pada kepentingan pragmatis yang menjadikan ilmunya sebagai tangga demi mencapai tujuan-tujuan duniawi.

Dalam konteks tersebut, guru memang dituntut untuk bersikap ideal sebagai seorang yang diposisikan pada derajat ‘ulama dan waratsatul anbiyā’.

Syeikh Hasyim juga mengurai adab seorang murid bagi dirinya sendiri, yaitu mengelola niatnya, aktivitas kesehariannya, baik intelektual, spiritual dan sosial, dengan manajemen yang baik.

Lalu berkaitan dengan relasinya dengan guru, salah satu adab yang harus dipegangi murid ialah memandang gurunya dengan pandangan yang senantiasa penuh penghormatan dan pemuliaan.

Namun hal ini dengan catatan, bahwa sang guru juga harus senantiasa menjadikan dirinya sebagai sosok yang layak untuk disematkan status pewaris para nabi.

Sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Hasyim ketika mensyarahi hadis Nabi Muhammad saw tentang status ‘ulama sebagai pewaris para nabi:

العلماء ورثة الأنبياء، حَسْبا بهذهِ الدَّرَجَةِ مَعْدًا وَفَخْرًا، وَبِهَذِهِ الرُّتْبَةِ شَرَفًا وَذِكْرًا، وَإِذَا كَانَ لَا رُتْبَهُ فَوْقَ النُّبُوَّةِ، فَلَا
شَرَفَ فَوْقَ شَرَفِ الوِرَاثَةِ لِتِلْكَ الرُّقْبَةِ.
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Cukuplah bagimu derajat ini sebagai kemuliaan dan kebanggaan, dan dengan derajat ini pula ada kehormatan dan pengingat. Dan jika ada derajat yang lebih tinggi dari kenabian, maka tidak ada kehormatan yang lebih tinggi dari kehormatan pewarisan derajat itu.”

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved