Berita Daerah

PLN tak Tahu Soal Jaringan Listrik di Dalam Sel Lapas Kelas I Tangerang

Manajemen PLN ternyata tak tahu banyak soal jaringan listrik ayng ada di dalam sel Lapas Kelas I Tangerang.

Editor: Valentino Verry
Istimewa
Ilustrasi lapas - PT PLN tak tahu bagaimana jaringan listrik bisa masuk sampai sel tahanan Lapas Kelas I Tangerang, yang membuat napi bisa cas HP. 

Jebolan Universitas Sriwijaya ini menyatakan berdasarkan pengalaman pribadi selama menjalani masa hukuman di Lapas Kelas I Tangerang, dia melihat rasio antara tenaga sipir dan penghuni jadi kian tak seimbang.

“Dulu tahun 2011 ketika saya di sana, penghuninya baru 1.000-an, setelah beberapa bulan saya keluar jadi 2.000-an, sekarang kabarnya sudah lebih dari itu,” ucapnya.

Mantan Kasubdit Penyidikan Kejagung ini menyatakan dulu ketika dirinya berada di dalam lapas, dia pernah ditunjuk sebagai kepala pengamanan yang berasal dari napi untuk membantu para sipir.

“Karena memang jumlah sipirnya terbatas sehingga harus dibantu,” ujarnya.

“Kalau kondisi aman sih, mungkin para sipir terlihat cukup, namun jika sudah ada keributan baru terlihat para sipir kewalahan,” lanjutnya.

Baca juga: Kuasa Hukum Terduga Pelaku Pelecehan Seksual pada Pegawai KPI juga Somasi Beberapa Akun Medos

“Maka ketika itu kami diperbantukan membuat pengamanan diantara blok, sehingga pernah kami bikin acara panggung gembira bagi napi yang diperkirakan akan rusuh ternyata aman, karena memang sudah terbentuk tim keamanan untuk membantu sipir lapas agar tidak ada kerusuhan,” tuturnya.

Antasari menyatakan, sudah selayaknya Kemenkumham mengevaluasi jumlah sipir yang ada.

Selain itu jumlah para napi juga harus bisa dikurangi. Caranya dengan menyeleksi siapa yang harus masuk penjara dan siapa yang tak perlu masuk penjara.

“Di sistem hukum kita kan sudah ada kesalahan sejak awal dari mulai penyidikan, penuntutan dan peradilan,” katanya.

Menurut Antasari, separuh kasus narkoba seharusnya tidak berada di dalam lapas dan sudah layak keluar. Sebab penanganan hukum terhadap mereka salah.

“Dalam kasus narkoba ada terjadi si A punya narkoba lima kg, kemudian si B beli dua kg. Untuk pengantaran si A memakai tukang ojek, ojek nggak tahu isinya apa sampai depan rumah si B, dia ditangkap polisi, ojek yang masuk penjara bukan si A atau si B terkadang lolos,” ucapnya.

“Padahal si tukang ojek harusnya menjadi saksi kunci. Proses hukumnya seperti ini yang perlu diperbaiki, jika proses hukumnya benar maka LP sepi,” kata pria kelahiran Pangkal Pinang ini.

Maka dia mengaku tak setuju dengan wacana pembangunan lapas baru, sebab yang paling penting adalah mengurangi over kapasitas di dalam lapas.

Jadi yang tidak perlu masuk penjara sebaiknya tidak dipenjara.

Baca juga: BNPT Pindahkan 33 Napiter dari Rutan Polda Metro Jaya dan Cikeas ke Sejumlah Lapas

“Kalau kita nambah lapas terus akhirnya kita akan dikenal internasional negeri penjara, itu kesannya kriminal kita tinggi. Sehingga investor pun jadi nggak mau masuk, lebih baik kita membenahi sistem hukum kita,”ucapnya.

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved