Kasus Korupsi

Kejati Beberkan Cara Iwan Henry, Kadis Kebudayaan, Korupsi APBD Jakarta Hingga Miliaran Rupiah

Patris Yusrian Jaya menerangkan, salah satu modus "perampokan anggaran" ala Iwan Henry Wardhana, yaitu dengan menggelar kegiatan seni budaya fiktif.

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Ichwan Chasani
Wartakotalive.com/Miftahul Munir
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jakarta, Patris Yusrian Jaya, membeberkan modus yang dilakukan Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta, Iwan Henry Wardhana untuk "merampok anggaran" hingga miliaran rupiah, Kamis, 2 Januari 2025. 

TRIBUNBEKASI.COM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta membeberkan modus atau cara yang dilakukan Kepala Dinas Kebudayaan DKI, Iwan Henry Wardhana untuk "merampok" anggaran hingga miliaran rupiah.

Iwan Henry Wardhana diketahui berkomplot dengan beberapa pihak untuk melakukan kegiatan fiktif agar bisa "merampok" anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2023.

Iwan Henry Wardhana menjalankan aksi korupsinya itu tidak sendirian, tapi mengajak Kabid Pemanfaatan Disbud DKI, Muhammad Fairza Maulana dan pemilik EO abal-abal, Gatot Arif Rahmadi.

Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jakarta, Patris Yusrian Jaya menerangkan, salah satu modus perampokan anggaran ala Iwan Henry Wardhana tersebut, yaitu dengan menggelar kegiatan fiktif berupa pagelaran seni budaya.

Menurut Patris Yusrian Jaya, anggaran yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan Jakarta pada saat itu cukup besar sekira Rp 15 miliar.

Baca juga: Kadis dan Kabid Pemanfaatan Disbud Jakarta Terancam Dipecat karena Korupsi APBD 2023

Baca juga: Jadwal Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Jumat, 3 Januari 2025, Cek Lokasinya

Ketiga tersangka tersebut sudah mengatur strategi sedemikian rupa sebelum menggelar acara. 

"Mereka menggelar pagelaran seni budaya, jumlah anggaran dan dari rincian kegiatan ini, modus manipulasinya diantaranya mendatangkan beberapa pihak," kata Patris Yusrian Jaya di kantornya, Kamis, 2 Januari 2025.

Patris Yusrian Jaya melanjutkan, pihak-pihak yang sudah diatur oleh tiga tersangka itu datang ke lokasi dan diberi seragam sebagai penari.

Kemudian, kata Patris Yusrian Jaya, mereka melakukan kegiatan foto bersama di atas panggung agar bisa dimasukan dalam surat pertanggung jawaban (SPJ).

"Tapi tariannya tidak pernah ada. Dan ini kemudian dibuat pertanggungjawaban seolah-olah penari ini berasal dari sanggar yang dibuat oleh EO tadi (sanggarnya fiktif)," tandas Patris Yusrian Jaya.

Baca juga: Layanan SIM Keliling Kabupaten Bekasi Jumat Ini, 3 Januari 2025, di Pospol Mega Regency Serang Baru

Baca juga: Gara-Gara Lawan Arah, Dua Motor Adu Banteng di Underpass Tambun Bekasi, Satu Orang Terkapar

Dalam laporan SPJ, para tersangka ini juga melampirkan stempel palsu agar lebih dipercaya oleh pimpinan.

Namun, kata Patris Yusrian Jaya, ada juga beberapa kegiatan Dinas Kebudayaan yang tidak fiktif.

"Maksud modusnya itu ada yang semuanya fiktif, ada yang sebagian difiktifkan (enggak semua fiktif)," imbuhnya.

Ruangan Khusus

Untuk melancarkan "aksi perampokan APBD" tersebut, Iwan Henry Wardhana membuat ruangan khusus bagi operasional EO milik Gatot Arif Rahmadi di Kantor Dinas Kebudayaan DKI sejak dua tahun lalu.

Iwan Henry Wardhana leluasa melakukan hal itu karena dia memiliki kuasa atas kantor Dinas Kebudayaan.

Baca juga: Jadwal Layanan SIM Keliling Karawang, Jumat, 3 Januari 2025, di Yogya Grand Karawang

Baca juga: Polsek Pondokgede Akan Jemput Bola Kasus Penyerangan Mobil Usai Diduga Menolak Laporan Warga

Sebagai Kepala Dinas, dia bisa melakukan hal itu untuk memudahkan koordinasi pemufakatan korupsi uang negara.

Meski sudah ada penetapan tersangka, Patris Yusrian Jaya belum mengetahui, apakah ada hubungan keluarga antara Kadis Kebudayaan Iwan Henry Wardhana dengan Gatot Arif Rahmadi.

"Kami belum sampai ke situ, tapi yang jelas, yang mengenalkan vendor, EO, kepada Kabid Pemanfaatan adalah Kepala Dinas, dan EO ini dibuatkan ruangan di Dinas Kebudayaan," kata Patris Yusrian Jaya.  

Perusahaan Abal Abal

Kepala Kajati DKI, Patris Yusrian Jaya juga menerangkan bahwa Gatot Arif Rahmadi sebagai EO membuat beberapa perusahaan abal-abal.

"Membuat vendor-vendor yang selanjutnya kegiatan-kegiatan di pemprov itu, seolah-olah dilaksanakan oleh EO ini, dan bekerja sama dengan vendor-vendor di bawahnya," kata Patris Yusrian Jaya.

Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi, Jumat, 3 Januari 2025, di Mitra 10 Jatimakmur hingga pukul 10.00

Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT Shinko Kogyo Indonesia Butuh Operator Produksi-CNC Machining

Menurutnya, ada beberapa variasi kegiatan baik dilakukan secara fiktif maupun yang dilaksanakan beneran.

Semua kegiatan itu, kata Patris, selalu dilengkapi dengan surat pertanggungjawaban (SPJ) untuk mendapatkan dana dari APBD.

"Mereka menggunakan stempel-stempel palsu dan meminjam beberapa perusahaan-perusahaan dengan imbalan sebesar 2,5 persen untuk perusahaan-perusahaan yang dipinjam itu, tanpa perusahaan-perusahaan itu melaksanakan kegiatan sebagaimana tercantum dalam kegiatan yang ada di Dinas Kebudayaan," tegasnya.

Kendati demikian, Patris masih menghitung jumlah kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan oleh tiga orang tersebut.

Sebab, ia menduga kegiatan fiktif ini dilakukan oleh Dinas Kebudayaan di tahun 2023 dan 2024 kemarin.

"Kami sudah mendapatkan rekening koran, kami sudah mendapatkan bukti-bukti elektronik, dan kami juga sudah mendapatkan bukti-bukti dokumen pada waktu pengeledahan," tuturnya.

"Mengenai kerugian negara sedang dihitung oleh auditor. Kkami sudah melakukan pemaparan dengan auditor dan sepakat bahwa disini ada potensi kerugian negara dan penghitungan sendiri dengan penyidikan masih terus dilakukan," sambungnya.

Baca juga: Kadisbud Jakarta Iwan Henry Wardhana jadi Tersangka Kasus Korupsi Kegiatan Fiktif Rp 150 M

Baca juga: Bos Rental Mobil Korban Penembakan di Tol Jakarta-Merak Dikenal Baik, Tak Sombong, dan Suka Berbagi 

Penetapan tersangka

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menetapkan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) sebagai tersangka kasus korupsi anggaran kegiatan fiktif senilai Rp 150 miliar di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jakarta, Patris Yusrian Jaya menjelaskan, selain Iwan Henry dalam kasus ini pihaknya juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Keduanya yakni Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud Jakarta Muhammad Fairza Maulana dan Gatot Arif Rahmadi selaku pemilik Event Organizer (EO).

"Hari ini kami telah menetapkan tiga orang tersangka, dua orang aparatur sipil negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor," kata Patris Yusrian Jaya saat jumpa pers di Kantor Kejati DKI Jakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2025.

Terkait peran para tersangka, Patris Yusrian Jaya menjelaskan bahwa Henry dan Fairza  bersepakat menggunakan EO yang dimiliki oleh Gatot Arif Rahmadi untuk menggelar kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Kemudian Fairza dan Gatot Arif Rahmadi menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat pertanggungjawaban (SPJ) guna mencairkan dana pelaksanaan kegiatan seni dan budaya.

Baca juga: Sepanjang 2024 Ada 2.343 Kasus Kejahatan di Kabupaten Bekasi, Pencurian Sepeda Motor Paling Banyak

Baca juga: Sempat Bikin Heboh, Begini Penampakan Kontainer Dijadikan Ruang Kelas di Unsika

"Kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh tersangka GAR dan ditampung di rekening tersangka GAR," jelas Patris Yusrian Jaya.

Lebih jauh Patris Yusrian Jaya menuturkan, diduga kuat uang yang ditampung oleh Gatot Ari digunakan untuk keperluan pribadi dari Iwan Henry dan Fairza.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Gatot Arif, langsung menjalani penahanan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

"Dua tersangka lagi masih kami lakukan pemanggilan dan saya masih menunggu pendapat dari penyidik mengenai upaya-upaya paksa yang dilakukan dalam proses hukum ini diantaranya upaya penahanan," pungkasnya.

Terhadap para tersangka Kejati DKI Jakarta menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Modus Antar Paket di Bekasi, Dua Lelaki Ini Gasak Benda Berharga di Rumah Kosong

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT MTAT Indonesia Membutuhkan Tenaga Operator

Sita Uang Tunai Rp 1 Miliar

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyita uang tunai senilai Rp 1 miliar dari dalam rumah salah satu aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Provinsi Jakarta.

Penyitaan uang tunai Rp 1 miliar itu saat Tim Penyidik Kejati DKI Jakarta melakukan rangkaian penggeledahan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta.

Kepala Seksie Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan pun membenarkan bahwa pihaknya telah menyita uang tersebut saat proses penggeledahan.

"Iya betul (turut menyita uang Rp 1 miliar)," kata Syahron Hasibuan saat dihubungi, Kamis, 19 Desember 2024.

Terkait hal ini, Syahron menerangkan uang Rp 1 miliar itu ditemukan di rumah salah satu aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Hanya saja Syahron tak menyebutkan siapa sosok ASN yang dimaksud tersebut.

Baca juga: Korban Teror Penyiraman Air Keras di Bekasi Ajukan Perlindungan ke LPSK 

Baca juga: Pengedar Sabu di Bekasi Ditangkap Polisi, Barang Buktinya 28 Gram Lebih, Dibagi 35 Klip

Dia juga tidak memberikan gambaran lokasi rumah ASN yang digeledah tersebut.

"(Uang Rp 1 M) disita di rumah salah satu pegawai ASN Dinas Kebudayaan," kata Syahron.

Sementara ketika disinggung apakah uang yang disita itu merupakan anggaran yang digunakan untuk kegiatan fiktif di Dinas Kebudayaan, Syahron hanya menjawab singkat.

Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan penyidikan untuk menentukan status uang yang telah disita tersebut.

"Sedang didalami penyidik ya," pungkasnya.

Baca juga: Toko Penjual Miras di Bekasi Dirusak Sejumlah Orang, Kasatpol PP: Itu Toko Legal, Izinnya Lengkap

Baca juga: Dishub Kota Bekasi Kerahkan 350 Personel saat Libur Nataru

Periksa Kepala Dinas

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta memeriksa Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) terkait  dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta senilai Rp 150 miliar, Kamis, 19 Desember 2024.

Pemeriksaan terhadap Henry dilakukan usai Kejati menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pada Rabu 18 Desember 2024 kemarin.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan menjelaskan, selain terhadap Iwan, pihaknya juga memeriksa dua orang lainnya di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

"Tiga orang saksi tersebut adalah IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, MFM selaku Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan dan GAR selaku Pemilik EO GR-Pro," kata Syahron dalam keteranganya, Kamis, 19 Desember 2024.

Meski begitu Syahron belum merinci seperti apa materi pemeriksaan yang tengah diusut Kejati Jakarta dari ketiga orang saksi tersebut.

Baca juga: Mager, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Kamis Ini Masih Rp 1.520.000 per Gram, Cek Detailnya

Baca juga: Puncak Mudik Nataru Diprediksi Terjadi 21-28 Desember 2024, Arus Balik 29-1 Januari 2025

Ia hanya menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Henry dan dua saksi lainnya itu sebagai bentuk prosedur hukum dan pengumpulan informasi dalam pemgusutan kasus dugaan korupsi tersebut.

"Pemeriksaan saksi merupakan bagian dari prosedur hukum yang dilakukan untukmendapatkan informasi, klarifikasi, memperkuat pembuktian, dan melengkapi berkas terkait perkara tersebut,” pungkas Syahron.

Penggeledahan

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Rabu (18/12/2024) terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan mengatakan, penggeledahan itu terkait adanya dugaan penyimpangan anggaran kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayan Provinsi Jakarta.

"Kejati DKJ melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan terhadap penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta," kata Syahron dalam keteranganya, Rabu, 18 Desember 2024.

Baca juga: Aparat Kepolisian Bersiaga Jaga Keamanan di 141 Gereja di Kabupaten Bekasi

Baca juga: Kapolres Metro Jakarta Timur Minta Maaf Jika Penanganan Kasus Anak Bos Toko Roti Terkesan Lambat

Syahron menyebutkan, adapun nominal anggaran yang diduga diselewengkan dari kegiatan Disbud Jakarta itu berjumlah Rp 150 miliar untuk tahun anggaran 2023.

Selain itu Kantor Disbud Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Jaksa penyidik kata Syahron turut menggeledah lokasi lain diantaranya Kantor EO GR-Pro di jalan Duren 3 Jakarta Selatan serta 3 unit rumah tinggal.

Dari hasil penggelahan tersebut, penyidik turut menyita sejumlah barang bukti dari lima lokasi tersebut.

"Salah satunya, yaitu melakukan penyitaan beberapa unit Laptop, Handphone, PC, flashdisk untuk dilakukan analisis forensik, turut disita uang, beberapa dokumen dan berkas penting lainnya guna membuat terang peristiwa pidana dan penyempurnaan alat bukti dalam perkara a quo," kata dia.

Kemudian lebih jauh, Syahron juga menerangkan, bahwa pengusutan kasus ini telah pihaknya telisik sejak November 2024 lalu.

Lalu selang beberapa waktu tepatnya 17 Desember 2024 kemarin, penyidik pun telah menaikkan status penyelidikan kasus itu ke tahap penyidikan.

Baca juga: Serapan Anggaran Baru 76 Persen, Pemkab Bekasi Optimisi Akhir Tahun Capai 90 Persen Lebih

Baca juga: Puncak Mudik Nataru Diprediksi Terjadi 21-28 Desember 2024, Arus Balik 29-1 Januari 2025

Sita Ratusan Stempel Palsu

Selain itu penyidik dari Kejati Jakarta juga menemukan ratusan stempel palsu pada saat menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terkait dugaan korupsi penyimpangan anggaran senilai Rp 150 miliar.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, ratusan stempel palsu tersebut diisanyalir digunakan untuk memanipulasi persetujuan kegiatan-kegiatan fiktif dan bertujuan mencairkan anggaran.

"Misal stempel sanggar kesenian, stempel (kegiatan) UMKM. Seolah-olah kegiatan dilaksanakan dibuktikan dengan stempel tersebut untuk mencairkan anggaran padahal faktanya kegiatannya sama sekali tidak ada," kata Syahron saat dikonfirmasi, Rabu, 18 Desember 2024.

Syahron pun menerangkan, bahwa jumlah anggaran dinas yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta untuk persetujuan kegiatan fiktif tersebut sejauh ini berjumlah Rp 150 miliar.

Sedangkan untuk nilai kerugian negara dari dugaan korupsi ini, Syahron mengatakan hal itu masih dalam tahap audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Nilai kegiatannya Rp 150 (miliar) lebih. Nilai kerugiannya sedang kita mintakan audit BPKP dan BPK," pungkasnya. (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp.

Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved