Orangtua Siswa SD Korban Diskriminasi Tuntut Keadilan, Laporan di Polres Jaksel Diduga Mandek
Orangtua SD Islam di Lebak Bulus, Jakarta Selatan meminta keadilan lantaran laporan mereka di Polres Jaksel jalan di tempat
Penulis: | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA – Kasus dugaan perlakuan diskriminatif terhadap anak, terjadi di sebuah SD swasta di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan telah dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan.
Namun penanganan kasus tersebut diduga jalan di tempat.
Orangtua murid yang bersangkutan meminta keadilan lantaran laporan dugaan tindak pidana perlakuan diskriminatif terhadap anak tersebut tak segera dituntaskan oleh Polres Jaksel.
Kasus tersebut sudah dilaporkan sejak tahun 2023 dan sampai sekarang belum ada penyelesaiannya.
Dugaan tindak pidana perlakuan piskriminatif itu terjadi pada anak berinisial AGH yang saat kejadian berusia 8 tahun dan duduk di kelas 3 sebuah SD Islam di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Octolin Hutagalung, kuasa hukum orang tua korban megatakan pihaknya telah melaporkan dugaan tindak pidana perlakuan diskriminatif ini pada 11 Desember 2023.
Laporan disampaikan ke Polda Metro Jaya namun penyelidikan kemudian dilimpahkan ke Polres Jakarta Selatan.
Kasus ini seperti jalan ditempat lantaran hingga panggilan ketiga para terlapor dan saksi tidak pernah hadir tanpa alasan yang jelas. Pihaknya pun mempertanyakan profesionalitas para penyidik sehingga surat pemanggilan mereka seakan tidak digubris para terlapor.
“Hingga hari Kamis (13/3/2025) para terlapor dan saksi tidak menghadiri panggilan penyidik, ini panggilan yang ketiga untuk dikonfrontasi dengan kami dari pihak korban, dan (menurut penyidik) tanpa ada alasan atau konfirmasi apapun ke penyidik,” ujar kuasa hukum koban, Octolin Hutagalung kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Octolin menilai mangkirnya para terlapor dan saksi dari pemanggilan penyidik merupakan salah satu penyebab utama berlarut-larutnya kasus ini. Dia pun mendesak penyidik Polres Jaksel untuk memastikan kasus ini mendapat penganganan yang profesional.
“Ini adalah pelecehan terhadap institusi Polri. Maka kami mendesak agar terlapor dinaikkan statusnya menjadi tersangka,” katanya.
Sementara Imalona Siregar, orang tua korban menceritakan awal mula terjadinya tindakan diskriminatif yang dilakukan pihak sekolah terhadap anaknya. Menurut Ima sejak kelas 1 hingga kelas 3 SD anaknya bersekolah sebagaimana biasanya dan tidak pernah tersangkut masalah.
Namun, saat di kelas 3, AGH yang saat itu masih berusia 8 tahun dikenakan sanksi skorsing oleh pihak sekolah tanpa ada pemberitahuan terlebeih dahulu ke orang tua.
“Sekolah melakukan skorsing hanya lewat pesan whatsapp yang kami terima di hari Sabtu saat sekolah libur, tanpa tatap muka dengan kami selaku orang tua seolah skorsing itu bukan hal yang penting,” ujarnya.
Ima menyebutkan tindakan sekolah didasari laporan orang tua murid lainnya dengan tuduhan bahwa AGH melakukan tindak kekerasan yang tidak bisa dibuktikan.
“Kami tidak pernah diinformasikan soal laporan orang tua murid lainnya tentang tindakan kekerasan apa saja yang dilakukan putra saya sehingga anak saya harus diskors,” jelasnya.
| Kemenhub Wacanakan Pembangunan Kereta Api Mirip MRT dari Lebak Bulus hingga BSD |
|
|---|
| Ada Tambahan Pasal, Pelaku Begal Payudara di Lebak Bulus Cilandak Jaksel Terancam Penjara 9 Tahun |
|
|---|
| Motif Pemuda Begal Payudara di Lebak Bulus Jaksel Karena Nafsu, Ternyata Tak Hanya Sekali Beraksi |
|
|---|
| Kabar Gembira, Transjabodetabek Bogor-Blok M dan Depok-Lebak Bulus Segera Beroperasi |
|
|---|
| Penjual Tisu Korban Penganiayaan Pegawai Dinsos Batam Dapat Tawaran Kerja di Bidang Film Bela Diri |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.