Kasus Korupsi

KPK Telusuri Sosok Berpengaruh yang Perintahkan Pungli Proyek Jalan Sumut

Penyidik KPK sedang bekerja keras untuk menelusuri aliran dana dan mengungkap adanya kemungkinan perintah dari atasan.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
OTT KPK - Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) Topan Obaja Putra Ginting dan empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di Dinas PUPR Sumut. Para tersangka menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Sabtu (28/6/2025). 

TRIBUNBEKASI.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini masih belum menuntaskan kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara

Penyidik KPK hingga kini masih terus mendalami siapa pihak yang diduga memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) nonaktif Sumatera Utara (Sumut), Topan Obaja Putra Ginting, untuk memungut fee dalam sejumlah proyek jalan di provinsi tersebut. 

Diduga, ada sosok berpengaruh di balik pemungutan fee proyek jalan tersebut.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa penyidik KPK sedang bekerja keras untuk menelusuri aliran dana dan mengungkap adanya kemungkinan perintah dari atasan. 

Total fee yang diminta dalam proyek-proyek ini diperkirakan mencapai 10 hingga 20 persen.

Nilainya sekitar Rp46 miliar dari total nilai proyek yang mencapai Rp231,8 miliar.

Baca juga: Dihadiri Ribuan Penonton, SyahLive Sukses Gelar Konser FUNTAZTIC.LY by BRI

Baca juga: Lokasi Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Selasa 29 Juli 2025

"Ya, semua informasi itu masih didalami oleh penyidik ya, terkait dengan aliran uangnya ke mana saja, kemudian dengan apakah ada perintah itu juga termasuk didalami," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).

Untuk mengungkap dalang di balik permintaan fee proyek jalan tersebut, KPK telah memeriksa sejumlah saksi kunci, salah satunya adalah Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut, M. Ahmad Effendy. 

Ahmad Effendy telah diperiksa secara intensif terkait pergeseran anggaran untuk beberapa proyek jalan yang menjadi sorotan.

Sejumlah proyek jalan tersebut di antaranya pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp96 miliar dan proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar. 

Total kedua proyek jalan tersebut mencapai Rp157,8 miliar.

"Nanti kita akan melihat begitu ya secara utuh informasi-informasi ataupun keterangan yang sudah diperoleh dari pemeriksaan para saksi ataupun dari kegiatan penggeledahan," kata Budi Prasetyo.

Baca juga: Perpanjangan SIM Kabupaten Bekasi Selasa 29 Juli 2025 di Dua Lokasi Satpas

Baca juga: Layanan SIM Keliling Karawang, Selasa 29 Juli 2025 di Lokasi Gebyar PATEN

Penyidik telah mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang akan dianalisis untuk melacak pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi ini.

Keterlibatan Gubernur

Ketika ditanya mengenai kemungkinan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara atau Wakil Gubernur Sumatera Utara dalam memberikan perintah tersebut, Budi Prasetyo menegaskan bahwa hal itu masih menjadi materi pendalaman.

"Semuanya masih didalami dari informasi dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi, termasuk juga tersangka," jelasnya.

Pengungkapan kasus pungutan fee proyek jalan itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT), telah menjerat lima orang sebagai tersangka. 

Mereka adalah: Topan Obaja Putra Ginting (Kepala Dinas PUPR Sumut); Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gn. Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK); Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut); M. Akhirun Efendi Siregar (Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup); dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT Rona Na Mora).

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Topan dijanjikan fee sebesar Rp8 miliar dari total nilai proyek pembangunan dan preservasi jalan senilai sedikitnya Rp231,8 miliar. 

Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi, Selasa 29 Juli 2025, Cek Lokasinya

Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: Buruan, PT ZTT Cable Indonesia Butuh QC Inspector

Sementara itu, tersangka Akhirun dan Rayhan diduga telah menyiapkan uang tunai Rp2 miliar yang akan dibagikan kepada para pejabat yang membantu memenangkan proyek mereka.

Atas perbuatannya, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved