Ledakan di SMAN 72 Jakarta

Pelaku Bom SMAN 72 Diduga Terpapar Grup Ekstremis True Crime Community

BNPT ungkap pelaku bom SMAN 72 diduga terlibat komunitas ekstremis TCC dan meniru perilaku kekerasan dari konten daring.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Mohamad Yusuf
Warta Kota/Ramadhan LQ
JARINGAN TERORISME - Kepala BNPT Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono memberikan keterangan pers terkait kasus bom SMAN 72 Jakarta di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Pelaku bom SMAN 72 diduga terhubung dengan komunitas ekstremis True Crime Community.
  • BNPT sebut pelaku meniru konten kekerasan, fenomena yang dikenal sebagai memetic violence.
  • BNPT koordinasi dengan PPPA, KPAI, dan Kemensos untuk rencana rehabilitasi pelaku ABH.


WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ruang konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri siang itu terasa tegang ketika Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono, menjelaskan temuan baru terkait pelaku ledakan bom di SMAN 72 Jakarta.

Remaja berinisial F yang terlibat dalam kejadian tersebut diduga aktif mengakses sebuah komunitas ekstremisme berbasis daring bernama True Crime Community atau TCC.

"Kalau di yang SMA 72 diketahui Densus pelaku juga mengakses grup namanya TCC, True Crime Community," ujar Eddy, Selasa (18/11/2025).

Baca juga: KPK Telusuri Dugaan Kejanggalan Lahan Whoosh, Negara Dipaksa Beli Tanah Miliknya Sendiri

Baca juga: LBH Tegaskan Muhammad Hisyam Meninggal karena Perundungan Bukan Penyakit Bawaan

Baca juga: Operasi Zebra Jaya 2025 Bidik Motor Tanpa Pelat Nomor, Ternyata Kerap Dipakai Pelaku Begal

Pelaku yang dikategorikan sebagai anak berkonflik dengan hukum itu diduga meniru perilaku kekerasan yang ia temui dari komunitas tersebut.

Dalam kajian psikologis, fenomena ini dikenal sebagai memetic radicalization atau memetic violence, yaitu dorongan melakukan agresi karena terinspirasi oleh tokoh atau konten ekstrem yang diidolakan di dunia maya.

"Jadi dia bisa meniru ide perilaku apa yang terjadi, sehingga dia meniru supaya bisa dibilang hebat ya, supaya ada kebanggaan," tutur Eddy.

BNPT menilai penanganan kasus semacam ini tidak cukup hanya dengan langkah penegakan hukum. Pendekatan psikologis mendalam diperlukan untuk memetakan kondisi pelaku sebelum proses rehabilitasi dijalankan.

Eddy menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian PPPA, KPAI, dan Kementerian Sosial. Mereka tengah merancang pola rehabilitasi yang tepat bagi anak-anak yang mengalami tekanan psikologis akibat paparan konten ekstrem.

"Kira-kira rehab apa yang pas ketika orang atau anak anak ini mengalami tekanan secara psikologis. Nah itu yang sekarang kami kembangkan," ujarnya.

Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menambahkan bahwa pelaku F mengonsumsi berbagai konten kekerasan dari banyak situs dan komunitas daring. Hal ini membuat aparat semakin waspada terhadap potensi radikalisasi yang muncul dari dunia digital.

"Ini menjadi perhatian serius bagi kami untuk memperkuat upaya pencegahan," kata Mayndra.

Baca berita Tribunbekasi lainnya di TribunBekasi.com dan di Google News

Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved