Gedung DPR Jadi Cagar Budaya, Diusulkan Ganti Nama Jadi Kepak Garuda

Bangunan utama gedung Conefo yang akan berganti nama menjadi Kepak Garuda, memiliki gaya arsitektur modern

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Lucky Oktaviano
Tangkapan Layar Tribun Makassar
GEDUNG KEPAK GARUDA -- Gedung DPR RI yang sering disebut sebagai Gedung Kura-kura diusulkan berbagai kalangan berganti nama menjadi Gedung Kepak Garuda 

WARTAKOTALIVE.COM, TANAH ABANG — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menjadi rumah bagi demokrasi di Indonesia, memiliki sejumlah gedung dengan penamaan khas dan sarat akan makna.

Gedung Conference of the New Emerging Forces (Conefo) salah satunya.

Bangunan utama DPR RI ini, sejak dahulu diidentikkan dengan atap berbentuk tempurung kura-kura berwarna hijau. 

Tak ayal, lambat laun sebutan 'Gedung Kura-kura' pun melekat kuat dengan tubuh DPR RI.

Seiring dengan perkembangan, gedung yang sudah diresmikan sebagai cagar budaya sejak 1993 ini, rencananya akan berganti nama menjadi 'Kepak Garuda'.

Menurut Kepala Bidang Perlindungan Kebudayaan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Linda Enrianry, perubahan nama tersebut bukan hanya semata pergantian identitas saja.

Tetapi, juga soal sejarah panjang dan nilai arsitektur yang melekat pada bangunan ikonik tersebut.

Linda menyampaikan, pada awal pembentukannya, gedung Conefo memiliki nama 'Conference Building' dan merupakan bagian dari proyek pembangunan Political Venues nomor 48 gagasan Presiden RI ke-1, Soekarno pada 1965.

"Waktu itu adalah proyek Conefo, Conference of the New Emerging Forces. Itu konferensi internasional yang diseranggarakan oleh sejumlah negara yang mendukung gagasan membentuk tatanan baru dunia," kata Linda saat ditemui di kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Menurutnya, Conefo merupakan pelebaran dari proyek ASEAN Games sebelumnya yang sudah dibangun di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Senanyan—sekarang Gelora Bung Karno (GBK).

Linda berujar, gedung Conefo ini di desain oleh Soejoedi Wirjoatmodjo dengan Teknisi muda Ir. Sutami.

Mereka merupakan pemenang sayembara desain pembangunan kompleks bangunan Political Venues di Jakarta 1965.

Bangunan utama gedung Conefo yang akan berganti nama menjadi Kepak Garuda, memiliki gaya arsitektur modern dengan desain atap bangunan yang impresif terpadu dan penataan ruang lanskap yang estetik harmonis. 

Bentuk arsitektur modern juga didesain unik dan monumental oleh Soejoedi untuk membentuk gedung ini menjadi salah satu landmark (ikon) arsitektur di kota Jakarta.

"Pemasangan tiang pertamanya itu pada tanggal 19 April 1935, bertepatan dengan peringatan Dasawarsa Konferensi Asia Afrika," ungkap Linda.

Bangunan Bersejarah

Sementara penetapan Gedung Kepak Garuda sebagai bagunan cagar budaya, dilakukan pada 1993 lalu berdasarkan surat keputusan gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 475 tentang penetapan bangunan-bangunan bersejarah di DKI Jakarta sebagai benda cagar budaya dengan nama Gedung MPR-DPR (Gedung Conefo). 

Namun pada 2010, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 11 tentang Cagar Budaya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan, pada 2025 melakukan proses penetapan ulang beberapa objek bangunan dan struktur yang berada di Kompleks MPR/DPR/DPD RI sebagai cagar budaya Provinsi DKI Jakarta.

"Jadi kami ulang dengan pemeringkatan Provinsi DKI Jakarta. Nantinya output (hasil) produk hukumnya akan berbentuk Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta," jelas Linda.

"Setelah memiliki penetapan status kecagarbudayaan, diharapkan usaha pelestarian Cagar Budaya di dalam Kompleks Gedung Parlemen RI akan lebih optimal," jelas Linda.

Linda memastikan, dari tahun ke tahun pihaknya selalu memonitor perawatan aset gedung dan bangunan Kepak Garuda bersama pengelola dan DPR RI.

Dengan adanya perawatan secara berkala tersebut, hingga kini baik aset maupun bangunannya masih terawat dengan baik sebagaimana aslinya.

"Intinya masih ada bukti fisik. Tapi dari kami, Dinas Kebudayaan itu, kami membuat satu prasasti Cagar Budaya sebagai penanda bahwa ini adalah bangunan cagar budaya dengan sedikit ada narasi tentang sejarahnya bangunan tersebut," katanya.

Selain itu, pihak Linda juga mengupayakan untuk mengenalkan gedung Kepak Garuda sebagai bangunan cagar budaya melalui website resmi Dinas Kebudayaan agar informasi dan publikasi mengenai objek tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat dan generasi berikutnya. 

Linda berharap, penanda fisik yang disimpan oleh Dinas Kebudayaan di tiap bangunan bersejarah, dapat menjadi saksi sejarah atas perkembangan kota Jakarta.

Rebranding

Lebih lanjut, terkait pergantian nama (rebranding) gedung Conefo menjadi Kepak Garuda, Linda menyambut baik rencana tersebut, asalkan secara fisik tidak mengurangi atau menghilangkan sejarah yang melekat pada arsitektur, ornamen, hingga relief yang saat inI dimiliki MPR DPR RI.

Pasalnya menurut Linda, setiap goresan dalam bangunan tersebut, dapat menjadi bukti sejarah politik dan kedaulatan rakyat dalam negara Republik Indonesia.

"Rebranding untuk gedung DPR ini sih menurut saya sih bisa saja. Karena dari dulu pun mengalami beberapa perubahan ya, yang pertama adalah gedung Conefo zaman Pak Soekarno, kemudian juga zaman Pak Soeharto berganti menjadi gedung MPR-DPR gitu. Kemudian sekarang dikenal sebagai gedung Nusantara. Mungkin bisa saja dilakukan lagi," tutur dia.

Linda juga berharap, nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalam gedung ini, tidak kabur atau terganti bersamaan dengan pergantian nama tersebut. Pasalnya, ada banyak peninggalan-peninggalan yang disimpan di dalam gedung tersebut sebagai harga jati diri bangsa.

"Sejarah panjang, termasuk proses demokrasi, di mana tahun 1998 terjadi reformasi seperti itu. Nah, dalam hal pengembangan maupun pemanfaatan, bisa saja dilakukan perubahan ataupun ada mungkin penambahan-penambahan mengikuti kebutuhan teknologi misalnya, itu bisa saja dilakukan, perubahan fungsi juga bisa dilakukan," jelas Linda.

"Tapi tetap harus kaidah-kaidah kecagaranbudayaan itu tidak boleh dilepaskan seperti itu," lanjutnya.

Sehingga menurut Linda, tantangan besar buntut perubahan nama cagar budaya adalah keinginan merubah. 

Penyesuaian Teknologi

Selain itu, seiring berjalannya waktu, kondisi fisik bangunan akan terus menurun dan terkadang membutuhkan penyesuaian teknologi maupun sarana-prasarana penunjang di dalamnya. 

Tujuannya, agar terhindar dari kerusakan, kehancuran, kemusnahan, dan tetap dapat didayagunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. 

"Tetapi di DKI Jakarta itu, ketika ada satu pengembangan bangunan cagar budaya atau pemanfaatan cagar budaya, kami ada tim yang namanya tim ahli pelestarian. Nah, ketika akan dipugar atau diubah, tentunya itu harus melalui tim ahli pelestari," tutur Linda.

Linda melanjutkan, peruntukkan gedung Kepak Garuda selama ini lebih banyak digunakan untuk aktivitas kenegaraan. 

Sehingga, masih sedikit masyarakat yang menengok langsung isi bagunan bersejarah tersebut.

Pasalnya, ada sejumlah protokol yang harus dilewati masyarakat setiap masuk ke area gedung MPR DPR RI, meskipun semua WNI punya hak yang sama untuk mengaksesnya.

"Harapan saya sih gedung DPR ini tetap dilestarikan ya. Dan kemudian juga bisa diakses oleh masyarakat. Sehingga bisa masyarakat tahu bahwa peristiwa-peristiwa penting di negara Republik Indonesia ini, bisa mereka secara langsung bisa mereka lihat seperti itu," ujar Linda.

"Kemudian juga tentunya kami berharap gedung DPR-MPR ini tetap terawat dengan baik. Kemudian juga kalau ada pengembangan atau pemanfaatan kita bisa sama-sama bekerja sama," pungkas dia. (m40)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved