Kasus Korupsi

Kadisbud Jakarta Iwan Henry Wardhana jadi Tersangka Kasus Korupsi Kegiatan Fiktif Rp 150 M

Selain Iwan Henry Wardhana, dua orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

|
Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Salah satu tersangka kasus kegiatan fiktif di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta, Gatot Arif Rahmadi selaku pemilik EO fiktif, digiring petugas Kejati DKI Jakarta ke mobil tahanan, Kamis, 2 Januari 2025. 

TRIBUNBEKASI.COM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menetapkan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) sebagai tersangka kasus korupsi anggaran kegiatan fiktif senilai Rp 150 miliar di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jakarta, Patris Yusrian Jaya menjelaskan, selain Iwan Henry dalam kasus ini pihaknya juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Keduanya yakni Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud Jakarta Muhammad Fairza Maulana dan Gatot Arif Rahmadi selaku pemilik Event Organizer (EO).

"Hari ini kami telah menetapkan tiga orang tersangka, dua orang aparatur sipil negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor," kata Patris Yusrian Jaya saat jumpa pers di Kantor Kejati DKI Jakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2025.

Terkait peran para tersangka, Patris Yusrian Jaya menjelaskan bahwa Henry dan Fairza  bersepakat menggunakan EO yang dimiliki oleh Gatot Arif Rahmadi untuk menggelar kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Kemudian Fairza dan Gatot Arif Rahmadi menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat pertanggungjawaban (SPJ) guna mencairkan dana pelaksanaan kegiatan seni dan budaya.

Baca juga: Sepanjang 2024 Ada 2.343 Kasus Kejahatan di Kabupaten Bekasi, Pencurian Sepeda Motor Paling Banyak

Baca juga: Sempat Bikin Heboh, Begini Penampakan Kontainer Dijadikan Ruang Kelas di Unsika

"Kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh tersangka GAR dan ditampung di rekening tersangka GAR," jelas Patris Yusrian Jaya.

Lebih jauh Patris Yusrian Jaya menuturkan, diduga kuat uang yang ditampung oleh Gatot Ari digunakan untuk keperluan pribadi dari Iwan Henry dan Fairza.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Gatot Arif, langsung menjalani penahanan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

"Dua tersangka lagi masih kami lakukan pemanggilan dan saya masih menunggu pendapat dari penyidik mengenai upaya-upaya paksa yang dilakukan dalam proses hukum ini diantaranya upaya penahanan," pungkasnya.

Terhadap para tersangka Kejati DKI Jakarta menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Modus Antar Paket di Bekasi, Dua Lelaki Ini Gasak Benda Berharga di Rumah Kosong

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT MTAT Indonesia Membutuhkan Tenaga Operator

Sita Uang Tunai Rp 1 Miliar

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyita uang tunai senilai Rp 1 miliar dari dalam rumah salah satu aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Provinsi Jakarta.

Penyitaan uang tunai Rp 1 miliar itu saat Tim Penyidik Kejati DKI Jakarta melakukan rangkaian penggeledahan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta.

Kepala Seksie Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan pun membenarkan bahwa pihaknya telah menyita uang tersebut saat proses penggeledahan.

"Iya betul (turut menyita uang Rp 1 miliar)," kata Syahron Hasibuan saat dihubungi, Kamis, 19 Desember 2024.

Terkait hal ini, Syahron menerangkan uang Rp 1 miliar itu ditemukan di rumah salah satu aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Hanya saja Syahron tak menyebutkan siapa sosok ASN yang dimaksud tersebut.

Baca juga: Korban Teror Penyiraman Air Keras di Bekasi Ajukan Perlindungan ke LPSK 

Baca juga: Pengedar Sabu di Bekasi Ditangkap Polisi, Barang Buktinya 28 Gram Lebih, Dibagi 35 Klip

Dia juga tidak memberikan gambaran lokasi rumah ASN yang digeledah tersebut.

"(Uang Rp 1 M) disita di rumah salah satu pegawai ASN Dinas Kebudayaan," kata Syahron.

Sementara ketika disinggung apakah uang yang disita itu merupakan anggaran yang digunakan untuk kegiatan fiktif di Dinas Kebudayaan, Syahron hanya menjawab singkat.

Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan penyidikan untuk menentukan status uang yang telah disita tersebut.

"Sedang didalami penyidik ya," pungkasnya.

Baca juga: Toko Penjual Miras di Bekasi Dirusak Sejumlah Orang, Kasatpol PP: Itu Toko Legal, Izinnya Lengkap

Baca juga: Dishub Kota Bekasi Kerahkan 350 Personel saat Libur Nataru

Periksa Kepala Dinas

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta memeriksa Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) terkait  dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta senilai Rp 150 miliar, Kamis, 19 Desember 2024.

Pemeriksaan terhadap Henry dilakukan usai Kejati menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pada Rabu 18 Desember 2024 kemarin.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan menjelaskan, selain terhadap Iwan, pihaknya juga memeriksa dua orang lainnya di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

"Tiga orang saksi tersebut adalah IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, MFM selaku Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan dan GAR selaku Pemilik EO GR-Pro," kata Syahron dalam keteranganya, Kamis, 19 Desember 2024.

Meski begitu Syahron belum merinci seperti apa materi pemeriksaan yang tengah diusut Kejati Jakarta dari ketiga orang saksi tersebut.

Baca juga: Mager, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Kamis Ini Masih Rp 1.520.000 per Gram, Cek Detailnya

Baca juga: Puncak Mudik Nataru Diprediksi Terjadi 21-28 Desember 2024, Arus Balik 29-1 Januari 2025

Ia hanya menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Henry dan dua saksi lainnya itu sebagai bentuk prosedur hukum dan pengumpulan informasi dalam pemgusutan kasus dugaan korupsi tersebut.

"Pemeriksaan saksi merupakan bagian dari prosedur hukum yang dilakukan untukmendapatkan informasi, klarifikasi, memperkuat pembuktian, dan melengkapi berkas terkait perkara tersebut,” pungkas Syahron.

Penggeledahan

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Rabu (18/12/2024) terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan mengatakan, penggeledahan itu terkait adanya dugaan penyimpangan anggaran kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayan Provinsi Jakarta.

"Kejati DKJ melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan terhadap penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta," kata Syahron dalam keteranganya, Rabu, 18 Desember 2024.

Baca juga: Aparat Kepolisian Bersiaga Jaga Keamanan di 141 Gereja di Kabupaten Bekasi

Baca juga: Kapolres Metro Jakarta Timur Minta Maaf Jika Penanganan Kasus Anak Bos Toko Roti Terkesan Lambat

Syahron menyebutkan, adapun nominal anggaran yang diduga diselewengkan dari kegiatan Disbud Jakarta itu berjumlah Rp 150 miliar untuk tahun anggaran 2023.

Selain itu Kantor Disbud Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Jaksa penyidik kata Syahron turut menggeledah lokasi lain diantaranya Kantor EO GR-Pro di jalan Duren 3 Jakarta Selatan serta 3 unit rumah tinggal.

Dari hasil penggelahan tersebut, penyidik turut menyita sejumlah barang bukti dari lima lokasi tersebut.

"Salah satunya, yaitu melakukan penyitaan beberapa unit Laptop, Handphone, PC, flashdisk untuk dilakukan analisis forensik, turut disita uang, beberapa dokumen dan berkas penting lainnya guna membuat terang peristiwa pidana dan penyempurnaan alat bukti dalam perkara a quo," kata dia.

Kemudian lebih jauh, Syahron juga menerangkan, bahwa pengusutan kasus ini telah pihaknya telisik sejak November 2024 lalu.

Lalu selang beberapa waktu tepatnya 17 Desember 2024 kemarin, penyidik pun telah menaikkan status penyelidikan kasus itu ke tahap penyidikan.

Baca juga: Serapan Anggaran Baru 76 Persen, Pemkab Bekasi Optimisi Akhir Tahun Capai 90 Persen Lebih

Baca juga: Puncak Mudik Nataru Diprediksi Terjadi 21-28 Desember 2024, Arus Balik 29-1 Januari 2025

Sita Ratusan Stempel Palsu

Selain itu penyidik dari Kejati Jakarta juga menemukan ratusan stempel palsu pada saat menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terkait dugaan korupsi penyimpangan anggaran senilai Rp 150 miliar.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, ratusan stempel palsu tersebut diisanyalir digunakan untuk memanipulasi persetujuan kegiatan-kegiatan fiktif dan bertujuan mencairkan anggaran.

"Misal stempel sanggar kesenian, stempel (kegiatan) UMKM. Seolah-olah kegiatan dilaksanakan dibuktikan dengan stempel tersebut untuk mencairkan anggaran padahal faktanya kegiatannya sama sekali tidak ada," kata Syahron saat dikonfirmasi, Rabu, 18 Desember 2024.

Syahron pun menerangkan, bahwa jumlah anggaran dinas yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta untuk persetujuan kegiatan fiktif tersebut sejauh ini berjumlah Rp 150 miliar.

Sedangkan untuk nilai kerugian negara dari dugaan korupsi ini, Syahron mengatakan hal itu masih dalam tahap audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Nilai kegiatannya Rp 150 (miliar) lebih. Nilai kerugiannya sedang kita mintakan audit BPKP dan BPK," pungkasnya. (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp.

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved