Berita Nasional

Dewan Guru Besar UI Sebut DPR Khianati Konstitusi, Indonesia kini Dalam Bahaya Otoritarianisme

Akibat tingkah DPR yang mengkhianati konstitusi, DGB UI mengingatkan bahwa Indonesia kini berada dalam bahaya otoritarianisme.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Gita Irawan
Ilustrasi - Massa aksi dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) tiba di gerbang utama DPR RI Senayan Jakarta pada Senin (11/4/2022) sekira pukul 13.50 WIB. 

KIM yang kini ditopang juga oleh Partai Nasdem, PKS, PKB, dan PPP akhirnya mengangkangi putusan MK dan mengakomodasi putusan Mahkamah Agung (MA) dalam revisi syarat usia calon pada UU Pilkada.

Baca juga: Imbas MK Ubah Ambang Batas Pilkada, Calon Bupati di Kabupaten Bekasi bisa Lebih Banyak Jumlahnya

Baca juga: PJ Wali Kota Bekasi Mengajak Masyarakat Pahami Esensi TKDN Hingga Proses Pengoperasian P3DN

Dengan putusan MA, Kaesang legal untuk maju pilkada karena usia calon dihitung sejak tanggal pelantikan kepala daerah terpilih yang hampir pasti dilakukan pada 2025, usai ulang tahunnya ke-30 pada 25 Desember 2024. 

Ini ironis karena secara hirarkis, putusan MK yang menguji UU Pilkada terhadap UUD 1945 jelas lebih tinggi dibandingkan putusan MA yang menguji peraturan KPU (PKPU) terhadap UU Pilkada.

Keputusan Baleg DPR RI untuk mengikuti putusan MA bahkan diambil hanya dalam hitungan menit, tanpa keragaman argumentasi dari partai politik yang jumlahnya beragam dan warna jaketnya bermacam-macam.

Tak ada bedanya dengan putusan MA yang diteken secara kilat oleh para hakim agung: hanya 3 hari.

Juga nyaris persis dengan skandal Putusan MK yang diputus secara instan buat menguntungkan Gibran.

Bola panas di KPU MK agaknya telah membaca kemungkinan politikus Senayan akan berakrobat dengan logika yang dapat membuat para begawan ilmu hukum terkesima.

Dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal usia calon kepala daerah itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, calon kepala daerah yang diproses tidak sesuai dengan putusan MK berpotensi didiskualifikasi ketika digugat ke MK sebagai lembaga pengadilan sengketa pilkada.

Baca juga: Ratusan Penggemar Otomotif Padati Pameran MUF Auto Fest 2024 yang Digelar Perdana di Kota Bekasi 

Baca juga: MK Ubah Ambang Batas, Nyumarno: Lima Parpol di Kabupaten Bekasi Bisa Usung Calon Tanpa Koalisi

"Sesuai dengan prinsip erga omnes, pertimbangan hukum dan pemaknaan Mahkamah terhadap norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 (tentang Pilkada) mengikat semua penyelenggara, kontestan pemilihan, dan semua warga negara," kata Saldi.

"Dengan demikian, jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," kata dia (Tribunnews.com/Fersianus Waku; Kompas.com)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved