Sengketa Pilpres

Serahkan Kesimpulan PHPU, Tim Hukum Anies-Muhaimin Sertakan 35 Bukti Tambahan

Keputusan KPU RI bisa dibatalkan MK melalui sidang sengketa hasil Pilpres 2024, jika MK mengabulkan permohonan Timnas AMIN atau pihak Ganjar-Mahfud.

Tribunnews.com/Fersianus Waku
Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar membawa 35 bukti tambahan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16 April 2024. 

Lima kategori pelanggaran tersebut merupakan kesimpulan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang dirangkum Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan telah diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis berharap kesimpulan itu akan menjadi bahan pertimbangan MK dalam memutuskan sengketa PHPU Pilpres 2024.

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Toyo Denso Indonesia Butuh Maintenance Mechanic

Baca juga: Jasa Raharja Santuni Korban Meninggal Kecelakaan Maut KM 58 Jakarta-Cikampek Rp 50 Juta Per Orang

"Kalau kita bicara kesimpulan ini, memang tidak dibacakan tapi majelis hakim akan menggunakan kesimpulan ini sebagai bahan untuk membuat putusan yang akan dibacakan pada tanggal 22," kata Todung Mulya Lubis di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 16 April 2024.

Todung Mulya Lubis membeberkan bahwa lima kategori pelanggaran prinsipal dalam Pilpres 2024 tersebut, yang pertama adalah pelanggaran etika.

"Pelanggaran etika, yang terjadi dengan kasat mata, dimulai dengan putusan MK Nomor 90, dan ini kalau kalian membaca keterangan Romo Magnis Suseno itu sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat," ujarnya.

Baca juga: Terus Naik, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Selasa Ini Rp 1.321.000 Per Gram, Cek Rinciannya

Baca juga: Mahasiswa dari Beragam Kampus Serahkan Amicus Curiae, Minta MK Perintahkan KPU Pilpres Ulang 

Pelanggaran kedua, kata Todung Mulya Lubis adalah nepotisme.

Todung Mulya Lubis bahkan menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan kekuasaan untuk mendorong anaknya, yakni Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.

"Nepotisme ini dilarang dalam hukum positif kita, ada TAP MPR yang melarang nepotisme, ada banyak undang-undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme, membangun satu dinasti," ucap Todung Mulya Lubis.

Ketiga, sambung Todung Mulya Lubis, adalah adanya abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.

Menurutnya, penyalahgunaan kekuasaan terjadi secara masif pada proses Pemilu 2024.

"Abuse of power yang sangat terkoordinir, sangat masif dan ini terjadi di mana-mana, nah ini juga bisa menambahkan, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang masif sebagai akibat dari abuse of power yang terkoordinir," tutur Todung Mulya Lubis.

Baca juga: MK Sebut Pembuktian Para Pihak Telah Selesai, Putusan Sengketa Pilpres Tetap Dibacakan 22 April 2024

Baca juga: Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran jadi Sasaran Pencurian, TV 32 Inchi Digasak Pelaku, Polisi Olah TKP

Keempat, yakni pelanggaran prosedural Pemilu.

Todung Mulya Lubis menegaskan bahwa KPU, Bawaslu, dan pasangan calon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai melakukan pelanggaran serius. 

"Ini anda bisa lihat apa yang dilakukan oleh KPU, apa yang dilakukan oleh Bawaslu, apa yang dilakukan oleh Paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang," ungkap Todung Mulya Lubis.

Pelanggaran kelima, adalah penyalahgunaan aplikasi IT di KPU yakni sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).

Halaman
1234
Sumber: Wartakota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved